Kalau ditanya, apa sih yang membuat seseorang itu disebut cantik? Jawabannya pasti berbeda-beda, tergantung dari siapa yang menjawab. Namun, apakah kamu sadar bahwa beauty standards yang kita kenal sekarang sebenarnya bukan sesuatu yang tetap, apalagi alami? Lalu, siapa yang menentukan standar ini? Kenapa kita merasa perlu menyesuaikan diri dengan standar tersebut?
Cantik itu relatif, tapi kenapa ada standarnya?
Sebelum kita membahas lebih jauh. Yuk, kita mulai dengan satu fakta penting bahwa kecantikan itu sebenarnya relatif. Artinya, kecantikan bukanlah sesuatu yang sama di mata setiap orang. Di berbagai budaya dan zaman, definisi “cantik” selalu berubah. Apa yang dulu dianggap cantik, mungkin sekarang sudah berbeda.
Di zaman Yunani Kuno, tubuh gemuk melambangkan kemakmuran dan kesehatan. Namun, pada era Victoria di Eropa, tubuh yang kurus dan pinggang yang kecil malah menjadi lambang kesempurnaan. Sementara itu, di era modern, tubuh yang ideal sering diasosiasikan dengan tinggi, langsing, dan berkulit cerah. Lantas, siapa yang benar-benar menentukan standar ini?
Industri media dan fashion
Salah satu penentu terbesar beauty standards adalah media. Sejak kemunculan majalah-majalah mode, iklan televisi, hingga sosial media, kita terus-menerus disuguhkan dengan gambaran tentang bagaimana perempuan “seharusnya” terlihat. Mulai dari aktris, model, dan selebriti yang memenuhi layar kaca sering kali menggambarkan standar yang sama, seperti kulit putih, tubuh ideal, rambut panjang terurai, dan wajah simetris.
Industri fashion juga memiliki peran besar. Ketika para desainer menciptakan pakaian, mereka merancangnya untuk model-model yang sesuai dengan "standar" tertentu. Akibatnya, kita terbiasa melihat hanya satu tipe kecantikan yang terus-menerus dipromosikan.
Faktanya, tidak semua orang punya tubuh seperti model runway. Apakah itu berarti kita yang berbeda dari standar tersebut jadi tidak cantik? Tentu saja tidak. Namun, kenyataannya, sering kali standar yang ditampilkan ini bikin kita merasa kurang percaya diri, seolah-olah kita harus memenuhi kriteria tersebut untuk dianggap menarik. Padahal, sebenarnya industri media dan fashion menciptakan beauty standards untuk kepentingan komersial dan mempromosikan suatu brand.
Tekanan sosial dan ekspektasi yang membebani
Selain media, beauty standards juga sangat dipengaruhi oleh tekanan sosial. Mulai dari teman, keluarga, bahkan lingkungan kerja bisa memberikan ekspektasi yang tidak disadari tentang penampilan kita. Misalnya, pernah tidak kamu mendengar komentar seperti, “Kok sekarang kamu gemukan, ya?”, "Kok kurus banget, sih?", atau “Kok wajahmu jerawatan banget?” Hal-hal kecil seperti itu bisa membuat kita merasa perlu selalu tampil sempurna.
Tekanan sosial ini sering kali menjadi lebih kuat karena ekspektasi yang tinggi terhadap perempuan. Seorang perempuan diharapkan bisa “serba sempurna”, sukses dalam karier, menjadi ibu yang baik, dan tetap menjaga penampilannya. Seolah-olah nilai kita sebagai perempuan diukur dari seberapa sesuai penampilan kita dengan standar yang ada.
Peran sosial media
Sosial media menambah lapisan lain dalam tekanan beauty standards. Aplikasi seperti Instagram atau TikTok sering kali dipenuhi dengan gambar perempuan yang tampak sempurna. Namun, ketika kita terus-menerus melihatnya, kita mulai membandingkan diri dengan standar yang sebenarnya tidak realistis.
Akibatnya, banyak dari kita merasa kurang puas dengan diri sendiri. Padahal, orang-orang yang kita lihat di sosial media pun sering kali tidak tampil seperti itu dalam kehidupan nyata. Beauty standards di sosial media justru semakin sulit dicapai karena sangat jauh dari realitas.
Bagaimana mengubah cara pandang kita terhadap kecantikan?
1. Berhenti membandingkan diri dengan orang lain
Setiap orang punya perjalanan hidup dan kondisi tubuh yang berbeda. Tidak ada gunanya membandingkan diri dengan foto-foto di sosial media yang mungkin sudah diatur sedemikian rupa.
2. Fokus pada kesehatan, bukan hanya penampilan
Kecantikan bukan hanya soal penampilan fisik, tapi juga soal bagaimana kita merawat diri. Daripada terobsesi dengan berat badan atau bentuk tubuh, lebih baik kita fokus pada kesehatan fisik dan mental.
3. Ciptakan definisi kecantikan menurut versi dirimu sendiri
Jadilah pribadi yang berani mendefinisikan kecantikan berdasarkan apa yang kamu anggap penting, bukan apa yang dikatakan oleh masyarakat.
Cantik versi diri sendiri itu jauh lebih penting
Sebagai perempuan, kita harus sadar bahwa beauty standards bukanlah aturan yang harus diikuti. Standar ini bukan ditentukan oleh siapa pun kecuali diri kita sendiri. Setiap orang punya keunikan masing-masing yang membuat mereka terlihat cantik dengan caranya sendiri.
Menjadi cantik versi diri sendiri jauh lebih penting agar kita tidak terjebak memenuhi ekspektasi yang sebenarnya tidak relevan. Kita harus belajar mencintai diri sendiri apa adanya, tanpa merasa tertekan oleh penilaian orang lain atau lingkungan sekitar.
Kecantikan bukan hanya soal penampilan luar saja. Kecantikan sejati terletak pada bagaimana kita merasa nyaman dengan diri sendiri, bagaimana kita merawat diri, dan bagaimana kita melihat dunia dengan pikiran yang positif.
Jadi, siapa yang menentukan beauty standards? Jawabannya adalah kamu sendiri. Kamu berhak mendefinisikan cantik sesuai dengan apa yang membuatmu bahagia, bukan apa yang dikatakan orang lain.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H