Mohon tunggu...
Jufran Helmi
Jufran Helmi Mohon Tunggu... Wiraswasta -

Dimana bumi dipijak di situ langit dijunjung.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Pohon Jelutung

22 April 2012   12:21 Diperbarui: 25 Juni 2015   06:17 923
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di sekeling kolam itu, orang sengaja memasang dinding dari anyaman bambu yang rapat. Siapapun yang mandi tidak terlihat dari luar.  Di samping dinding keliling itu, ada pula dinding pembatas  antara tempat mandi kaum laki-laki dan perempuan.  Walaupun semua yang mandi menggunakan kain basahan,  tak seorangpun makhluk yang berbeda kelamin itu bisa saling mengintip.

Agar lebih kedap pandang, dinding-dinding bambu itu sengaja dipasang berlapis dua. Di celahnya diberi pula ijuk yang tebalnya hampir sejengkal.  Dinding kolam itu memang tidak kedap suara karena beratapkan langit, Tapi, dinding itu jelas kedap pandang dari sebelah menyebelah. Inilah karya peradaban hebat orang-orang Bayur berlandas adat dan syariat.

Sore itu, di tengah-tengah keasyikan Sutan di atas jelutung, tanpa disadari Sutan, di sore itu, Bujang Kureh berjalan di bawah jelutung itu. Kureh menoleh ke atas setelah ia dikejutkan oleh sebuah ranting yang jatuh. Awalnya, Kureh mengira kalau di atas ada siamang . Tak disangkanya makhluk yang dikiranya binatang itu ternyata orang. Hampir saja seekor kodok bisa meloncat ke mulut Kureh yang tenganga karena herannya.

"Sedang apa dia?" bisik Kureh sambil ia beringsut pelan, bersembunyi ke belakang sebatang mahoni besar.

Jantungnya berdetak kencang dengan nafas yang terengah-engah seperti orang yang baru saja dikejar babi hutan. Lama juga ia bersembunyi di sana membuat berbagai analisa. Sambil berkali-kali memukul-mukul telunjukknya ke batang mahoni itu, ia menarik nafas dalam-dalam. Telah lama ia penasaran di mana Sutan menuntut ilmu hebat itu.

Sore itu, bagaikan seorang agen CIA yang baru saja menemukan tempat persembunyian seorang teroris , Kureh berseru dalam hati, “Nah, ini dia.”

Ia pun diam-diam pergi dari sana. Baginya, Sutan sudah jadi tersangka. Ia padukan semua bakatnya dalam bidang intelijen dan jurnalistik.  Ia gunakan kemampuannya menautkan fakta yang satu dengan yang lain.

Berhari-hari, setelah itu, kureh melakukan pengintaian.

Di suatu pagi, ketika Sutan sedang sibuk di pantai Bayur, memenuhi pesanan memanjat kelapa, diam-diam Kureh pergi ke arah jelutung keramat itu. Ia nekat memanjat. Walaupun belum selihai Sutan, pemuda kurus yang jarang memanjat itu sampai juga di persimpangan dahan.

Setelah duduk sambil mengendalikan nafasnya yang sudah sesak, matanya mengintai seluruh horison kampung Bayur.

“Wow, pantaslah kalau Sutan ke sini tiap petang.,” bisik Kureh sambil berdecak, takjub pada kecerdasan Sutan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun