Mohon tunggu...
Juliana Hutagaol
Juliana Hutagaol Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa Pendidikan Sosiologi FIS UNJ

Masa Depan Sungguh Ada

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Hambatan dan Peluang Pendidikan Jarak Jauh Serta Kurikulum Darurat dalam Menghadapi Pandemi Covid-19

4 Juli 2021   23:20 Diperbarui: 5 Juli 2021   10:35 867
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Oleh : Juliana Ewanika Hutagaol

(Pendidikan Sosiologi FIS UNJ)

Pendahuluan

Pandemi Covid-19 sampai saat ini masih menjadi sebuah tantangan bagi dunia dalam berbagai sektor, salah satunya dalam sektor pendidikan. Di Indonesia sendiri, kasus Covid-19 kian meningkat. Hal ini menyebabkan pemerintah mengeluarkan serangkaian perubahan kebijakan pendidikan sebagaimana tertulis dalam Surat Edaran Nomor 4 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Kebijakan Pendidikan dalam Masa Darurat Penyebaran Corona Virus Desease (Covid-19), antara lain seperti pembatalan Ujian Nasional (UN), implementasi pembelajaran jarak jauh, hingga pendekatan online untuk proses pendaftaran siswa.

Dengan melakukan perubahan kebijakan dalam pendidikan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) mengeluarkan kurikulum darurat sebagai salah satu bentuk penyesuaian kebijakan pendidikan di masa pandemi Covid-19. Melalui pemberlakuan kurikulum darurat ini, guru diharapkan dapat meningkatkan kapasitas dalam melakukan pembelajaran interaktif dan begitu juga dengan sekolah yang diharapkan dapat memfasilitasi kegiatan belajar mengajar dengan metode paling tepat.

Kebijakan kurikulum darurat ini tentunya juga memiliki hambatan dan tantangan dalam penerapannya, salah satunya perubahan kurikulum yang masih membingungkan kalangan guru dan siswa. Hal ini terjadi karena masyarakat Indonesia belum terbiasa menyikapi situasi saat ini, dimana guru dan siswa belum terbiasa dan belum memahami konsep pembelajaran yang dilakukan secara online.

Selain itu, dalam pelaksanaan pembelajaran jarak jauh ternyata terdapat ketimpangan sosial antara peserta didik yang mampu dan peserta didik yang tidak mampu. Selain itu, ketimpangan ini juga terjadi antara daerah kota yang sudah maju dengan daerah yang masih tertinggal. Hal ini sejalan dengan pendekatan Neo-Marxist yang menyatakan bahwa pendidikan juga berkontribusi dalam menciptakan ketimpangan didalam masyarakat.

Namun dibalik hambatan-hambatan dalam dunia pendidikan saat ini, situasi pandemi ini menjadi tantangan tersendiri bagi kreativitas tiap individu dalam menggunakan teknologi untuk mengembangkan dunia pendidikan. Dengan memanfaatkan teknologi yang ada, bukan hanya transmisi pengetahuan tetapi juga bisa dimanfaatkan agar pembelajaran tetap tersampaikan dengan baik.

Isi (Pembahasan)

Pembelajaran jarak jauh pertama kali diterapkan di Indonesia pada Maret 2021, hal ini dilakukan sebagai salah satu kebijakan dari pemerintah guna menekan angka kasus Covid-19. Namun karena kondisi masyarakat yang kurang menaati protokol kesehatan dan aturan-aturan yang ditetapkan oleh pemerintah, kasus Covid-19 di Indonesia malah semakin melonjak. Berdasarkan JHU CSSE Covid-19 Data dan Our World in Data pada tanggal 04 Juli 2021, kasus Covid-19 di Indonesia sudah mencapai 2,26 jt kasus, dengan angka kesembuhan 1,92 jt, dan angka meninggal dunia sekitar 60.027 jiwa. Pelonjakan kasus Covid-19 ini menyebabkan pemerintah masih menerapkan kebijakan pembelajaran jarak jauh, terutama pada kota-kota yang teridentifikasi zona merah.

Dalam pelaksanaan proses pembelajaran jarak jauh diperlukan kesiapan guru, kurikulum yang disesuaikan, ketersediaan bahan ajar, serta dukungan jaringan internet yang memadai agar efektif membantu komunikasi antara guru dan siswa. Dalam penerapannya, pemerintah juga mengeluarkan kurikulum darurat sebagai metode pendidikan selama pandemi. Kurikulum darurat ini merupakan salah satu pilihan yang bisa diambil selama melakukan pembelajaran jarak jauh, dimana kurikulum ini diberlakukan untuk penyederhanaan kompetensi dasar selama pembelajaran jarak jauh. Penyederhanaan ini dilakukan pada setiap mata pelajaran sehingga peserta didik dapat fokus kepada kompetensi yang esensial dan kompetensi yang menjadi prasyarat untuk kelanjutan pembelajaran ketingkat selanjutnya.

Namun dalam proses pembelajaran, masih terdapat hambatan-hambatan yang sekaligus menjadi tantangan dalam pelaksanaan pembelajaran online, mengingat pembelajaran secara online merupakan sebuah keharusan agar fungsi pendidikan tetap terselenggara ditengah darurat Covid-19 saat ini. Banyak sekali keluhan yang dirasakan guru, siswa, maupun orangtua dalam pelaksanaan pembelajaran jarak jauh baik dari terbatasnya ketersediaan sarana pendukung media pembelajaran, kemampuan pengoperasikan maupun keterbatasan jaringan internet dibeberapa daerah, hingga penerapan kurikulum darurat yang dianggap kurang tegas dan membingungkan guru maupun siswa.

Dalam pendekatan neo-Marxist yang merupakan perspektif yang dikembangkan dari pemikiran Karl Marx, menganggap bahwa kurikulum memiliki kontribusi menciptakan ketimpangan sosial dalam masyarakat kapitalis. Pada saat itu Marx membagi masyarakat kedalam dua kelas, yaitu kelas borjuis (kepemilikan modal) dan kelas proletar (kaum buruh). Kurikulum dan segala hal yang terkait dengan pendidikan merupakan mekanisme untuk menciptakan reproduksi kelas sosial yang timpang. Hal ini dapat kita lihat pada hambatan-hambatan yang terdapat pada kebijakan pembelajaran jarak jauh yang dianggap merugikan masyarakat, terutama pada masyarakat miskin dan daerah tertinggal yang tidak memiliki gadget maupun jaringan yang baik dalam mendukung proses pembelajaran. Hal ini mengakibatkan peserta didik dapat ketinggalan pelajaran atau bahkan tidak menerima pelajaran dengan baik. Hal ini tentunya dapat mengakibatkan ketimpangan sosial diantara peserta didik yang mampu dengan yang tidak mampu maupun pada daerah yang maju dan daerah yang masih tertinggal.

Teori lain lahir dari gagasan Pierre Bourdieu yaitu teori reproduksi (the reproduction theory), yang menjelaskan bahwa dalam masyarakat modern sistem pendidikan digunakan hanya untuk “mereproduksi” budaya kelas dominan untuk terus memegang dan melepaskan kekuasaan. Dalam proses pembelajaran jarak jauh, peserta didik dengan tingkat ekonomi yang terbilang cukup baik dapat menerima pelajaran dengan baik pula. Mereka memiliki fasilitas seperti gadget dan internet yang memadai dalam menunjang proses pembelajarannya. Berbeda dengan peserta didik yang miskin, tidak banyak dari mereka yang memiliki gadget dan banyak dari mereka harus bekerja untuk dapat membeli kuota internet. Dengan begitu barulah mereka bisa mengikuti pelajaran secara online.

Marx pada saat itu meramalkan terciptanya masyarakat tanpa kelas. Hal ini tentunya menuai kritik oleh banyak ilmuan sosial, salah satunya adalah Max Weber. Menurut Weber, kelas ditandai oleh beberapa hal. Pertama, kelas merupakan sejumlah orang yang memiliki persamaan dalam hal peluang untuk hidup atau nasib (life chances), dimana peluang untuk hidup tersebut ditentukan oleh kepentingan ekonomi berupa penguasaan atas barang serta kesempatan untuk memperoleh penghasilan dalam pasaran komoditas dan jasa sehingga diperoleh penghasilan tertentu, maka orang yang berada dikelas yang sama mempunyai persamaan yang dinamakan Weber sebagai situasi kelas (class situation). Menurut Weber (dalam Pengantar Sosiologi, 1993:91), kategori dasar untuk membedakan kelas adalah kekayaan yang dimiliki dan faktor yang menciptakan kelas ialah kepentingan ekonomi. Oleh karena itu, di dalam sekolah juga tercipta dan tidak terlepas dari adanya kelas-kelas sosial diantara murid yang kaya dengan murid yang miskin.

Kedua, menurut Weber untuk membedakan anggota masyarakat dapat melalui dimensi kehormatan. Menurut weber, manusia dapat dikelompokkan kedalam kelompok status (status groups), yang peluang hidup atau nasibnya ditentukan oleh ukuran kehormatan tertentu. Misalnya disekolah, terdapat pembedaan antara peserta didik yang berasal dari kalangan bangsawan dengan peserta didik yang berasal dari rakyat biasa. Melalui hal ini dapat kita ketahui bahwa sistem pendidikan juga turut berkontribusi dalam mereproduksi kelas sosial dan menimbulkan ketimpangan sosial didalam masyarakat. 

Dunia pendidikan saat ini juga tidak terlepas dari bantuan teknologi. Saat ini pandemi merupakan sebuah tantangan dalam mengembangkan kreativitas dalam menggunakan teknologi, mentransmisi pengetahuan dan digunakan untuk menyampaikan pembelajaran dengan baik. Tantangan ini juga merupakan sebuah kesempatan bagi peserta didik menjadi kompeten dalam abad ke-21 ini, dimana pada abad ini keterampilan yang paling penting adalah self-directed learning atau pembelajaran mandiri sebagai outcome dari edukasi.

Pembelajaran jarak jauh merupakan sebuah tantangan dalam dunia pendidikan dengan banyaknya bahkan ribuan pulau yang ada di Indonesia. Terlebih dimasa pandemi ini, tantangan pemerintah dan masyarakat saat ini adalah bagaimana teknologi dapat digunakan dan bagaimana  akses internet dapat sampai pada daerah-daerah terpencil. Melalui perhatian pemerintah terhadap hambatan dan tantangan pembelajaran jarak jauh di tengah pandemi ini, setiap warga negara dapat setara dalam menerima pendidikan dan melalui pendidikan masyarakat bisa melakukan mobilitas sosial, terutama pada kalangan masyarakat miskin.

Kesimpulan 

Pandemi Covid-19 memaksa rakyat Indonesia mengalami banyak perubahan, terutama dalam dunia pendidikan. Sejumlah aturan dan kebijakan ditetapkan oleh pemerintah dalam sektor pendidikan. Pendidikan di Indonesia yang dulunya melakukan proses belajar mengajar secara tatap muka, sekarang harus melakukan penyesuaian dengan beralih pada pembelajaran jarak jauh (PJJ). Selain itu, pemerintah juga mengeluarkan kebijakan kurikulum darurat yang bertujuan untuk menyederhanakan kompetensi dasar selama pembelajaran jarak jauh.

Menurut teori Neo-Marxist yang merupakan aliran yang didasarkan oleh pemikiran Marx, beranggapan bahwa sistem pendidikan dan kurikulum ternyata menciptakan ketimpangan sosial didalam masyarakat. Dimana terdapat ketidakseimbangan antara peserta didik yang berasal dari daerah yang maju dengan peserta didik yang berasal dari daerah tertinggal. Hal ini sesuai dengan pendapat Pierre Bourdieu dalam teorinya yaitu teori reproduksi (the reproduction theory), yang menjelaskan bahwa dalam masyarakat modern sistem pendidikan digunakan hanya untuk “mereproduksi” budaya kelas dominan untuk terus memegang dan melepaskan kekuasaan. Dimana dalam hal ini sekolah nyatanya menciptakan kelas-kelas sosial antara peserta didik yang berasal dari kalangan bangsawan dengan peserta didik yang berasal dari kalangan masyarakat biasa. Ramalan Marx yang mengenai masyarakat tanpa kelas banyak menuai kritik oleh berbagai ilmuan sosial, salah satunya Max weber. Menurut Weber kelas terbentuk berdasarkan kesamaan peluang hidup atau nasib, dimana hal ini terjadi melalui situasi kelas dan juga dimensi kehormatan.

Dalam proses pembelajaran jarak jauh tentunya tidak terlepas dari yang namanya teknologi. Melalui pemanfaatan teknologi terlebih dimasa pandemi ini menjadi sebuah tantangan dalam mengembangkan kreativitas dalam menggunakan teknologi, mentransmisi pengetahuan dan digunakan untuk menyampaikan pembelajaran dengan baik. Tantangan ini juga merupakan sebuah kesempatan bagi peserta didik menjadi kompeten dalam abad ke-21 ini.

Saran yang dapat saya berikan adalah pemerintah hendaknya harus memperhatikan sekolah-sekolah pada daerah yang masih tertinggal. Pemerintah setidaknya dapat memfasilitasi sekolah-sekolah dan memfasilitasi akses internet agar peserta didik  yang tinggal di desa atau daerah tertinggal dapat efektif dalam mengikuti pembelajaran jarak jauh. Dengan begitu juga, generasi bangsa tidak gagap teknologi (GAPTEK) dan dapat memanfaatkan teknologi dalam mengembangkan kreativitasnya.

Referensi

Buku :

Hidayat, R. 2011. Pengantar Sosiologi Kurikulum. Jakarta : Rajawali Pers.

Sunarto, K. 1993. Pengantar Sosiologi. Jakarta : Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (LPFE).

Santoso, D; Santosa A. 2020. Covid-19 Dalam Ragam Perspektif. Yogyakarta : MBrigde Press.

Jurnal :

Arifa, F. 2020. Tantangan Pelaksanaan Kebijakan Belajar Dari Rumah Dalam Masa Darurat Covid-19. Jurnal Info Singkat, Vol XII, No.7.

Jusuf, R; Maaku, A. 2020. Kurikulum Darurat Covid-19 di Kota Kotamobagu; Fenomena dan Realita Guru Madrasah. Jurnal Ilmiah Iqra, Vol 14, No.2.

Artikel :

_____. 2020. Apa Itu Kurikulum Darurat. Wartaekonomi.co.id : https://www.google.com/amp/s/amp.wartaekonomi.co.id/berita299060/apa-itu-kurikulum-darurat. Diakses tanggal 3 Juli 2021

Humas. 2020. Inilah Kebijakan Pendidikan Pendidikan Selama Masa Pandemi Covid-19. Setgab.go.id : https://setkab.go.id/inilah-perubahan-kebijakan-pendidikan-selama-masa-pandemi-covid-19/. Diaksees tanggal 3 Juli 2021.

Hendayana, Y. 2020. Tantangan Dunia Pendidikan di Masa Pandemi. Dikti.kemdikbud.go.id : https://dikti.kemdikbud.go.id/kabar-dikti/kabar/tantangan-dunia-pendidikan-di-masa-pandemi/. Diakses tanggal 3 Juli 2021.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun