Tak usah seolah-olah memberi harapan
Itu hanya membuatmu seperti orang yang tidak punya ketegasan.
Kau ingin dipercaya
Namun, belum mampu mengatakan yang sebenarnya.
Sibuk katamu, tetapi kulihat kau asyik membaca koran
Kemudian berlalu membeli es krim di seberang jalan.
Sibuk katamu?!
Aku pun mulai muak dengan kebohongan-kebohongan sikapmu.
Mencuri menyentuh tanganku
Menarikku hingga terbenam dalam dekapanmu
Kau cium puncak kepalaku
 Masih berkata tidak ada rasa? Jadi apa itu? Nafsu birahimu? Sungguh rugi sekali aku.
Kita sudah terlalu dalam tenggelam, tetapi tidak berusaha berenang ke tepian
Kita malah semakin larut dalam pusaran
Bersikeras.
Kau dengan penolakanmu dan aku dengan rasa penasaranku.
Aku yang enggan percaya atau sulit menerima?
Aku ingin kau berkata iya, karena itu yang kurasa.
Seberapa kuat pun kau menyanggah
Kau tidak akan bisa. Kau lupa?
Alamiah selalu apa adanya
Aku tau gejolakmu, aku menyadari itu, tapi bisakah kau juga mengerti gejolakku?
Merindukanmu tanpa mampu menyapamu?
Mari, sama-sama kita temukan jalan keluarnya.Â
Aku sudah berkata, kismat itu kehendak Yang Maha Kuasa.
Ada kalanya aku ingin tiarap, tapi rasaku selalu menemukan alasannya untuk berharap.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H