Kunjungilah pusaranya dan panjatkanlah doa meski tangis tak tertahankan, berharap Ibu masih ada di sini menemanimu, bukan terbaring di pusara yang kini kamu tangisi. Apa yang kamu sesalkan? Belum sempat mengajak Ibu jalan-jalan, belum sempat membelikan baju baru untuk Ibu, belum sempat mengajak Ibu makan di tempat favoritnya, belum sempat mewujudkan keinginannya, belum sempat membahagiakannya? Banyak penyesalan yang tampak di wajahmu.
Ibumu sudah tenang dan bahagia di sana, kepergiannya mungkin terlalu cepat dan kamu belum siap hidup tanpanya. Tidak ada yang siap untuk ditinggalkan, tidak ada luka yang lebih sakit dari kehilangan orang yang tersayang, apalagi seorang Ibu.
Menangislah sampai sesak di dadamu itu hilang. Menangis bukan berarti lemah dan berdamai dengan kenyataan memang tidak mudah. Sedih boleh, tapi jangan berlarut-larut. Kamu harus bangkit dan terus berjalan. Buatlah Ibumu di sana bangga dengan segala keberhasilan dan kesuksesanmu, meskipun beliau tidak bisa menyaksikannya.
Untukmu yang masih memiliki Ibu, sudahkah kamu meminta maaf pada Ibumu? Sudahkah kamu memeluk Ibumu? Sayangilah Ibumu selagi ada di dunia ini, karena rindu yang paling menyakitkan adalah rindu pada sosok yang sudah tiada. Ibumu mungkin bukan sosok yang sempurna, tapi Ibumu adalah sumber kekuatanmu dalam menjalani hidup.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H