Pandemi Covid-19 juga memunculkan berbagai inisiatif sosial yang digerakkan oleh milenial melalui media sosial. Mulai dari penggalangan dana untuk tenaga medis dan masyarakat terdampak, hingga kampanye edukasi tentang pentingnya protokol kesehatan.Â
Para konten kreator muda juga berperan aktif dalam menyebarkan informasi yang akurat dan menghibur, membantu masyarakat melewati masa-masa sulit.
Tidak hanya isu-isu global, media sosial juga menjadi wadah bagi milenial untuk memperjuangkan isu-isu lokal. Misalnya, kampanye pelestarian lingkungan, perlindungan hak-hak hewan, atau advokasi untuk kelompok minoritas.Â
Melalui platform digital, mereka dapat mengorganisir aksi-aksi kecil di komunitas mereka, mengumpulkan tanda tangan petisi, dan mempengaruhi kebijakan pemerintah daerah.
Namun, di balik dampak positifnya, penggunaan media sosial untuk tujuan sosial juga memiliki tantangan tersendiri. Hoaks, ujaran kebencian, dan polarisasi semakin marak, mengancam integritas gerakan sosial.Â
Selain itu, ketergantungan yang berlebihan pada media sosial dapat menghambat interaksi sosial di dunia nyata dan menimbulkan masalah kesehatan mental.
Untuk mengatasi tantangan ini, penting bagi para aktivis muda untuk mengembangkan literasi digital yang kuat, memverifikasi informasi sebelum menyebarkannya, dan menjaga etika dalam berinteraksi di dunia maya.Â
Selain itu, kolaborasi dengan berbagai pihak, termasuk pemerintah, organisasi nirlaba, dan media mainstream, juga sangat penting untuk mencapai dampak yang lebih luas.
Dalam konteks Indonesia, berbagai gerakan sosial juga marak di media sosial. Mulai dari kampanye melawan korupsi, pembelaan terhadap hak-hak pekerja, hingga perjuangan untuk keadilan bagi korban pelanggaran HAM.Â
Para aktivis muda Indonesia telah menunjukkan kreativitas dan semangat juang yang tinggi dalam memanfaatkan media sosial sebagai alat untuk perubahan.
Namun, perlu diingat bahwa perjuangan di media sosial bukanlah tanpa risiko. Para aktivis seringkali menghadapi intimidasi, ancaman, dan serangan siber.Â