"Oke, Bapak pulang dulu, sampai ketemu besok, Denok," kata Pak Sarwo sambil melangkah keluar rumah.
Â
Malam itu, aku mencoba berdamai dengan emosiku. Berusaha menenangkan diri dan mulai belajar lagi. Namun, tiap kubuka lembaran buku itu, dia malah mengejekku, resek resek resek .... Â Akhirnya kutinggalkan meja belajar dan pergi tidur. Daripada belajar dengan pikiran yang kacau. Buang-buang waktu saja.
Pagi harinya, aku buru-buru mandi dan berangkat ke kampus. Sampai di kampus aku sudah terlambat. Ku beranikan diri mengetuk pintu dan meminta izin untuk masuk kelas. Sial. Pak Sarwo yang bertugas menjadi dosen pengawas. Dengan mata genitnya dosen yang "aneh" itu menyilakan aku masuk kelas.
Duduk di  ruang ujian rasanya seperti berada di ruang pengadilan.
Soal ujian pun dibagikan. Aku tidak yakin bisa mengerjakan soal ujian dengan benar. Jantungku berpacu cepat. Aku pasrah. Ya, Tuhan, yang akan terjadi, terjadilah.
Soal ujian ini benar-benar menyiksaku. Sementara aku berpikir keras untuk menjawab soal, Pak Sarwo justru dengan santai mendekatiku, mengambil kartu ujianku, dan menimang-nimang fotoku sambil tersenyum-senyum sendiri. Gila. Rasanya ingin menghardiknya sepuas hatiku. Beruntung aku bisa menahan diri.
Â
Akhirnya semua soal selesai kujawab. Benar atau salah aku tidak peduli. Ketika akan keluar kelas, Pak Sarwo mendekatiku.
"Den, nanti malam Bapak ke rumahmu lagi, ya," bisiknya.
Dan memang benar, setelah salat magrib, Pak Sarwo datang bersama seorang pemuda. Perawakannya tinggi  kekar, sorot matanya tajam, dan jambang tipis menghiasi pipinya. Aduhai, rupawan!
"Denok, kenalkan ini teman Bapak," kata Pak Sarwo.
Pemuda itu mengulurkan tangannya. Aku menyambutnya dengan gemetar.
"Bramantya," ucap pemuda itu singakt menyebutkan namanya.
"Denok," aku menjawab dengan dada berdebar-debar.
Sejenak sepi, Â suasana pun menjadi kaku.
"Den, sesuai dengan yang Bapak sampaikan kemarin malam. Apakah kamu bersedia Bapak lamar untuk teman bapak ini?" tanya Pak Sarwo.
Duarrrr... seketika aku kelimpungan, seperti ditodong dengan seribu senapan. Aku tidak tahu harus menjawab apa. Pertanyaan yang teramat sulit dijawab, lebih sulit dari soal ujian pagi tadi.