Akibat dari perceraian atau perpisahan, terutama bagi mereka yang memiliki keturunan atau anak sangat berdampak terhadap perkembangan anak itu sendiri.
Tidak sedikit anak mendapat dampak kurang baik, jika orang tua mengalami perceraian. Paling sederhana dan mudah dilihat adalah dampak psikologi anak yang mengalami kebimbangan untuk memilih dua pilihan, apakah mau ikut bersama ibu atau ayah.
Dua pilihan ini yang mestinya tidak perlu terjadi, karena naluri seorang anak pada dasarnya adalah ingin hidupnya bahagia bersama kedua orang tuanya.Â
Mungkin, tidak ada satupun di dunia ini seorang anak yang menginginkan orang tuanya berpisah, tetapi sebaliknya seorang anak menginginkan hidupnya bahagia bersama orang tua.
Namun, faktanya di masyarakat bahwa perceraian atau perpisanan masih tetap ada, bahkan belakangan ini menurut data tingkat perceraian sangatlah tinggi, sehingga tidak sedikit anak menjadi korban.
Untuk itu, para orang tua yang mengalami perceraian haruslah bersikap bijaksana untuk menghadapi hal ini demi kebaikan dan kebahagian anak.Â
Para orang tua tidaklah pantas menjadi seorang yang egois alias ingin bahagia dan mempertahankan keinginan sendiri tanpa mempertimbangan dam memperhatikan kelangsung hidup anak.
Perceraian atau perpisahan memang tidak mudah bagi orang tua maupun anak-anak. Namun, demi kebahagiaan dan perkembangan anak, menjalin hubungan yang sehat dengan mantan pasangan adalah hal yang penting untuk diusahakan.
Berikut beberapa tips untuk membantu Anda untuk menangani masalah di atas:
1. Prioritaskan Kebutuhan Anak
Fokuslah pada kesejahteraan anak dan letakkan kebutuhan mereka di atas kepentingan pribadi Anda dan mantan pasangan.
Bekerjasamalah untuk menciptakan lingkungan yang stabil dan penuh kasih sayang bagi anak-anak dan berusaha menghindari konflik atau pertengkaran di depan anak, dan bicarakan masalah orang dewasa secara terpisah.
2. Komunikasi yang Terbuka dan Jujur
Jalinlah komunikasi yang terbuka dan jujur dengan mantan pasangan mengenai hal-hal yang berkaitan dengan anak.
Dengarkan dengan seksama dan hormati pendapat satu sama lain, meskipun berbeda. Hindari saling menyalahkan atau mengungkit masa lalu yang menyakitkan.
3. Tetapkan Batasan yang Jelas
Tetapkan batasan yang jelas mengenai bagaimana Anda dan mantan pasangan akan berinteraksi dan berkomunikasi.
Hal ini dapat mencakup batasan tentang topik yang boleh dan tidak boleh dibahas, serta frekuensi dan cara komunikasi. Pastikan batasan yang ditetapkan dipahami dan disetujui oleh semua pihak.
4. Hargai Perbedaan
Sadarilah bahwa Anda dan mantan pasangan mungkin memiliki cara yang berbeda dalam mengasuh anak. Hormati perbedaan tersebut dan cobalah untuk menemukan solusi yang terbaik untuk anak Anda.Â
Bersikaplah fleksibel dan bersedia berkompromi demi kebahagiaan anak.
5. Libatkan Anak dalam Proses
Seiring bertambahnya usia anak, libatkan mereka dalam proses pengambilan keputusan yang berkaitan dengan mereka.
Berikan kesempatan kepada mereka untuk mengungkapkan pendapat dan perasaannya. Dengarkan dengan seksama dan hormati apa yang mereka katakan.
6. Cari Bantuan Profesional
Jika Anda dan mantan pasangan mengalami kesulitan dalam menjalin hubungan yang sehat, jangan ragu untuk mencari bantuan profesional.Â
Seperti, seorang terapis atau konselor dapat membantu Anda dalam mengkomunikasikan dan menyelesaikan masalah dengan lebih efektif.
Ingatlah bahwa membangun hubungan yang sehat dengan mantan pasangan demi kebaikan anak membutuhkan usaha, kesabaran, dan komitmen.Â
Jadi, dengan fokus pada kebutuhan anak dan saling menghormati, Anda dapat menciptakan lingkungan yang positif dan suportif bagi anak-anak Anda untuk tumbuh dan berkembang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H