Pagi Ahad, 20 Oktober 2024, menjadi hari yang istimewa.
Kembali lagi saya menginjakkan kaki di kampung halaman, sebuah desa yang begitu saya rindukan.
Setiap kunjungan, seakan membawa saya pada sebuah pelarian dari hiruk pikuk kota. Di sini, waktu seolah berjalan lebih lambat, dan setiap detik terasa begitu berharga.Â
Udara segar menyambut saya begitu keluar dari kendaraan. Bunyi burung berkicau dan gemericik air sungai menjadi alunan musik alam yang menenangkan.
Rumah-rumah panggung tradisional berdiri kokoh, menjadi saksi bisu akan kearifan lokal yang masih terjaga.
Berjumpa dengan sanak saudara dan tetangga adalah momen yang paling saya nantikan. Keakraban dan kehangatan yang mereka berikan selalu berhasil membuat saya merasa di rumah.Â
Obrolan ringan sambil menikmati secangkir kopi hangat di beranda rumah, menjadi ritual yang tak terlupakan.
Masyarakat desa mayoritas berprofesi sebagai petani. Ladang-ladang hijau membentang luas, menjadi pemandangan yang menyejukkan mata.Â
Proses menanam, merawat, hingga memanen padi dan ubi dilakukan secara gotong royong. Nilai-nilai kebersamaan dan kekeluargaan begitu kental terasa dalam setiap aktivitas mereka.
Dapur-dapur rumah masih menggunakan kayu bakar sebagai bahan bakar utama. Aroma masakan tradisional yang khas begitu menggoda selera.
Sederhana namun kaya akan rasa, itulah ciri khas masakan desa.