Mohon tunggu...
Julaikah Subianto
Julaikah Subianto Mohon Tunggu... Guru - Guru di Yayasan Pupuk Kaltim

Menulis itu menyenangkan. Menulis tentang apa saja yang bermanfaat.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Prasangka

9 Juni 2023   10:26 Diperbarui: 9 Juni 2023   10:31 161
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen Komedi


Besok ujian. Buku setebal 361 halaman itu belum kujamah. Aku benci hafalan. Tetapi aku suka menghafal deretan nama-nama mantanku. Aku juga tidak suka peta buta. Tapi aku sering terjerumus cinta buta.  
"Den, ada tamu," kata ibuku.

Pak Sarwo, dosenku yang beristri dua itu sudah duduk manis di ruang tamu.

"Bapak? Mohon maaf, ada apa ya, Pak?" tanyaku.

Pak Sarwo hanya tersenyum nakal.  

"Engga apa-apa, cuma pengin ketemu kamu saja," jawabnya santai.

"Maaf ya, Pak. Saya lagi belajar," kataku sambil menahan emosi.

"Oke, Bapak pulang. Tapi jawab dulu pertanyaan Bapak," kata Pak Sarwo dengan serius.

"Baiklah, Bapak mau tanya apa?" aku mulai geram.

"Apakah kamu bersedia Bapak lamar, Den?" jawab Pak Sarwo.

"Tolong jangan main-main, Pak. Maaf, saya harus belajar," kubanting bukuku di meja tamu.

"Oke, Bapak pulang dulu, sampai ketemu besok, Denok," kata Pak Sarwo sambil melangkah keluar rumah.
 
Malam itu, aku mencoba berdamai dengan emosiku. Berusaha menenangkan diri dan mulai belajar lagi. Namun, tiap kubuka lembaran buku itu, dia malah mengejekku, resek resek resek ....  Akhirnya kutinggalkan meja belajar dan pergi tidur. Daripada belajar dengan pikiran yang kacau. Buang-buang waktu saja.

Pagi harinya, aku buru-buru mandi dan berangkat ke kampus. Sampai di kampus aku sudah terlambat. Ku beranikan diri mengetuk pintu dan meminta izin untuk masuk kelas. Sial. Pak Sarwo yang bertugas menjadi dosen pengawas. Dengan mata genitnya dosen yang "aneh" itu menyilakan aku masuk kelas.

Duduk di   ruang ujian rasanya seperti berada di ruang pengadilan.
Soal ujian pun dibagikan. Aku tidak yakin bisa mengerjakan soal ujian dengan benar. Jantungku berpacu cepat. Aku pasrah. Ya, Tuhan, yang akan terjadi, terjadilah.

Soal ujian ini benar-benar menyiksaku. Sementara aku berpikir keras untuk menjawab soal, Pak Sarwo justru dengan santai mendekatiku, mengambil kartu ujianku, dan menimang-nimang fotoku sambil tersenyum-senyum sendiri. Gila. Rasanya ingin menghardiknya sepuas hatiku. Beruntung aku bisa menahan diri.
 
Akhirnya semua soal selesai kujawab. Benar atau salah aku tidak peduli. Ketika akan keluar kelas, Pak Sarwo mendekatiku.

"Den, nanti malam Bapak ke rumahmu lagi, ya," bisiknya.

Dan memang benar, setelah salat magrib, Pak Sarwo datang bersama seorang pemuda. Perawakannya tinggi  kekar, sorot matanya tajam, dan jambang tipis menghiasi pipinya. Aduhai, rupawan!

"Denok, kenalkan ini teman Bapak," kata Pak Sarwo.

Pemuda itu mengulurkan tangannya. Aku menyambutnya dengan gemetar.

"Bramantya," ucap pemuda itu singakt menyebutkan namanya.
"Denok," aku menjawab dengan dada berdebar-debar.
Sejenak sepi,  suasana pun menjadi kaku.


"Den, sesuai dengan yang Bapak sampaikan kemarin malam. Apakah kamu bersedia Bapak lamar untuk teman bapak ini?" tanya Pak Sarwo.

Duarrrr... seketika aku kelimpungan, seperti ditodong dengan seribu senapan. Aku tidak tahu harus menjawab apa. Pertanyaan yang teramat sulit dijawab, lebih sulit dari soal ujian pagi tadi.

Ujian memang berat. Ujian kuliah, ujian kehidupan, dan ujian ketika dilamar pemuda tampan pada saat sudah punya kekasih.

Bontang, 12 November 2020

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun