Mohon tunggu...
Jumari (Djoem)
Jumari (Djoem) Mohon Tunggu... Seniman - Obah mamah

Hidup bergerak, meski sekedar di duduk bersila.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Yuk Bermain

16 Juli 2011   18:23 Diperbarui: 26 Juni 2015   03:37 506
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_123215" align="alignleft" width="409" caption="Siteran in Action (Sumber: http://www.antarafoto.com)"][/caption]

Bermain, bersuka cita, bersenandung, berjingkat, salto sampai nangis deh biasanya yang pernah saya alami di masa kecil. Di bawah cahaya bulan purnama bermain jelungan, di siang hari bermain dengan rumput, kerbau dan sapi. Di sore hari bermain dengan kawan di sendang bertelanjang ria, begitu juga di pagi harinya. Masa kecilku tak lepas dari permainan yang mewajibkan tetap bersama-sama. Berbagi, olok-olokan sampai bertengkarpun, besoknya bersama lagi. Perbedaan tak jadi masalah, yang penting kitanya bermain, bertengkar dan berdamai lagi. Begitu seterusnya, sampai aku masuk di bangku SD.

Rupanya kehidupan ini tidak bisa lepas dari kebersamaan, berbagi dan saling menaruh perhatian. Ini di lingkungan saya, sampai-sampai bermain musikpun juga membutuhkan kebersamaan, perhatian terhadap yang lain dan rasanya di samakan. Itulah bermain gamelan bersama. Jika salah seorang membunyikan instrumen lebih keras sedikit maka akan terasa ga nyaman. Jika seorang memukul notasi yang berbeda maka jadinya tak selaras, dan jika seorang berjalan dengan ritme yang berbeda juga terasa tak enak di dengar. Ada apakah dengan kebersamaan? Hingga dalam segala tradisi dan adatpun harus dilakukan dengan cara bersama-sama juga. Dengan semangat gotong-royong, dengan sukacita bersama. Tidak ada perbedaan, yang kaya juga harus terjun membantu membersihkan got bersama, mendirikan rumah bersama, kenduri bersama, kondangan bersama dan sholat di masjid bersama, serta masih banyak hal kebersamaan lagi.

[caption id="attachment_123216" align="alignleft" width="280" caption="Satu Set Gamelan Slendro"]

131083983533104703
131083983533104703
[/caption]

Adakah semangat yang melebihi kebersamaan? Katakan padaku bagaimana caranya. Baru sekarang aku sadar kenapa instrumen gamelan dibuat sebegitu banyak. Ternyata demi kebersamaan juga. Kenapa orang nabuh gamelan harus duduk? Tidak berjingkat seperti orang bermain musik pada umumnya? Mana ekspresinya? Konsep meditasilah penyebabnya. Bermain gamelan di butuhkan konsentrasi kebersamaan. Telinga dipasang erat pada tiap pola dan style ritme maupun nada yang dimainkan oleh teman yang lain. Sehingga tidak bisa berjingkat atau dengan penuh ekspresi. Penonjolan pada karakter tertentu hanya akan menghilangkan rasa keharmonisan nada-nada yang dicoba adu dombakan dalam sebuah permainan rasa. Itulah sebabnya kenapa seorang musisi gamelan di sebut yogo. Berasal dari yoga, yang artinya meditasi, dan karena ini pula maka sikap musisi gamelan selalu anteng (tenang) dan sembari duduk.

Berarti ga berekspresi donk?

Siapa bilang? Ekspresi tidak harus lewat gerakan ataupun stand up atau gaya seperti Bung Roma Irama bermain guitar elektrik. Ekspresi musisi gamelan terletak dalam sanubari. Seberapa keras, dan seberapa lembut harus memukul instrumen itulah salah satu letak ekspresinya. Terlalu keras akan menimbulkan unharmonis rasa keras lirih. Bukan masalah volume, tetapi masalah kepekaan. Jaman dahulu tidak menggunakan sound system, tetapi semua bisa mendengar dan terdengar. Ah itu sih masalah iklik jaman yang masih sepi. Siapa bilang? Itu masalah kepekaan. Di Solo ada sebuah group karawitan khusus untuk acara meditasi namanya "muryoraras" mereka tiap prakteknya tidak menggunakan sound system, tetapi cukup dalam ketenangan dan suara selembut rebabpun (semacam alat gesek tradisi) terdengar.

[caption id="attachment_123219" align="aligncenter" width="391" caption="Musisi dan Rebab (Koleksi Pribadi)"]

13108403251012392211
13108403251012392211
[/caption]

Ah itu namanya ga fangky brow, kurang kuat daya tariknya, kurang ngehhhhhh gitu. Saya jawab, hahag...khas ketawa saya. Ada pepatah mengatakan, air beriak tanda tak dalam. Cukup diam, tetapi di dalam sana menghanyutkan. Coba dengerin musik gamelan, bagi yang kurang peka pasti tertidur lelap. Ini berarti mengandung sebuah mukjizat nada yang mampu meneror syarat orang untuk lemas dan cepet tidur. Tapi bagi yang mampu merasakan, seperti mendapatkan ketenangan jiwa. Ada teman saya dari Ceko, namanya Lucia, baru setahun tinggal di Indonesia. Awal datang langsung saya ajak ke desa tempat saya mengajar gamelan, dan buktinya, dia tersenyum dan bilang "amazing, ini musik syurga".

Ah itu kan karena mereka sudah bosan mendengar yang breng-brengan. Ada betulnya pernyataan ini, tetapi kenyataan dia minta dimainkan lagi, dan sekarang terpaksa saya harus meluangkan waktu mengajarinya bermain rebab. Cape deh, itu instrumen yang sulit, karena ga ada crepnya, seperti violin, nadanya harus berlatih tiap hari agar ketemu tepat dan terasa enak.

Gamelan Kuna, beraninya berjamaah

Tidak juga. Dalam tradisi musik gamelan dikenal istilah gadhon (seperti kecapi sulingnya orang Sunda). Yaitu permainan instrumentalia. Biasanya hanya menampilkan instrumen-instrumen garap (intrumen penting yang mengarahkan permainan nada), seperti rebab, gender, gambang, siter, suling, slenthem. Instrumen ini pencipta suara lembut, kecuali suling. Karena karakternya yang lembut maka dia diberi tugas membawakan melodi rumit guna mengarahkan permainan nada.

Selain gadhon ada juga yang buat ngamen yaitu siteran. Siteran ini biasanya hanya menggunakan instrumen kendhang dan siter (seperti kecapi, tetapi lebih kecil). Biasanya dilakukan oleh tiga orang, 2 cowok dan 1 cewek. Cowok sebagai pemain instrumen, sedangkan si cewek bersenandung tentang sindhen. Sindhen itu termasuk instrumen loh kalau dalam ranah Karawitan Jawa, dia itu tidak nyanyi, karena dia tidak beritme, serta lagunya itu disebut wangsalan, berisi pitutur (ajaran-ajaran) kehidupan. Berbeda dengan bernyanyi yang sudah metris, ketukannya ada dan sesuai dengan tempo.

Brow, bisakah bermain gamelan sendiri? Saya jawab, hahag ... ciri khas ketawa saya. Tentu bisa, seperti violin sebelum dimainkan dalam orkestra, seperti alto, seperti flute dan instrumen lain sebelum dimainkan dalam sebuah konser musik kan mereka berlatih mandiri. Nah main gamelan sendiri itu ya saat latihan itu. Bahkan saya sendiri pernah bermain gamelan tanpa gamelan. Hanya dengan alat pukul, terus teras saya gambari menyerupai instrumen yang saya latih, sembari mulut komat-kamit membaca mantra notasi.

So, gamelan juga individual dong? Hahag,,,siapa bilang? Tentu tidak, ciri utama permainan musik karawitan (gamelan) adalah kebersamaan menyatukan rasa dalam mengolah sebuah permainan nada yang terbingkai dalam sebuah balungan (nada dasar). Kalau tidak percaya, coba dengarkan permainan siteran di sini,lalu instrumentalia yang saya tautkan di sini. Dan bandingkan dengan pentas karawitan utuh di sini. Pasti akan lebih terasa nyawa nada dan permainannya di karawitan utuh. So, ayo bermain bersama.

Untuk ketarangan instrumen gamelan lebih lanjut silahkan click di bawah ini:

http://sosbud.kompasiana.com/2010/01/21/wayang-kulit-purwa-3-instrumen-musik-gamelan-jawa

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun