Topik pilihan Kompasiana kali ini bikin kesel. Bagaimana tidak, mengajak para kompasianer untuk mulai mengawasi kinerja para legislator terpilih. Ngerepotin, begitulah kira-kira bahasa gaulnya.
Waktu Pileg, kita-kita ini sudah direpotin buat melototin wajah-wajah tak dikenal. Dari sekian banyak wajah, hanya beberapa yang pernah dengar namanya, apalagi pernah lihat wajahnya. Mungkin perlu tes DNA agar pemilihnya bisa mengenali. Lantas bisa menyimpulkan menurut bobot, bibit lan bebetnya.
Tapi, bener juga sih topik kompasiana, karena kita tidak ada yang tahu kinerjanya. Sementara, hanya mereka-mereka itulah yang disodorkan oleh partai politik. Makanya perlu dicereweti.
Mengenali lewat gambar mereka, semuanya tersenyum. Pasang muka ekspresi orang baik dan siap kerja.
Persoalannya senyum itu palsu, atau emang tulus, kita harus belajar ilmu membaca wajah. Paling nggak beli kuota, biar bisa searching.  Meski sudah begitu, masih saja banyak melesetnya. Sebagian besar foto yang terpajang ternyata  hasil editan. Lah, bagaimana kita-kita yakin, janjinya bisa dipercaya, jika menampilkan diri apa adanya saja tidak berani.
Belum lagi soal ketaatan pada hukum, pasang spanduk, poster, baliho, asal saja. Tidak peduli, boleh apa nggak. Bikin mata sepet apa nggak. Tidak perlu mikir estetikanya, malah stress. Kejauhan.
Pecinta tanaman cuma bisa geleng-geleng kepala. Pohon-pohon tidak berdosa jadi pelampiasan nafsu berkuasa. Di paku sana sini, ikat sana sini, di perkosalah pokoknya. Biar foto sang caleg bisa nangkring di dahannya.
Padahal slogan-slogan mereka baik  semua. Apa iya, untuk perbuatan yang baik bisa diawali dengan prilaku buruk. Memperkosa tanaman, merusak keindahan, menyembunyikan diri sendiri, dan entah apalagi.
Bisa saja berdalih, yang melakukan itu semua kan tim kampanyenya, bukan dia. Apalagi itu alasannya, tambah "dosanya". Pada tim kampanyenya saja ia gagal menggunakan pengaruhnya. Apalagi jika sudah terpilih, ia akan mengarungi gelombang pengaruh. Bisa tenggelam sebelum nyebur.
Itu baru dari caranya memperkenalkan diri, belum ke soal isi kampanyenya. Mau ngapain sih  dia setelah nanti terpilih.
Kadang saya juga kaget, ini pileg apa pilwalkot, kok isinya program kerja eksekutif semua. Apa calonnya aja yang salah kamar. Atau sebenarnya dia tidak paham dengan wewenang yang memang ada dalam lingkaran fungsi dan tugasnya. Tapi bisa juga, itu trik jualan.