Renyah, penambah nikmat ketika menikmati pecel. Dari kacang yang menempel dilembarannya, kadang ada saja yang bisa membedakan, peyek itu khas mana. Saya tidak punya referensi untuk itu, kalau pembaca tahu, silahkan sumbang saran di komentar.
Jangankan asal daerah dari sipeyek, perihal menyebutkan satuannya saja, saya mengalami dilema. Menyebut buah, jelas peyek bukan jenis buah-buahan. Misal, di satu bungkus, terdapat tiga peyek. Bisakah menyebutnya dengan tiga buah peyek ? Jika bisa, saya justru kuatir nanti ada yang nawari makan peyek dengan kalimat begini ; "ayo silahkan dimakan buahnya?" Padahal peyek.
Lah wong yang jelas-jelas buah saja dan bisa dimakan, tetapi jika disajikan sebagai buah, saya mikir dulu kalau mau makan. Buah cabe misalnya. Kecuali disajikan barengan sama Mendoan Purwokerto apa Tahu Sumedang. Itu pun milih-milih yang masih muda. Kalau sudah merah merona, mendingan nggak deh. Sayang kantongnya, mahal soalnya.
Meski masih bingung dan tidak ingin memperpanjang polemik, Â saya memutuskan menggunakan satuan lembar. Saya juga tahu, pasti ini juga bisa menimbulkan polemik baru, karena faktanya peyek jelas bukan sejenis kertas. Tetapi di negeri ini, semua hal kan memang bisa menjadi polemik. Karena memang warganya dikenal menyukai seru-seruan. Biar viral katanya.
...
Kembali ke soal kacang yang menempel di peyek. Ada banyak kisah yang bisa digali dari sana. Mulai dari bentuk kacangnya ; utuh apa sudah di potong. Lalu potongannya kecil-kecil, separuh, seperempat apa tidak terdefinisi, campuranlah, begitu maksudnya.
Kita mulai bahas dari yang potongannya separuh. Bisa dibayangkan, seberapa besar kacang, seberapa banyak peyek yang dibuat. Coba pikirkan waktu, tenaga dan kecermatan yang dibutuhkan untuk membuat kacang-kacang itu menjadi potongan-potongan separuh.
Padahal, sebagaian besar peyek yang beredar dipasaran itu adalah home industry. Pelaku usahanya, bapak, emak dan anak. Paling juga nambah pembantu, yang jumlahnya satu dua orang saja.
Belum memulai, tetapi kepala saya mulai berdenyut, bagaimana mereka memotong kacang-kacang itu, sekilo kacang saja, sudah terbayang pekerjaan besarnya. Apalagi jika pemilik usaha selalu menekankan, "tolong potongannya dibuat presisi sama besar ya?" Kebayangkan !
...
Selanjutnya kita analisa kisah dibalik peyek dengan kacang ukuran kecil-kecil. Saya pikir, ini pilihan realistis para pelaku usaha pembuat peyek. Karena lebih mudah, praktis dan hemat. Tidak perlu memikirkan potongan-potongan yang presisi. Tergantung pada keberuntungan kacang dihantam pisau pemotong daging. Tolong tidak usah dibahas soal pisau pemotong daging ya.
Bahkan ketika memotong-motong kacang, bisa sambil melampiaskan kekesalan. Koreksian belum selesai, kalau pemilik usahanya seorang guru atau mungkin gara-gara sertifikasi yang sudah harusnya cair tapi malah masih membeku.
Bisa menolong batin yang meronta, sejenak menjadi lega. Tapi bisa juga bahaya, bukan hanya kacang yang  hancur lebur tapi talenannya juga . Bukan peyek kacang nanti jadinya, tapi peyek serbuk kacang dan sedikit kayu talenan. Anggap saja sebagai pembeda rasa, yang membuat peyek kacangnya memiliki ciri khas.
..
Terakhir, bahasannya soal peyek kacang yang potongan kacangnya random. Ini pasti home industry yang merupakan bisnis sampingan. Dikerjakan selepas pekerjaan utama selesai. Kadang saat memotong kacang, konsentrasi dan tenaganya sudah tidak maksimal. Dikerjakan lelah, tidak dikerjakan sayang, ada peluang cuan di bisnisnya. Sehingga meski lelah, ngantuk tetap dikerjakan. Masih syukur jika bentuknya saja yang tak beraturan, kadang malah tidak ada potongan yang dihasilkan, karena tertidur di depan potongan kacang.
Saat menikmati peyek kacang, semestinya jangan hanya soal renyah dan enaknya belaka, tetapi juga kisah dibaliknya. Pasti akan semakin nikmat. Tetapi sebenarnya, meski menulis kisah ini, saya bukanlah penikmat lembaran-lembaran peyek kacang. Saya lebih suka remukannya, karena selalu diberi gratis oleh penjualnya. Kriuknya benar-benar istimewa.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H