Mohon tunggu...
Jujun Junaedi
Jujun Junaedi Mohon Tunggu... Penulis - Penulis dan Pendidik dari Bandung 31324

Pendidik dan pemerhati lingkungan. Aktif mengedukasi di sekolah berwawasan lingkungan di Kota Bandung sejak 1997

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Bubur Ayam: Hidangan yang Mencerminkan Nilai-Nilai Gotong Royong

10 Oktober 2024   21:59 Diperbarui: 10 Oktober 2024   22:01 167
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bubur Ayam Legenda Di Kota Semarang | KOMPAS.com/bubur legenda

Tekstur bubur yang lembut dan halus sering dikaitkan dengan sifat yang menenangkan dan penyembuhan. Warna putih pada banyak jenis bubur melambangkan kesucian dan kesederhanaan. Selain itu, bubur sering disajikan dalam mangkuk bersama, yang menjadi simbol persatuan dan kebersamaan.

Dalam banyak tradisi, bubur sering dikaitkan dengan siklus kehidupan. Bubur bayi, misalnya, melambangkan awal mula kehidupan yang baru dan harapan akan masa depan yang cerah. Sementara itu, bubur juga sering disajikan sebagai makanan terakhir bagi orang sakit, sebagai simbol pelepasan dan perjalanan menuju kehidupan selanjutnya.

Filosofi di balik semangkuk bubur mengajarkan kita tentang pentingnya menghargai hal-hal sederhana, saling berbagi, dan menemukan kenyamanan dalam kesederhanaan. Bubur juga menjadi pengingat bahwa makanan tidak hanya sekadar memenuhi kebutuhan fisik, tetapi juga dapat menjadi sarana untuk menghubungkan manusia dengan budaya dan tradisi leluhur.

Pelestarian Nilai Gotong Royong Melalui Bubur

Dalam era modern, nilai-nilai gotong royong semakin terkikis. Namun, dengan terus melestarikan tradisi membuat dan menyantap bubur, kita dapat menanamkan nilai-nilai luhur ini pada generasi muda. Melalui kegiatan membuat bubur bersama, anak-anak dapat belajar tentang pentingnya bekerja sama, berbagi, dan menghargai sesama.

Selain itu, proses membuat bubur bersama juga dapat menjadi momen yang menyenangkan untuk mempererat hubungan keluarga dan komunitas. Dengan duduk bersama, bercanda, dan berbagi cerita sambil menikmati semangkuk bubur hangat, ikatan sosial akan semakin kuat.

Membuat bubur juga dapat menjadi kesempatan untuk mengajarkan anak-anak tentang pentingnya memilih bahan-bahan lokal dan segar. Dengan demikian, kita dapat mendukung petani lokal dan mengurangi jejak karbon.

Banyak budaya yang meyakini bahwa makanan memiliki kekuatan spiritual. Dengan membuat dan menyantap bubur bersama, kita dapat menciptakan energi positif dan rasa syukur atas rezeki yang kita terima.

Mari kita mulai dari hal kecil, seperti mengajak keluarga atau teman untuk membuat bubur bersama di rumah. Dengan demikian, kita turut serta melestarikan tradisi leluhur dan membangun masyarakat yang lebih baik.

Kesimpulan, bubur, lebih dari sekadar makanan, adalah cerminan nilai-nilai luhur masyarakat. Dengan memahami makna yang terkandung di dalamnya, kita dapat lebih menghargai tradisi dan budaya kita. Mari kita terus melestarikan tradisi membuat dan menyantap bubur sebagai bentuk penghormatan terhadap nilai-nilai leluhur kita.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun