Mohon tunggu...
Tjung Julai
Tjung Julai Mohon Tunggu... Penulis - Write, write, write

Jadilah kereta api! Terjang-terjang-terjang! Tulis-tulis-tulis!!!

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Membangun Sikap Optimis

21 Januari 2019   09:58 Diperbarui: 21 Januari 2019   10:09 304
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Dalam mengarungi hidup ada berbagai macam peristiwa dapat saja terjadi. Bagaimana kita menyikapi setiap peristiwa yang terjadi dalam hidup kita akan menentukan jalan hidup kita selanjutnya.

Kecenderungan manusia biasanya selalu merespon segala sesuatu dengan pesimis. Pikiran apa yang muncul ketika kita mendengar krisis ekonomi sedang melanda dunia? Ada banyak orang langsung berpikir, hidup akan semakin sulit karena harga-harga barang kebutuhan pasti akan melonjak naik. Hutang negara pasti akan membengkak, jadi mau dilakukan tindakan apa pun kita pasti terkena imbasnya. Peristiwa krisis ekonomi di tahun 1998 di Indonesia menjadi momok yang menakutkan.  

Tapi anehnya pemerintah Indonesia lewat Presiden dan menteri terkait malah menyuarakan hal yang berbeda, Indonesia tidak akan mengalami krisis ekonomi seperti yang pernah terjadi dahulu. Rupiah akan terus menguat. Pemerintah terus menunjukkan sikap optimis bahwa bangsa ini adalah bangsa yang kuat, bangsa yang hebat, yang akan terus berkembang. Di tengah pesimisme yang berhembus, pemerintah tetap setia menghembuskan optimisme.

Dan seperti yang dikatakan oleh pemerintah, itulah yang kini terjadi, Indonesia tidak mengalami krisis ekonomi seperti yang pernah terjadi, rupiah terus menguat, dan perekonomian terus bertumbuh.

 Maka dari itu diperlukan suatu keputusan setiap hari untuk membangun sikap optimis. Tanpa adanya keinginan untuk membangun optimisme, otomatis kita dengan sendirinya sikap pesimis akan menjadi sifat dasar kita.

Berikut adalah hal-hal yang dapat kita lakukan untuk membangun sikap optimis:

1. Miliki pola pikir bahwa setiap masalah/tantangan pasti ada jalan keluarnya.

Dengan beranggapan tidak ada solusi bagi masalah/tantangan yang sedang dihadapinya akan membuat orang otomatis menjadi pesimis akan apa pun juga. Tapi berbeda dengan seseorang yang memiliki pola pikir, seberat apa pun masalah/tantangan yang sedang dihadapinya, pasti ada solusinya. Orang ini dengan sendirinya akan menjadi orang yang memiliki sikap optimis. Apa pun yang sedang dihadapi tidak akan bisa menghentikan perjalanan hidupnya. Dia akan terus melangkah dengan pasti menggapai masa depan yang penuh dengan pengharapan.

Saat rupiah terus mengalami pelemahan terhadap dollar Amerika, orang pesimis akan berkata tidak akan ada solusi untuk permasalahan ini, yang harus dilakukan hanya diam dan pasrah kepada keadaan. Memang inilah yang harus dialami oleh Indonesia. Lalu sibuk menyalahkan pemerintahan yang ada.

Sedangkan mereka yang optimis akan berpikir cara apa yang dapat mereka lakukan untuk membantu penekanan pelemahan terhadap rupiah. Mereka yang mengetok pintu akan dibukakan pintu, mereka yang mencari pasti akan mendapat.

Pemerintah terus melakukan berbagai hal dan menetapkan berbagai kebijakan. Keoptimisan pemerintah disambut oleh beberapa pengusaha besar di Indonesia. Mereka menukarkan mata uang dolar yang mereka miliki ke mata uang rupiah, bahkan ada yang dari dana pribadinya sendiri yang jumlahnya sampai mencapai triliunan rupiah. Bisa dikatakan cara ini sebagai salah satu cara yang berhasil membuat rupiah bangkit kembali.

There is a will, there is a way.

2. Hanya memperkatakan apa yang positif/membangun.

Jika Anda diberikan pilihan untuk memperkatakan hal-hal yang buruk/tidak membangun atau memperkatakan hal-hal yang membangun, mana yang akan Anda pilih?

Sebuah instusi pendidikan di daerah Tangerang, Banten membuat sebuah eksperimen yang melibatkan sekelompok siswa sekolah dasar. Dua buah wadah tertutup berisi nasi putih ditunjukkan oleh sang guru. Di wadah pertama, ditempelkan stiker bergambar emoticon senyum dan satunya ditempel emoticon sedih.

Murid-murid ditugaskan untuk memperkatakan kata-kata positif/membangun di wadah senyum, misalnya: aku sayang kamu, kamu cantik, kamu hebat, dll. Dan sebaliknya kata-kata negatif ke wadah sedih, misalnya: aku benci kamu, kamu jelek, kamu bodoh, dll.

Dalam kurun waktu 10 hari, perbedaan di antara kedua nasi menunjukkan perbedaan. Nasi yang diperkatakan kata-kata positif berwarna putih kekuningan sedangkan nasi yang diperkatakan kata-kata negatif mulai berwarna kehitaman.

Setelah 30 hari, telah terlihat hasil yang sangat signifikan, nasi di wadah yang menerima perkataan positif/membangun akan berisi nasi berwarna kekuningan dengan bau seperti ragi sedangkan nasi di wadah yang menerima perkataan negatif berwarna hitam dan mengeluarkan bau busuk.

Bayangkan jika kita terus memperkatakan kata-kata negatif; aku tidak bisa, aku bodoh, aku tidak mampu, aku gagal, dlsb. Apa yang akan terjadi dalam hidup kita? Kita akan semakin lemah, putus asa, dan kalah.

Tapi sebaliknya, jika kita terus memperkatakan kata-kata positif; aku bisa, aku pandai, aku mampu, aku pasti berhasil, dlsb. Apa yang terjadi pada diri kita? Kita jadi semakin kuat, terus penuh harapan, tidak ada yang bisa menghentikan kita, dan kita akan terus menang setiap hari!

Jangan pernah berhenti dan lelah untuk berkata-kata positif, kita pasti akan menuai hasilnya.

3. Tetap berdoa dan percaya kepada Tuhan.

Mengapa doa menjadi bagian penting dalam membangun sikap optimis? Karena di dalam doa kita bertemu dengan pribadi Yang Maha Kuasa. Dalam kemahakuasaanNya, semua akan terlihat begitu mudah, semua menjadi mungkin yang merupakan esensi dari optimis itu sendiri. Mungkin apa yang sedang kita hadapi nampak begitu sulit, begitu berat, terlalu berat dan pikiran manusia kita tidak dapat menemukan solusi apa pun. Tapi percayalah dalam kemahakuasaanNya, Dia mampu membuka jalan yang tertutup atau membuat jalan baru bagi kita di saat tak ada jalan yang terbuka.

Suka atau tidak, hanya mereka yang optimis yang akan berdaya guna bagi lingkungan, kota, atau bahkan bangsanya. Orang-orang pesimis hanya akan menjadi orang yang mengomentari secara negatif apa yang dikerjakan oleh orang-orang optimis, karena mereka tidak melakukan apa-apa sementara orang-orang optimis sibuk berpikir, bergerak, bekerja untuk mewujudkan sesuatu yang lebih baik bagi keluarganya, lingkungannya, kotanya, bahkan bangsanya.

Di tengah-tengah pesimisme yang dihembuskan, bangsa ini perlu lebih banyak lagi orang-orang optimis yang rela berjuang untuk mewujudkan Indonesia yang maju, berdaulat, adil, setara dan makmur.

"Beri aku 1000 orang tua, niscaya akan kucabut semeru dari akarnya. Beri aku 10 pemuda, niscaya akan kuguncangkan dunia." (Ir. Soekarno)

Salam optimis dari bawah langit kota Jakarta.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun