Mohon tunggu...
Jufran Helmi
Jufran Helmi Mohon Tunggu... Wiraswasta -

Dimana bumi dipijak di situ langit dijunjung.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Cerita tentang Allepo

21 Desember 2016   11:17 Diperbarui: 21 Desember 2016   11:28 274
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sejalan dengan semakin memudarnya Kesultanan Usmaniah dan wilayahnya tepecah menjadi republik atau dinasti kecil-kecil, nama Allepo pun hilang.

Sepeti tiba-tiba saja, kini Allepo kembali terkenal. Namanya diberitakan, setiap hari di TV sejak menjadi kancah perang. Konflik yang dimulai sejak 2011 di sana telah menyorot perhatian dunia, perhatian kita semua. Nama Allepo mencuat.

Awalnya, yang terjadi di sana hanyalah unjuk rasa sekelompok orang yang kecewa pada berbagai kebijakan yang dibuat pemerintah Bashar Asaad. Label rezim, label zalim, dan label-label lain ditempelkan padanya. Pemerintah meradang, kehilangan keseimbangan. Demonstran membrutal. Unjuk rasa itu tidak bisa dikendalikan sehingga membesar dan terus membesar sehingga melahirkan kerusuhan.

Kelompok tentara bersenjata yang menginginkan kekuasaan mendompel segera ke dalam kelompok sipil demosntran yang tidak bersenjata itu. Pemuda yang tidak pernah pegang senjata seumur hidup ujug-ujung menjadi heroik ketika dipinjamkan pistol.

ISIS yang sukses di Irak dengan aksi bom bunuh dirinya ingin pula mengulang kesuksesan itu dengan mengambil peluang, menangguk di air nan keruh, untuk memperluas caplokannya ke Suriah. Yang tadinya bernama Islamic State for Iraq, sekarang berubah menjadi Islamic State for Iranq and Syiria.

Suku minoritas Kurdi yang telah lama ingin merdeka langsung uji nyali dengan memberontak dan memerdekakan diri, kalau-kalau pemerintah sedang sibuk mengurus para oposisi dan teroris.

Setelah meluasnya konflik-konflik multi arah, muti motivasi, dan muti kepentingan itu, tidak ada lagi unjuk rasa atau demo. Yang tersisa kemudian adalah kerusuhan demi kerusahan mengerikan yang menumpahkan darah dan air mata di mana-mana. Allepo menjadi kawah Candradimuka. Semua isinya menggelegak. Tubuh terkoyak, terkapar, di jalan menjadi pemandangan biasa.

Dunia internasional bukannya mendamaikan, tapi malah ambil bagian dalam konflik berdarah itu. Rusia ikut-ikutan, Iran dan Lebanon tidak mau ketinggalan. Saudi dan Turki tidak puas kalau sekedar netral-netral saja. Bukan Amerika namanya kalau tidak ikut mengompori. Hadew ....., Mak. Semua ikut ribut. Seperti ada sesuatu yang tersembunyi di sana yang mereka perebutkan. Entah apa yang menarik di negara kecil Suriah itu.

Nafsu angkara murka semua pihak tak terbendungkan lagi. Marah beradu dendam. Caci dibalas maki hinga menjadi caci-maki. Senapan diisi peluru, bom disiapkan, dan parang-parang diasah. Meriam meledak, darah mengalir. Ratap dan tangis anak-anak yang terluka yang menggigil kedinginan, menggaung-gaung di langit Allepo tanpa ada yang peduli. Lolongan suara orang tua yang minta tolong dari balik reruntuhan rumah mereka memenuhi Suriah. Tidak ada lagi tidur nyenyak di seluruh Suriah, Yang ada hanyalah jaga dengan senjata di balik bantal.

Apa yang saya lihat di Allepo dulu tahun 2005 tidak akan dijumpai lagi sekarang. Menara Mesjid Agung Allepo yang dulu sempat kami jadikan tempat berlindung dari terik matahari musim panas yang menyengat kini telah roboh menjadi bongkahan-bongkahan bata.

Di pasar tua Allepo, pasar kuno yang ramai, dulu saya sempat membeli sebuah jubah muslimah untuk istri. Jubah berbahan satin yang dikombinasi wol itu masih ada sampai sekarang karena jarang dipakai. Tapi, kini, lorong panjang pasar dengan langit-langit tinggi melengkung yang dibangun dari susunan bata, tempat saya tawar menawar harga dengan pedagangnya, sudah jadi puing-puing. Kini sunyi dan menakutkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun