Beberapa waktu lalu, hangat perbincangan soal pemberian mobil dinas KPK yang ditentang oleh beberapa pihak termasuk Indonesia Corruption Watch (ICW). Atas beragam penolakan terhadap pemberian mobil dinas KPK, wakil Ketua KPK Nurul Ghufron angkat bicara.
"Saya berterima kasih atas perhatian ICW, sebagai subjek yang dinilai saya mempersilahkan publik untuk menilainya. Saya tidak akan menerima, pun tidak akan menolak," kata Ghufron dilansir dari detik.com, 19/10.
Namun, ada pernyataan Ghufron yang patut dipersoalkan ketika dia beranggapan bahwa anggapan pimpinan KPK hidup hedon untuk melihat rumahnya. Dia mempersilakan siapa saja yang menganggap KPK hidup hedon melihat rumah, makanan, kendaraan dan pakaiannya.
Dalam hal ini, terlihat seorang Nurul Ghufron tidak mengetahui bahwa maksud dari mempersoalkan mobil dinas bagi KPK bukan berkaitan dengan hidup pribadi pimpinan KPK maupun Dewas KPK.
Yang dipersoalkan itu adalah KPK dalam bekerja selama ini tidak dikenal dengan mobil dinas meski pejabat publik. KPK dikenal sebagai pemberantas para koruptor. Bukan mobil dinas untuk kunjungan kerja.
Mobil dinas yang diberikan negara dalam pemikiran banyak orang terlalu mewah, bukan dilihat dari kontrakan dan makanan pimpinan KPK itu apa.
Masyarakat hanya berharap KPK bekerja keras, menunjukkan taji dalam memberantas korupsi. Bukan diberikan mobil dinas untuk kunjungan kerja. Jadi, jangan seorang Nurul Ghufron mengkaitkan mobil dinas dengan rumah kontrakan, pakaian dan makanannya. Itu keliru.
Seakan-akan seorang Nurul Ghufron dianggap "baper" karena banyak rakyat menolak mobil dinas tersebut. Toh juga kalau pakai mobil pribadi, ada juga dana perjalanan pimpinan KPK. Untuk apa harus pakai mobil dinas segala?. Itu seharusnya yang dimaknai seorang Nurul Ghufron.
Bagaimanapun pihak yang menolak atau kontra dengan pemberian mobil dinas pimpinan KPK dan Dewas KPK tidak mau mendatangi rumah Ghufron untuk melihat gaya hidupnya. Dalam pikiran masyarakat KPK tetaplah seperti yang dulu tanpa mobil dinas tapi tajinya makin terlihat.
Bukan berarti karena hidup sederhana menjadikan sah dan wajar pimpinan KPK dan Dewas KPK mendapat mobil dinas. Poinnya bukan kearah itu, tapi KPK sebagai lembaga antirasuah dibuat dan didirikan dari semangat pemberantasan korupsi yang makin marak saat ini, bukan untuk diberi mobil dinas.
Semoga pimpinan KPK dan Dewas mengerti maksud rakyat menolak pemberian mobil dinas. Dan, Ketua Dewas KPK waktu lalu sudah menyampaikan menolak pemberian mobil dinas tersebut.
Jadi, layak pula bila banyak yang berharap pimpinan KPK tidak diberikan mobil dinas. Rakyat hanya berharap ayo KPK bekerja keras, meski revisi UU KPK telah membuat KPK sedikit sulit untuk bergerak misal melakukan Operasi Tangkap Tangan atau OTT.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H