Mohon tunggu...
Jujun Junaedi
Jujun Junaedi Mohon Tunggu... Penulis - Penulis dan Pendidik dari Bandung 31324

Pendidik dan pemerhati lingkungan. Aktif mengedukasi di sekolah berwawasan lingkungan di Kota Bandung sejak 1997

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Empati Modal Utama untuk Peduli

15 Agustus 2024   12:41 Diperbarui: 15 Agustus 2024   12:44 131
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam hiruk pikuk kehidupan modern, seringkali kita terjebak dalam rutinitas dan melupakan sesama. Namun, di balik semua kesibukan, ada satu kualitas manusia yang mampu menyatukan kita yakni empati.

Empati adalah kemampuan untuk memahami dan merasakan apa yang orang lain rasakan. Ini berarti kita mencoba menempatkan diri kita pada posisi orang lain, memahami perspektif mereka, dan merasakan apa yang mereka alami.

Empati bukan hanya sekadar mengetahui bahwa seseorang sedang sedih, tetapi juga merasakan kesedihan itu seakan-akan kita sendiri yang mengalaminya.

Kemampuan untuk merasakan apa yang orang lain rasakan menjadi fondasi dari segala bentuk kepedulian.

Ketika kita memiliki kemampuan untuk merasakan apa yang orang lain rasakan, kita secara otomatis terdorong untuk peduli pada mereka. Empati adalah seperti sebuah jembatan yang menghubungkan kita dengan orang lain. Ketika jembatan ini kuat, kita lebih mudah memahami perasaan, pikiran, dan pengalaman mereka.

Mengapa ini penting sebagai fondasi kepedulian?

Pertama, motivasi untuk membantu. Jika kita merasakan kesedihan atau kesulitan yang dialami orang lain, kita akan terdorong untuk memberikan bantuan atau dukungan. Artinya Ketika kita bisa merasakan apa yang orang lain rasakan (empati), secara alami kita akan terdorong untuk melakukan sesuatu untuk meringankan beban mereka. Ini seperti naluri bawaan manusia untuk saling membantu.

Jika kita merasakan kesedihan mereka, kita akan merasa terhubung secara emosional dengan mereka. Ini menciptakan ikatan yang mendorong kita untuk ingin membantu. Merasakan kesulitan orang lain bisa menimbulkan perasaan tidak nyaman dalam diri kita. Untuk mengurangi ketidaknyamanan ini, kita cenderung mencari cara untuk membantu.

Contoh: Ketika kita melihat seorang teman sedang sedih karena putus harapan, empati mendorong kita untuk mendengarkan, memberikan dukungan dan menawarkan bantuan.

Kedua, membangun hubungan yang lebih kuat. Memahami perasaan orang lain membantu kita membangun hubungan yang lebih dalam dan bermakna. Ketika kita mampu memahami perasaan orang lain (empati), kita bisa membangun hubungan yang lebih kuat dan bermakna dengan mereka.

Dikala seseorang merasa bahwa kita memahami mereka, mereka akan merasa lebih terhubung dengan kita secara emosional. Ini menciptakan ikatan yang kuat. Jika kita menunjukkan bahwa kita peduli dengan perasaan mereka, mereka akan lebih mempercayai kita. Kepercayaan adalah fondasi dari setiap hubungan yang sehat.

Contoh: Ketika teman kita sedang merasa sedih, dan kita berusaha memahami mengapa mereka sedih, kemudian memberikan dukungan yang sesuai, mereka akan merasa lebih dihargai dan hubungan kita akan semakin erat.

Ketiga, menghindari konflik. Ketika kita empati terhadap orang lain, kita lebih mudah memahami sudut pandang mereka dan menghindari konflik. Ketika kita memiliki kemampuan untuk merasakan apa yang orang lain rasakan (empati), kita akan lebih mudah memahami mengapa mereka berpikir atau bertindak seperti itu. Pemahaman ini sangat penting untuk mencegah konflik.

Ketika kita memahami perspektif orang lain, kita lebih sedikit membuat asumsi yang salah tentang maksud atau tujuan mereka. Ini mengurangi risiko miskomunikasi yang sering menjadi pemicu konflik. Empati membantu kita menghargai perbedaan pendapat dan sudut pandang. Kita lebih terbuka terhadap ide-ide baru dan lebih toleran terhadap perilaku orang lain.

Contoh: Jika seorang teman merasa kesal karena kita tidak membalas pesan mereka, dengan empati kita akan mencoba memahami mengapa mereka merasa begitu. Mungkin mereka sedang merasa kesepian atau membutuhkan dukungan. Dengan memahami perasaan mereka, kita bisa meminta maaf dan menjelaskan situasi kita tanpa memicu pertengkaran.

Keempat, membentuk masyarakat yang lebih baik. Masyarakat yang penuh empati adalah masyarakat yang lebih harmonis, saling mendukung, dan peduli terhadap sesama. Ketika masyarakat terdiri dari individu-individu yang memiliki kemampuan untuk memahami dan merasakan perasaan orang lain (empati), maka masyarakat tersebut akan menjadi tempat yang lebih baik untuk hidup.

Contoh: Masyarakat yang peduli lingkungan: Masyarakat yang memiliki empati terhadap lingkungan akan lebih peduli terhadap keberlanjutan alam dan berusaha untuk mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan.

Jadi, intinya adalah kemampuan untuk merasakan apa yang orang lain rasakan (empati) adalah seperti benih yang ditanam di dalam hati kita. Dari benih ini tumbuh rasa peduli, kasih sayang, dan keinginan untuk membantu sesama.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun