Mohon tunggu...
Judith Brenda
Judith Brenda Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Analisis Semiotika Kampanye #ProtectParadise Greenpeace

1 Oktober 2017   12:38 Diperbarui: 1 Oktober 2017   12:48 2927
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar 1: Visualisasi campaign#ProtectParadise oleh Greenpeace.

BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Procter & Gamble (P&G) merupakan sebuah perusahaan multinasional yang memproduksi produk untuk keluarga, produk perawatan pribadi, dan produk rumah tangga lainnya. P&G membawahi banyak brand dari berbagai kategori produk. Beberapa brand ternama yang berada dibawah P&G yaitu seperti Downy, Gillette, Herbal Essences, Oral-B, Pampers, Pantene, Rejoice, Olay, Head & Shoulders, Ambipur, dan masih banyak lagi. Meskipun dibangun dari banyak brand yang juga memiliki cara yang berbeda dalam melayani konsumen, P&G memiliki sebuah visi utama untuk setiap brand yang dibawahinya yaitu "making people's life a little easier".Perwujudan dari tujuan utama P&G dapat dilihat dari kategori produk yang diproduksi seperti shampoo, pasta gigi, skin care,obat-obatan, deterjen, pembalut, dan masih banyak lagi produk yang dekat dengan kegiatan sehari-hari konsumennya.

Pada tahun 2014, salah satu anak brandP&G terkena isu forest destruction. Brand yang dimaksud adalah Head & Shoulders (H&S), yaitu brand dari kategori produk shampoo. P&G bertubi-tubi mendapat tekanan dari berbagai pihak yang menuding bahwa bahan baku produksi H&S berasal dari kebun kelapa sawit yang bermasalah. 

Salah satu publik yang aktif menyuarakan ketidaksetujuannya terhadap langkah P&G ini adalah Greenpeace. Greenpeace merupakan organisasi global independen yang melalui kampanye berupaya untuk mengubah sikap serta perilaku masyarakat global untuk melindungi dan melestarikan lingkungan. Hasil penyelidikan Greenpeace selama setahun menunjukkan bahwa P&G mendapatkan minyak sawit sebagai bahan bakunya dari salah satu perusahaan yang berkontribusi besar terhadap kerusakan hutan di dunia.

Menanggapi skandal P&G tersebut, Greenpeace membuat sebuah campaignbertajuk #ProtectParadise. Campaign ini secara spesifik ditujukan kepada H&S melalui pesannya yang berbunyi "HEY head & shoulders... I DON'T WANT FOREST DESTRUCTION IN MY SHOWER!".Visualisasi campaignberupa gambar wajah perempuan dari bagian mata ke atas yang bagian rambutnya digantikan dengan gambar eskavator dan bekas-bekas penebangan hutan. Alis perempuan tersebut pun terlihat mengkerut kedalam.

Melihat adanya tanggapan Greenpeace terhadap isu lingkungan yang kemudian divisualisasikan dalam bentuk campaign ini, saya tertarik untuk mengkaji lebih dalam makna dibalik visualisasi tersebut. Untuk menggali lebih dalam fenomena komunikasi visual yang terkait lingkungan ini, maka saya akan menganalisisnya dengan konsep semiotika milik Roland Barthes baik secara visual campaign, maupun secara tekstual melalui pesan yang disampaikannya.

Rumusan Masalah

  • Bagaimana analisis semiotika terhadap campaign#ProtectParadise Greenpeace melawan forest destructionoleh P&G?

BAB II

TEORISASI

Semiotika

Semiotika dapat didefinisikan sebagai pengkajian tanda-tanda (the study of signs) atau studi atas kode-kode, yaitu sistem apapun yang memungkinkan kita memandang entitas-entitas tertentu sebagai tanda-tanda atau sebagai sesuatu yang bermakna (Scholes, 1982: ix; Budiman, 2011: 3). Dalam kata lain, semiotika adalah ilmu tentang tanda. 

Semiotika adalah studi tentang tanda dan segala yang berhubungan dengannya, yaitu cara berfungsinya, hubungannya dengan tanda lain, pengirimannya, dan penerimaannya oleh para penggunanya (Zoest, 1992: 5). Semiotika bukan hanya berhubungan dengan isyarat bahasa, melainkan juga berhubungan dengan isyarat-isyarat nonbahasa dalam komunikasi antar manusia (Parera, 2004: 41). Dalam semiotika, ada istilah tanda, penanda, dan petanda. Tanda (sign)merupakan satuan dasar bahasa yang terbentuk dari adanya relasi antara penanda (signifier)dan petanda (signifier).Penanda merujuk kepada aspek material tanda yang bersifat sensoris atau dapat diindrai. Sedangkan petanda merujuk kepada konsep mental atau representasi mental dari penanda (Budiman, 2011: 30).

Dalam semiotik Roland Barthes, pendekatannya secara khusus tertuju kepada sejenis tuturan yang disebutnya sebagai mitos. Bahasa membutuhkan kondisi tertentu untuk dapat menjadi mitos.  Mitos tidak hanya merujuk kepada tuturan berupa tulisan, verbal, visual, melainkan juga fotografi, film, pertunjukan, bahkan olahraga dan makanan (Budiman, 2011: 41). 

Secara semiotis, hal ini dicirikan oleh hadirnya sebuah tataran signifikasi yang disebut sebagai sistem semiologis tingkat kedua dimana penanda-penanda berhubungan dengan petanda-petanda sedemikian rupa sehingga menghasilkan tanda. Selanjutnya, tanda-tanda pada tahapan pertama ini pada gilirannya hanya akan menjadi pendanda-penanda yang berhubungan dengan petanda-petanda pada tataran kedua. Pada tataran signifikasi lapis kedua inilah posisi dimana mitos berada. Proses ini disebut sebagai signifikasi berlapis ganda (Budiman, 2011: 38-39).

Signifikasi berlapis ganda ini kemudian disebut sebagai denotasi dan konotasi. Denotasi merujuk kepada tingkatan makna tanda yang penanda-penandanya dapat diidentifikasi ke dalam konsep-konsep yang setepat mungkin. Semua konsep tersebut kemudian membangun seperangkat tanda pada lapisan pertama. Selanjutnya pada tataran konotasi atau mitos, citra menyodorkan makna. Pada tataran ini, penanda-penandanya menunjuk kepada seperangkat petanda (Budiman, 2011: 41). Citra itu sendiri ternyata memiliki dua tataran yang terkandung di dalamnya (Barthes, 1984: 16-27, 33-46; Budiman, 2011: 43). Dua tataran tersebut adalah sebagai berikut.

  • Pesan harfiah atau pesan ikonik tak berkode merupakan tataran denotasi citra.
  • Pesan simbolik atau pesan ikonik berkode merupakan tataran konotasi citra yang keberadaannya didasarkan atas kode kebudayaan tertentu.  

Di samping itu, sebuah citra juga berkomunikasi melalui struktur lain yang disebut teks, yaitu susunan kata-kata, perkataan-perkataan, atau kalimat-kalimat yang membantu mengkonotasikan citra. Teks ini disebut sebagai pesan lingual yang dapat diwujudkan dalam bentuk judul, caption,dialog, dan sebagainya (Budiman, 2011: 44). Pesan lingual juga memiliki tataran denotasi dan konotasi. Terkait dengan hal tersebut, pesan lingual memiliki fungsi penambat (anchoring)dan pemancar (relay)sebagai berikut (Barthes, 1984: 38-41; Budiman, 1999: 91- 93; Budiman, 2011: 44).

  • Fungsi penambat: pesan lingual yang hadir bersamaan dengan citra berfungsi untuk mengarahkan interpretasi, mengarahkan pembaca kepada petanda atau makna-makna tertentu.
  • Fungsi pemancar: pesan lingual hadir sebagai pelengkap. Pada tataran ini, makna-makna yang ada di dalam teks tidak dapat ditemukan di dalam citra dan sebaliknya. Jadi, teks dan citra lebih kepada hubungan yang saling melengkapi. Peran teks disini hanya sebatas mengarahkan alur citra.

 

BAB III

PEMBAHASAN

A. Deskripsi Objek

Campaign#ProtectParadise merupakan sebuah kampanye lingkungan yang dibuat oleh Greenpeace dalam rangka melawan P&G yang dituding membeli kelapa sawit yang bermasalah sebagai bahan utama produksi salah satu brandmiliknya yaitu Head & Shoulders (H&S). Campaign ini secara spesifik ditujukan kepada H&S melalui pesannya yang berbunyi "HEY head & shoulders... I DON'T WANT FOREST DESTRUCTION IN MY SHOWER!".Pesan ini ditempatkan di bagian tengah gambar. Visualisasi campaignberupa gambar wajah perempuan dari bagian mata ke atas yang bagian rambutnya digantikan dengan gambar eskavator dan bekas-bekas penebangan hutan. Alis perempuan tersebut pun terlihat mengkerut kedalam dengan pandangan mata yang tajam. Gambar perempuan ini berada di sisi kiri bawah gambar. Sedangkan di sisi kanan bawah terdapat hashtag(#) Protect Paradise dan logotype Greenpeace. Visualisasi campaigntersebut dapat dilihat pada gambar 1 berikut.

Analisis

Pada tahun 2014, salah satu anak brandP&G terkena isu forest destruction. Brand yang dimaksud adalah Head & Shoulders (H&S), yaitu brand dari kategori produk shampoo. P&G bertubi-tubi mendapat tekanan dari berbagai pihak yang menuding bahwa bahan baku produksi H&S berasal dari kebun kelapa sawit yang bermasalah. Salah satu publik yang aktif menyuarakan ketidaksetujuannya terhadap langkah P&G ini adalah Greenpeace.

Greenpeace merupakan organisasi global independen yang melalui kampanye berupaya untuk mengubah sikap serta perilaku masyarakat global untuk melindungi dan melestarikan lingkungan. Hasil penyelidikan Greenpeace selama setahun menunjukkan bahwa P&G mendapatkan minyak sawit sebagai bahan bakunya dari salah satu perusahaan yang berkontribusi besar terhadap kerusakan hutan di dunia. Sebagai organisasi global independen yang bergerak di bidang kelestarian lingkungan, isu seperti ini jelas memicu reaksi dari Greenpeace sehingga lahirlah campaignyang menolak aktivitas forest destructiontersebut. Latar belakang lahirnya sebuah campaignini secara tidak langsung sekaligus menunjukkan makna konotatif dari proses penciptaan sebuah karya.

Selanjutnya, analisis semiotika akan dilakukan terhadap aspek visual campaigntersebut, dalam hal ini yaitu gambar dan juga teks yang menyertainya. Gambar yang merupakan aspek visual disini memiliki peran sebagai penanda atau sebagai yang merujuk pada aspek material tanda yang dapat diindrai. Sedangkan teks disini berperan sebagai petanda, yaitu konsep mental atau representasi mental dari penandanya. Keterkaitan atau hubungan yang muncul antara penanda dengan petanda inilah yang disebut sebagai tanda.

Pertama, dimulai dari tataran makna denotasi. Jika dilihat dari tataran makna denotasi, dapat dilihat pada Gambar 1, terlihat sebagian dari wajah seorang perempuan yang hanya diambil bagian mata keatas (mata, alis, kepala tanpa rambut). Pada bagian samping kiri dan kanan terlihat sedikit ujung daun telinga. Alis perempuan terlihat menukik ke atas di bagian luar dan menukik ke bawah di bagian dalamnya. Pada pertemuan kedua alis di bagian dalam terdapat dua kerutan yang masing-masing tegak lurus dengan posisi alis yang melintang. 

Mata perempuan pada gambar ini terlihat dalam dan gelap di bagian luar garis matanya. Selain itu kulit perempuan yang terlihat dalam gambar cenderung putih keabu-abuan. Jika kita beralih ke bagian atas kepala, pada sisi kiri terlihat ada sebuah eskavator (alat berat untuk menggali lahan). Dibawah eskavator terlihat ada bekas-bekas penebangan pohon yang menumpuk.

Pada bagian tengah gambar, ada teks yang menyertainya, teks tersebut bertuliskan "HEY head & shoulders... I DON'T WANT FOREST DESTRUCTION IN MY SHOWER!".Di pojok kanan bawah ada teks #ProtectParadise dan logotype dari Greenpeace. Warna yang digunakan sebagai warna untuk latar belakang keseluruhan visual campaignadalah gradasi warna biru muda ke biru tua berpola radial dari bagian dalam ke bagian luar.

Analisis selanjutnya dilakukan pada tataran makna tanda atau makna konotasi. Makna dari visual perempuan, eskavator, dan penebangan hutan dapat dikaitkan dengan teks yang menyertainya. Jika diuraikan satu per satu mulai dari gambar perempuan yang terlihat pucat dan mengerutkan dahi, ini menunjukkan bahwa seolah-olah perempuan sedang tidak dalam keadaan sehat dan menunjukkan kekesalan sekaligus kesedihan. 

Perempuan yang sakit, kesal, dan sedih dapat merepresentasikan manusia yang menolak adanya forest destruction.Ketidaksetujuan dipancarkan melalui sorot mata yang tajam dan marah. Kemudian beralih ke kepala tanpa rambut. Kepala tanpa rambut dapat dilihat sebagai representasi ganasnya penebangan dan perusakan lahan yang menyebabkan kegundulan hutan.

Selanjutnya ada eskavator dan limbah penebangan hutan. Jika dilihat dari posisinya yang berada di atas kepala perempuan dan seolah-olah menjadi pengganti rambut, visualisasi ini dapat dilihat sebagai sindiran langsung dan spesifik terhadap kategori produknya, yakni shampo H&S. Sebagaimana latar belakang skandal ini, H&S dituding mengambil bahan baku produksi dari salah satu perusahaan yang berkontribusi dalam perusakan hutan. Ini mau menunjukkan bahwa H&S secara tidak langsung juga melakukan perusakan hutan. 

Makna ini turut didukung oleh teks yang menyertainya, yaitu "HEY head & shoulders... I DON'T WANT FOREST DESTRUCTION IN MY SHOWER!"yang artinya adalah kami tidak mau ada perusakan hutan di shower kami. Maksud dari kalimat ini adalah bahwa dengan menggunakan produk shampo H&S, berarti konsumen mendukung perusahaan tersebut. Dengan mendukung perusahaan tesebut, maka secara tidak langsung konsumen juga mendukung perusakan hutan yang dilkakukan oleh pihak perusahaan. Greenpeace mewakili seluruh konsumen yang semakin sadar akan kelestarian lingkungan tentu tidak dapat menerima ini. Mereka merasa punya tanggung jawab untuk menghentikan perbuatan tersebut sehingga muncullah kalimat yang secara tidak langsung meminta H&S untuk berhenti melakukan perusakan hutan.

Ketidaksetujuan ini juga didukung oleh penggunaan tanda seru (!) di ujung kalimat. Tanda seru (!) ini dapat diartikan sebagai sebuah ketegasan dari Greenpeace. Mereka secara tegas sungguh-sungguh menginginkan perusahaan untuk berhenti. Hal lain yang juga menunjukkan ketegasan adalah dari segi penggunaan huruf kapital pada kata-kata "I DON'T WANT FOREST DESTRUCTION IN MY SHOWER!".Teks atau pesan lingual disini berfungsi sebagai penambat (anchorer)karena teks "HEY head & shoulders... I DON'T WANT FOREST DESTRUCTION IN MY SHOWER!" mampu mengarahkan interpretasi para pembaca pada makna konotatif dari campaignsebagaimana fungsi penambat pesan lingual yang telah dijelaskan dalam teori. Dengan membaca teks ini para pembacanya akan bertanya-tanya "ada apa dengan H&S?", "apa yang telah mereka lakukan?".

Kemudian kita beralih pada teks #ProtectParadise dan logotypeGreenpeace. Protect Paradise memiliki arti Lindungi Surga (kita). Alam dan lingkungan hidup dianalogikan sebagai surga bagi manusia karena dari sanalah sumber kehidupan berasal. Namun, kegiatan perusakan hutan yang dilakukan H&S berpotensi mengancam kelestarian alam dan lingkungan hidup. Maka dari itu, untuk merangkum keseluruhan visualisasi dan maknanya, digunakanlah dua kata yang merepresentasikan semuanya, yaitu PROTECT PARADISE sebagai tajuk dari campaigntersebut. Setelah itu ada logotypeGreenpeace sebagai identitas pembuat campaign.Melalui keterbukaan identitas ini, Greenpeace menunjukkan keberaniannya untuk beraksi dan bertindak melawan apapun yang dapat mengancam kelestarian lingkungan. Greenpeace mengidentifikasikan dirinya sebagai pahlawan lingkungan, sementara H&S diidentifikasi dengan penjahat lingkungan.

Terakhir, ada penggunaan warna untuk latar belakang keseluruhan visual campaign,yaitu gradasi warna biru muda ke biru tua berpola radial dari bagian dalam ke bagian luar. Warna biru identik dengan H&S, sehingga warna biru disini mau memperkuat identitas H&S yang dilawan dalam campaignini. Warna biru muda digunakan untuk menghighlightteks utama dan gambar utama dalam campaigntersebut sehingga terkesan mencolok. Hal ini juga dilakukan untuk menggiring mata pembaca untuk fokus pada main concerndalam campaignini.

BAB IV

PENUTUP 

A. Kesimpulan

Campaign#ProtectParadise dari Greenpeace menunjukkan kepedulian terhadap kelestarian lingkungan dan sikap responsif Greenpeace terhadap isu lingkungan yang menimpa H&S. Ketidaksetujuan dan gerakan perlawanan ditunjukkan melalui penciptaan visualisasi campaignmulai dari ilustrasi kerusakan hutan, kalimat perlawanan, sampai image yang berusaha ditunjukkan lewat penggunaan logo maupun logotypetertentu.

Melalui campaignini, Greenpeace mau menggambarkan bahwa ternyata ada hal kecil yang dalam kasus ini mengkonsumsi produk shampo H&S membuat kita secara tidak langsung terlibat dalam perusakan hutan. Greenpeace juga mau menunjukkan bahwa ada dampak besar yang dapat ditimbulkan apabila hal ini tidak dihentikan. Oleh karena itu, melalui campaignini, diharapkan baik dari sisi perusahaan maupun konsumen harus lebih berhati-hati dan mempertimbangkan dampak dari segala perbuatan yang dapat merusak kelestarian lingkungan.

Daftar Pustaka

Zoest, Aart Van dan Panuti Sudjiman. (1992). Serba -- Serbi Semiotika.Jakarta:     PT Gramedia Pustaka.

Budiman, Kris. (2011). Semiotika Visual.Yogyakarta: Jalasutra.

Parera, J.D. (2004). Teori Semantik.Jakarta: Erlangga.

Referensi online

Greenpeace International. (2014, 26 Februari). Pulling Back The Shower Curtain: Find Out About P&G's Dirty Secret.Diperoleh 28 September 2017

Mongabay Indonesia. (2014, 10 April). Dituding Beli Kelapa Sawit Bermasalah, P&G Rilis Komitmen Nol Deforestasi.Diperoleh 29 September 2017

P&G International. Our Brands.Diperoleh 28 September 2017.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun