Titip rasa, titip jelaga, titip asmara
Biarkan ia menyatu dengan halimun kata
Karena ini memang tak biasa
Aku lemah olah rana asmara
Namun sayang petir itu pasti datang
Karena memang ku undang
Lamat-lamat terngiang nada sindiran
Ku cari membaui dengusan udara
Kau hanya terdiam juga
Suaramu tak berisik
Sudah diam saja
Biar aku berirama kata
Kan ku tuntaskan hati yang menggelinjang penuh asamara noda
Tak usah kau lerai, apalagi memerah murka
Hirup saja aroma nikmat bercinta kata ini
Aku puas, kau dengar!
kau tak mampu menjawabnya kan?
kau malah tergerus resah, bimbing saja dirimu mengarah padaku
Sini, kan ku robek diam hitamu
Ah, sudahlah, aku mulai resah dengan asmaraku
Panahnya mulai menumpul, runcingnya hanya diawal kau sapa
Kau selau diam
Aku tunggu hingga hitungan matahari terbenam kembali
Bantulah cahayanya menerpa raut wajahku yang mengusam, lapuk
Ya, sesungguhnya hatiku tak pernah mendua
Serombongan raga pernah singgah menyentuh kata
Ku tiadakan kata dua
Karena mereka masih menetap menyapa malamku, tak ku buang
Lumayan buat koleksi sesaat sunyi
Dan mereka ku bodohi
Kau mau jadi yang keberapa? Pertama?
Tak mungkin, hatiku telah mendulangnya berkali-kali
Jangan terbelalak, tutup saja matamu
Mari kita bergemuruh saja dengan rasa yang ada
Tak usah dijabarkan
Biarkan melarut dalam darah, lantas menghitam
Bersungut mantra gelora kasih
Sampai kapan?
Sampai bibirku berbuih
mengeluarkan tanda biru beraromakan melati
Dengarlah wahai cenayang dia tak sanggup mengolah kata buatku
Padahal aku tengah bergelora menanti rasa
Cukup! Lelahku bersambung sesak
Derita rinduku sengaja menjauh
Aku kan menjerit bahagia dari rasa sakit
Hela saja napasmu
Dan biarkan aku menari sinting
Biarkan aku berdiri miring
Segalanya ku persembahkan dalam raga aksara mengunting.
Puas!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H