Ada lagi tuntutan dari buruh bahwa mereka bekerja tanpa perbudakan. Tetapi penulis tidak mengerti maksud jelasnya. Kalau kita bekerja dan dibayar oleh pengusaha tentu artinya itu "budak" mereka.
Atau mungkin maksudnya adalah pekerja yang bekerja di sebuah perusahaan harus dibayar sesuai dengan pekerjaannya dan pesangonnya juga sesuai dengan keinginan para buruh tersebut. Para pengusaha tidak boleh memperlakukan para buruh dengan semena-mena dan memecat buruh dengan sesuka hatinya. Kemungkinan itu maksud bekerja tanpa perbudakan.
Atau pemerintah diminta untuk mensejahterakan buruh menjadi pelaku usaha UMKM (Usaha Mikro, Kecil dan Menengah). Kalau para buruh menjadi UMKM tentu tidak ada lagi istilah "perbudakan" karena pelaku usaha itu yang berkuasa atas produknya.
Kalau memang demikian, alangkah baiknya pemerintah menjamin dan membutuhi kebutuhan rakyat dengan menggampangkan izin usaha dan memperhatikan nasib para UMKM kita.
Tuntutan sumpah buruh itu harusnya didengarkan oleh pemerintah sebagai bentuk perubahan bagi kesejahteraan para buruh dan seluruh rakyat Indonesia.
UU Cipta Kerja atau Omnibus Law ini sudah banyak penolakan. Dari banyaknya penolakan itu maka pemerintah harus turun tangan memperbaikinya, bukan membiarkan saja UI tersebut berlaku.
Semua itu demi kebaikan hidup bersama. Kita tak ingin juga demonstrasi tanpa henti terus terjadi. Kita sebagai sebuah bangsa harus bisa saling menjaga ketentraman dengan tidak berdemo dan mengendalikan penyebaran Covid-19 dengan tidak berdemonstrasi.
Tapi apa mau dikata, pemerintah kesulitan untuk menjawab kegelisahan dan tuntutan para buruh dan masyarakat. Sebab itulah, didesak terus agar pemerintah turun tangan memperbaiki UU Cipta Kerja tersebut.
Semoga demo buruh hari ini adalah yang terakhir dan tidak lagi berjilid-jilid. Para buruh harus ditenangkan dengan kerja keras dan wujud nyata.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H