Buta warna merupakan istilah umum untuk kasus gangguan persepsi warna. Terdapat dua jenis buta warna: buta warna parsial dan buta warna total. Penderita buta warna parsial mengalami kesulitan  membedakan nuansa warna, sedangkan penderita buta warna total tidak dapat melihat warna tertentu. Buta warna parsial masih dikelompokkan lagi menjadi dua, yaitu buta warna merah-hijau dan buta warna biru-kuning.Â
Tulisan ini, tidak membahas tentang buta warna secara detail. Namun, saya hanya ingin berbagi kisah yang dialami oleh anak lelaki saya yang mengalami gangguan buta warna parsial agar menjadi motivasi bagi yang lainnya. Bahwa gangguan buta warna bukanlah hal yang menakutkan. Jangan menjadikan kelemahan menjadi penghambat cita-cita. Namun, fokuslah kepada potensi yang bisa dikembangkan. Setiap ada kesulitan insya Allah ada kemudahan, yakinlah akan ada jalan yang terbaik sebagai solusinya.
Malam minggu tahun 2008 itu menjadi sejarah yang tidak akan pernah terlupakan. Pada saat itu, Galih, anak saya yang duduk kelas 2 SMA kedatangan seorang teman sekolahnya, Irsyad.
Galih dan Irsyad adalah anak yang baik dan berprestasi di sekolahnya. Mereka berdua terkenal sebagai cowok yang 'cool' dan tidak 'neko-neko' di sekolahnya.
Malam itu, mereka bercengkerama di kamar tidur. Membaca komik dan menonton film animasi menjadi kegiatan refreshing  yang mereka lakukan pada hari libur sekolah. Bahagia rasanya mendengar gelak tawa mereka. Sesekali aku masuk ke kamar untuk mengantarkan minuman dan makanan kecil, serta meyakinkan mereka akan baik-baik saja, tidak melakukan sesuatu yang buruk.
Pukul 10 malam, suasana hening. Tidak terdengar lagi tawa dan celotehan mereka. Aku penasaran, pelan-pelan kuketuk pintu, permisi untuk masuk ke kamar. Betapa kagetnya aku, melihat Galih sedang duduk  di karpet dalam posisi sujud sambil memegangi kepalanya, sedangkan Irsyad terlihat khusuk memandangi layar komputer yang masih menyala.
Jantungku berdegup kencang, khawatir sesuatu yang buruk telah terjadi.
"Kenapa, Kak?" tanyaku tidak bisa menyembunyikan kecemasan.
"Ternyata kami buta warna, Bu," jawab Galih.
"Ya Rabb, tenang dulu, ga usah panik," aku mencoba menenangkan mereka.
"Iya,Tante. Kami tadi buka aplikasi tes buta warna, dan memang benar, kami ga bisa membaca angka-angkanya," kata Irsyad.
"Habis kita, Syad. Buyar sudah rencana kita," kata Galih putus asa.
Pandangannya menerawang jauh, matanya berkaca-kaca.
Beberapa lama, kedua anak itu duduk lemas, seperti orang yang kehilangan harapan.
Namun, hal itu tidak berlangsung lama. Mereka segera menguasai keadaan.
"Ya udah, berarti kita harus berubah haluan. Mencari jurusan yang sesuai dengan kondisi kita, Ga," kata Irsyad yang jago matematika ini dengan tenang.
"Ya benar. Berarti aku beralih ke Teknik Fisika aja," sahut Galih yang nilai pelajaran Kimianya sering mendapat nilai sempurna. Galih menghela napas panjang, berusaha menguatkan diri untuk menerima kenyataan. Mengubur dalam-dalam mimpinya menjadi mahasiswa Teknik Kimia yang tidak menerima seorang mahasiswa dengan gangguan buta warna.
Aku pun merasa lega. Walaupun dari sorot mata mereka masih terlihat kekecewaan yang mendalam.
Bontang, 24 Desember 2020
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI