Mohon tunggu...
JUBAEDAH HARYANI
JUBAEDAH HARYANI Mohon Tunggu... Penulis - Blogger dan Penulis

Penulis eksploratif, inovatif, dan terbuka untuk ide-ide baru

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Beauty Privilege, Ketika Kecantikan Menjadi Syarat untuk Dihargai

30 Agustus 2024   18:30 Diperbarui: 31 Agustus 2024   01:11 264
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi gambar oleh: freepik/BungO

Kita sering melihat wajah-wajah menarik mendominasi layar kaca, iklan dan media sosial. Influencer dengan penampilan menarik biasanya memiliki lebih banyak pengikut dan mendapatkan lebih banyak kesempatan kolaborasi dengan brand terkenal. Fenomena ini mencerminkan bagaimana masyarakat sering kali memberi nilai lebih pada kecantikan dibandingkan dengan bakat atau kemampuan lainnya.

Standar kecantikan yang sempit ini menciptakan tekanan sosial yang berlebihan, membuat banyak perempuan merasa harus terus-menerus memperbaiki penampilan mereka agar diterima dan dihargai. Akibatnya, ini bisa memicu perilaku ekstrem seperti diet ketat, operasi plastik, atau penggunaan produk kecantikan secara berlebihan.

Mengapa “kecantikan” menjadi tolak ukur utama?

Fenomena beauty privilege bukanlah hal baru. Mulai dari media, iklan, hingga kehidupan sehari-hari, kita sering kali disuguhi gambar-gambar dan narasi yang menekankan pentingnya penampilan fisik. Standar kecantikan yang diciptakan ini memengaruhi bagaimana orang memperlakukan satu sama lain, bahkan menentukan seberapa berharga seseorang di mata orang lain.

Namun, pertanyaannya adalah, mengapa kecantikan menjadi tolak ukur utama? Sebenarnya, ini merupakan hasil dari cara kita saling berinteraksi dan pandangan yang telah terbentuk selama bertahun-tahun.

Media memegang peran besar dalam membentuk standar kecantikan yang sempit dan sering kali tidak realistis. Film, iklan dan media sosial menampilkan wajah dan tubuh yang dianggap "sempurna", sehingga kita tanpa sadar mengadopsi pandangan ini sebagai standar kita sendiri.

Langkah apa yang bisa kita ambil untuk mengatasi beauty privilege?

Penting untuk menyadari bahwa menghargai keragaman bentuk tubuh, warna kulit dan fitur wajah di media sosial, tempat kerja dan ruang sosial lainnya dapat membantu mengurangi standar kecantikan yang sempit serta memperluas pengertian kita tentang apa itu kecantikan.

Dengan meningkatkan kesadaran, mendukung keragaman dan fokus pada kualitas diri, kita bisa mulai melawan bias ini dan menciptakan masyarakat yang lebih adil dan inklusif. Menghargai seseorang berdasarkan siapa mereka dan apa yang mereka lakukan, bukan hanya berdasarkan penampilan mereka, adalah langkah penting dalam mengatasi beauty privilege.

Mari ubah cara pandang kita, dari kecantikan fisik ke karakter

Kamu tidak harus selalu tampil “sempurna” untuk dihargai. Kecantikan sesungguhnya berasal dari dalam diri, yaitu dari kepercayaan diri, kebaikan hati dan kemampuan mencintai diri sendiri serta orang lain apa adanya.

Ini bukan berarti kamu harus mengabaikan penampilan, tapi jangan biarkan hal itu menjadi satu-satunya tolok ukur nilai dirimu. Fokuslah pada kualitas lain, seperti kepribadian, keterampilan dan sikap positif yang kamu miliki. Kecantikan fisik tidak seharusnya menentukan nilai seorang perempuan.

Jadilah versi terbaik dari dirimu sendiri

Pada akhirnya, setiap orang memiliki keunikannya masing-masing. Daripada berusaha memenuhi standar kecantikan yang tidak realistis, belajarlah mencintai diri sendiri apa adanya dan menghargai orang lain atas siapa mereka, bukan hanya bagaimana mereka terlihat.

Kamu sudah luar biasa dengan segala kelebihan dan kekuranganmu. Teruslah menjadi versi terbaik dari dirimu sendiri dan percayalah bahwa kamu berharga, tidak peduli apa kata dunia. Ingatlah, kecantikan sejati datang dari keunikan dan keragaman, bukan dari standar yang dipaksakan!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun