Mohon tunggu...
Jufran Helmi
Jufran Helmi Mohon Tunggu... Wiraswasta -

Dimana bumi dipijak di situ langit dijunjung.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Cerita tentang Allepo

21 Desember 2016   11:17 Diperbarui: 21 Desember 2016   11:28 274
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sekitar pertengahan Mei 2005, saya berada di Suriah. Melalui perjalanan darat dari 'Amman, Yordania, saya dan beberapa orang kawan memasuki Suriah dari kota Daraa, kota paling selatan Suriah, dekat perbatasan dengan Yordania.

Ketika itu, sedikitpun tidak ada rasa cemas di hati kalau nanti di jalan akan dibom, diteror, atau akan menemukan mayat-mayat tak terurus bergelimpangan.

Betapa indahnya perjalanan menelusuri jalan pegunungan subur yang ditumbuhi pohon-pohon zaitun. Di setiap kota kecil yang kami lintasi, bangunan tua berdinding bata, bergaya kombinasi Romawi Byzantium dan Kesultanan Usmaniah zaman dahulu kala, mencolok mata. Orang berjalan hilir mudik dengan riang gembira memanfaatkan jam siang musim panas yang lebih panjang.

Kira-kira 3 jam kami sampai di Damaskus. Agak lelah memang. Kami menginap di sebuah apartemen tua sewaan tiga lantai. Kami menziarahi Mesjid Umawi yang tak jauh dari apartemen itu, menziarahi makam Nabi Yahya yang ada di dalam mesjid, dan kami ikut shalat maghrib berjamaah di sana. Tidak lupa, kami menelusuri pasar Hamidiyah yang panjangnya hampir setengah kilometer. Kami tidak lupa menziarahi Bab As-Saghir, komplek pemakaman banyak sekali shahabat-sahabat nabi Nabi don ulama-ulama besar Islam tempo dulu.

Karena tidak puas hanya menengok Damaskus, kami lanjutkan perjalanan menuju Homs, kota yang berjarak tidak kurang 200 km ke arah utara dari Damaskus. Kami singgah agak lama, shalat di Masjid Khalid bin Walid, mesjid yang namanya diambil dari nama seorang shahabat Nabi yang bergelar "Pedang Allah", Khalid bin Walid yang makamnya ada di sana. Mesjid itu mempunyai beberapa kubah, dan salah satunya tepat di atas makam sahabat Nabi yang mulia itu.

Setelah melanjutkan perjalanan dari Homs, akhirnya kami sampai di Allepo, 200 km lagi ke utara Homs, kota penting Suriah bagian utara. Letaknya tak jauh dari perbatasan Suriah dan Turki.

Rasanya, ketika itu, Allepo tidak begitu terkenal seperti Damaskus. Yang saya tahu sebelum berangkat ke Suriah hanya Damaskus, pusat pemerintahan Bani Umayyah. Sama sekali tidak pernah terpikir kalau ada kota yang bernama Allepo.

Kota tua itu memang mempesona karena situs-situs bersejarahnya terawat baik. Citadel, istana peninggalan Romawi yang mungkin dibangun ribuan tahun lalu, berdiri sebagai alun-alun kota dikelilingi jalan raya, dikunjungi banyak turis. Tapi, perawatan situs bersejarah di Suriah tidak hanya terjadi di Allepo, tapi juga di Homs, dan lebih-lebih di Damaskus. Hanya Damaskus yang kesohor.

Tapi, kini Allepo menjadi begitu terkenal.

Dulu sekali, sebenarnya, di zaman Romawi, Allepo pernah sangat terkenal karena berada di perlintasan jalur sutra perdagangan dari benua Eropa menuju Asia tengah. Di tempat itu saudagar-saudagar Arab pra Islam membeli dan menjual barang dagangan. Konon kabarnya, kafilah dagang Quraisy sampai ke Allepo berniaga.

Di zaman Kesultanan Usmaniah, Allepo dibangun besar-besaran. Allepo menjadi kota ketiga terbesar di seluruh wilayah kekuasaan Usmaniah setelah Istanbul dan Kairo. Ekonomi dan keuangan Usmaniah dipusatkan di sini.

Sejalan dengan semakin memudarnya Kesultanan Usmaniah dan wilayahnya tepecah menjadi republik atau dinasti kecil-kecil, nama Allepo pun hilang.

Sepeti tiba-tiba saja, kini Allepo kembali terkenal. Namanya diberitakan, setiap hari di TV sejak menjadi kancah perang. Konflik yang dimulai sejak 2011 di sana telah menyorot perhatian dunia, perhatian kita semua. Nama Allepo mencuat.

Awalnya, yang terjadi di sana hanyalah unjuk rasa sekelompok orang yang kecewa pada berbagai kebijakan yang dibuat pemerintah Bashar Asaad. Label rezim, label zalim, dan label-label lain ditempelkan padanya. Pemerintah meradang, kehilangan keseimbangan. Demonstran membrutal. Unjuk rasa itu tidak bisa dikendalikan sehingga membesar dan terus membesar sehingga melahirkan kerusuhan.

Kelompok tentara bersenjata yang menginginkan kekuasaan mendompel segera ke dalam kelompok sipil demosntran yang tidak bersenjata itu. Pemuda yang tidak pernah pegang senjata seumur hidup ujug-ujung menjadi heroik ketika dipinjamkan pistol.

ISIS yang sukses di Irak dengan aksi bom bunuh dirinya ingin pula mengulang kesuksesan itu dengan mengambil peluang, menangguk di air nan keruh, untuk memperluas caplokannya ke Suriah. Yang tadinya bernama Islamic State for Iraq, sekarang berubah menjadi Islamic State for Iranq and Syiria.

Suku minoritas Kurdi yang telah lama ingin merdeka langsung uji nyali dengan memberontak dan memerdekakan diri, kalau-kalau pemerintah sedang sibuk mengurus para oposisi dan teroris.

Setelah meluasnya konflik-konflik multi arah, muti motivasi, dan muti kepentingan itu, tidak ada lagi unjuk rasa atau demo. Yang tersisa kemudian adalah kerusuhan demi kerusahan mengerikan yang menumpahkan darah dan air mata di mana-mana. Allepo menjadi kawah Candradimuka. Semua isinya menggelegak. Tubuh terkoyak, terkapar, di jalan menjadi pemandangan biasa.

Dunia internasional bukannya mendamaikan, tapi malah ambil bagian dalam konflik berdarah itu. Rusia ikut-ikutan, Iran dan Lebanon tidak mau ketinggalan. Saudi dan Turki tidak puas kalau sekedar netral-netral saja. Bukan Amerika namanya kalau tidak ikut mengompori. Hadew ....., Mak. Semua ikut ribut. Seperti ada sesuatu yang tersembunyi di sana yang mereka perebutkan. Entah apa yang menarik di negara kecil Suriah itu.

Nafsu angkara murka semua pihak tak terbendungkan lagi. Marah beradu dendam. Caci dibalas maki hinga menjadi caci-maki. Senapan diisi peluru, bom disiapkan, dan parang-parang diasah. Meriam meledak, darah mengalir. Ratap dan tangis anak-anak yang terluka yang menggigil kedinginan, menggaung-gaung di langit Allepo tanpa ada yang peduli. Lolongan suara orang tua yang minta tolong dari balik reruntuhan rumah mereka memenuhi Suriah. Tidak ada lagi tidur nyenyak di seluruh Suriah, Yang ada hanyalah jaga dengan senjata di balik bantal.

Apa yang saya lihat di Allepo dulu tahun 2005 tidak akan dijumpai lagi sekarang. Menara Mesjid Agung Allepo yang dulu sempat kami jadikan tempat berlindung dari terik matahari musim panas yang menyengat kini telah roboh menjadi bongkahan-bongkahan bata.

Di pasar tua Allepo, pasar kuno yang ramai, dulu saya sempat membeli sebuah jubah muslimah untuk istri. Jubah berbahan satin yang dikombinasi wol itu masih ada sampai sekarang karena jarang dipakai. Tapi, kini, lorong panjang pasar dengan langit-langit tinggi melengkung yang dibangun dari susunan bata, tempat saya tawar menawar harga dengan pedagangnya, sudah jadi puing-puing. Kini sunyi dan menakutkan.

Di Homs juga demikian. Entah kapan masjid yang di dalamnya dimakamkan pedekar Islam Khalid bin Walid itu dapat dibangun kembali. Kubah di atas makam sahabat Nabi yang mulia itu telah runtuh ke bumi bersama dengan ratusan bangunan bersejarah lainnya. Bangunan mesjid yang diberi loreng abu-abu itu sudah miring dihantam granat. Burung merpati jinak yang biasanya mengerubungi pengunjung sudah tidak tampak lagi hari ini.

Tidak ada senyum ceria dan canda lagi di Allepo, Homs, dan kota-kota lain di Suriah.

Ya Allah, jangan Engkau biarkan hati kami tertutup lama sehingga kami terus menerus diperbudak hawa nafsu kami sendiri. Biarkan air mata kami mengalir membasahi pipi, meminta-minta pada Mu agar Engkau kembalikan kesadaran betapa indahnya hidup berkasih sayang sesama kami.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun