Mohon tunggu...
Jujun Junaedi
Jujun Junaedi Mohon Tunggu... Penulis - Penulis dan Pendidik dari Bandung 31324

Pendidik dan pemerhati lingkungan. Aktif mengedukasi di sekolah berwawasan lingkungan di Kota Bandung sejak 1997

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Benarkah Banyak Perempuan di Dunia Dipaksa Menikah Sebelum Mereka Siap?

11 Oktober 2024   08:28 Diperbarui: 11 Oktober 2024   08:35 106
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Konflik dan krisis. Konflik bersenjata, bencana alam, dan krisis kemanusiaan lainnya dapat mendorong peningkatan angka pernikahan dini.

Dalam situasi yang tidak stabil, keluarga mungkin melihat pernikahan sebagai cara untuk melindungi anak perempuan mereka dari bahaya, seperti kekerasan seksual atau eksploitasi. Pernikahan dini dianggap sebagai bentuk jaminan keamanan dan perlindungan.

Konflik seringkali menyebabkan kerusakan infrastruktur dan ekonomi yang parah. Keluarga yang kehilangan mata pencaharian dan sumber daya mungkin merasa terpaksa menikahkan anak perempuan mereka untuk mendapatkan mas kawin atau mengurangi beban ekonomi keluarga.

Dalam situasi krisis, norma sosial dan tradisi seringkali menjadi lebih kuat. Tekanan untuk mempertahankan nilai-nilai tradisional dan menjaga kehormatan keluarga dapat mendorong keluarga untuk menikahkan anak perempuan mereka pada usia dini.

Pernikahan dini yang terjadi akibat konflik dapat memiliki dampak jangka panjang bagi perempuan dan masyarakat. Perempuan yang menikah muda seringkali putus sekolah, mengalami kekerasan dalam rumah tangga, dan memiliki akses yang terbatas terhadap layanan kesehatan.

Untuk mengatasi masalah ini, diperlukan upaya untuk membangun perdamaian, memberikan bantuan kemanusiaan, dan memperkuat sistem perlindungan anak. Pendidikan tentang hak-hak perempuan dan konseling bagi keluarga juga sangat penting.

Peran gender. Pandangan tradisional tentang peran gender yang menempatkan perempuan sebagai pengasuh dan istri seringkali menjadi pembenaran untuk pernikahan dini.

Konstruksi sosial gender yang demikian telah tertanam kuat dalam masyarakat selama berabad-abad, sehingga sulit untuk diubah. Perempuan seringkali dididik sejak dini untuk mengutamakan peran domestik, sementara laki-laki diharapkan menjadi pemimpin dan pencari nafkah.

Pernikahan dini membatasi kesempatan ekonomi perempuan. Mereka seringkali harus meninggalkan sekolah untuk mengurus rumah tangga dan anak-anak, sehingga sulit untuk mendapatkan pekerjaan yang layak dan mandiri secara finansial.

Pernikahan dini seringkali menjadi bagian dari siklus kemiskinan. Perempuan yang menikah muda cenderung memiliki anak lebih banyak dalam usia yang relatif muda, sehingga sulit untuk keluar dari kemiskinan. Hal ini juga dapat memperburuk kondisi kesehatan ibu dan anak.

Untuk mengubah pandangan ini, diperlukan upaya untuk mengubah norma sosial dan budaya. Pendidikan gender, kampanye kesadaran, dan keterlibatan laki-laki dalam mempromosikan kesetaraan gender sangat penting. Selain itu, perlu juga adanya kebijakan yang mendukung pemberdayaan perempuan, seperti akses yang sama terhadap pendidikan dan pekerjaan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun