Sejumlah massa dari Federasi Serikat Pekerja Logam Elektronik Mesin Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (FSP LEM SPSI) berunjuk rasa di sekitar Patung Kuda, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat. Mereka berdemo menolak omnibus law UU Cipta Kerja (detik.com, 28/10).
Massa itupun membacakan orasi tentang penolakan omnibus law UU Cipta Kerja dan dilanjutkan pembacaan sumpah buruh.
Berikut isi sumpah buruh tersebut:
Sumpah buruh Indonesia,
Kami buruh Indonesia bersumpah, bertanah air satu, tanah air tanpa dikuasai asing,
Kami buruh Indonesia Indonesia bersumpah, berbangsa satu, bangsa yang berpancasila,
Kami buruh Indonesia bersumpah, berbahasa satu, bahasa yang bermartabat dalam solidaritas,
Kami buruh Indonesia bersumpah, bercita-cita, bekerja tanpa perbudakan,
Kami buruh Indonesia bersumpah, menolak Omnibus Law yang mengkebiri kesejahteraan rakyat Indonesia.
Dengan sumpah ini dapat kita simak bahwa begitulah kekesalan para buruh terhadap UU Cipta Kerja atau Omnibus Law yang baru disahkan.
Lebih dari itu, pemerintah harus bisa menjawab keluhan itu. Bukan untuk membatalkan semua UU Cipta Kerja atau Omnibus Law tapi bisa merevisi beberapa pasal yang dinilai bermasalah. Itu bukan soal sulit sebenarnya bagi pemerintah jika mau mendengarkan sumpah buruh ini.
Ada lagi tuntutan dari buruh bahwa mereka bekerja tanpa perbudakan. Tetapi penulis tidak mengerti maksud jelasnya. Kalau kita bekerja dan dibayar oleh pengusaha tentu artinya itu "budak" mereka.
Atau mungkin maksudnya adalah pekerja yang bekerja di sebuah perusahaan harus dibayar sesuai dengan pekerjaannya dan pesangonnya juga sesuai dengan keinginan para buruh tersebut. Para pengusaha tidak boleh memperlakukan para buruh dengan semena-mena dan memecat buruh dengan sesuka hatinya. Kemungkinan itu maksud bekerja tanpa perbudakan.
Atau pemerintah diminta untuk mensejahterakan buruh menjadi pelaku usaha UMKM (Usaha Mikro, Kecil dan Menengah). Kalau para buruh menjadi UMKM tentu tidak ada lagi istilah "perbudakan" karena pelaku usaha itu yang berkuasa atas produknya.
Kalau memang demikian, alangkah baiknya pemerintah menjamin dan membutuhi kebutuhan rakyat dengan menggampangkan izin usaha dan memperhatikan nasib para UMKM kita.
Tuntutan sumpah buruh itu harusnya didengarkan oleh pemerintah sebagai bentuk perubahan bagi kesejahteraan para buruh dan seluruh rakyat Indonesia.
UU Cipta Kerja atau Omnibus Law ini sudah banyak penolakan. Dari banyaknya penolakan itu maka pemerintah harus turun tangan memperbaikinya, bukan membiarkan saja UI tersebut berlaku.
Semua itu demi kebaikan hidup bersama. Kita tak ingin juga demonstrasi tanpa henti terus terjadi. Kita sebagai sebuah bangsa harus bisa saling menjaga ketentraman dengan tidak berdemo dan mengendalikan penyebaran Covid-19 dengan tidak berdemonstrasi.
Tapi apa mau dikata, pemerintah kesulitan untuk menjawab kegelisahan dan tuntutan para buruh dan masyarakat. Sebab itulah, didesak terus agar pemerintah turun tangan memperbaiki UU Cipta Kerja tersebut.
Semoga demo buruh hari ini adalah yang terakhir dan tidak lagi berjilid-jilid. Para buruh harus ditenangkan dengan kerja keras dan wujud nyata.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H