Kuamati majalah itu sekali lagi. Aku tertawa.
“Itu sudah lama banget.”
“Iya, dan aku suka. Bahkan jika lagi sedih. Aku baca lagi cerita itu. Supaya bisa tertawa.”
“Dasar Abege !”
Kami tertawa.
Isinya kumpulan cerpen di majalah itu. Tulisanku pernah beberapa kali dimuat di sana. Satu diantaranya, yang ditunjukkan Alina padaku. Cinta Malu. Begitu aku memberinya judul. Kisah remaja tanggung yang bingung mengungkapkan perasaan. Sederhana. Entah apa yang membuatnya suka.
“Darimana kamu tahu, itu aku penulisnya?”
“Tidak usah dibahas, nanti kamu besar kepala.”
Ia berlalu sambil memonyongkan mulutnya. Itu juga aku suka. Menggemaskan. Tetapi benar juga sih, apapun dan bagaimanapun dia, aku juga suka. Jadi tidak usah dibahas. Intinya, suka. Titik !
Penggalan kisah itu masih melekat di kepalaku. Bayangan Alina tiba-tiba menyelinap. Aku merindukannya. Mungkin akan terus begitu. Tetapi aku juga bersyukur, dia bisa lebih awal meninggalkanku dan juga Indonesia. Jika tidak. Entahlah !
Koran Kompas masih ada di tanganku. Deretan foto yang terpampang, menyayat. Kerusuhan melanda Jakarta, Solo dan tidak menutup kemungkinan merembet ke kota-kota lain. Penjarahan terjadi, hampir di semua sudut kota itu. Mungkin juga kota-kota lain. Tidak hanya itu, toko-toko dan rumah warga Tionghoa dibakar. Korban jiwa berjatuhan. Sebagian belum dapat diidentifikasi.