Komisi Pemilihan Umum (KPU) menyatakan tiga orang calon kepala daerah pilkada serentak 2020 meninggal dunia karena terpapar Covid-19. Komisioner KPU Evi Novida Ginting Manik mengatakan satu orang meninggal dunia selama masa pendaftaran. Sementara dua orang lainnya meninggal dunia setelah ditetapkan sebagai calon. "Innalilahi wa innailaihi rajiun bakal calon yang meninggal dunia," kata Evi dilansir dari CNN Indonesia.com, 4/10.
Diketahui calon kepala daerah yang meninggal dunia akibat Covid-19 adalah  calon bupati petahana Kabupaten Berau Muharram. Ada Adi Darma, calon walikota Bontang dan calon Bupati Bangka Tengah Ibnu Soleh.
Dari ketiga calon kepala daerah tersebut, apakah tidak jadi pelajaran berharga buat kita untuk mewaspadai Pandemi Covid-19 ini?. Sangat disayangkan sekali kalau kita masih bersikeras untuk mempertahankan kengeyelan-kengeyelan melanggar protokol kesehatan dan tetap pilkada digelar bulan Desember nanti.
Pilkada untuk siapa?
Menjadi pertanyaan penting buat kita dan pemerintah, pilkada untuk siapa?. Kenapa pilkada masih tetap digelar pada bulan Desember?. Setelah melihat kenyataan tiga calon kepala daerah yang meninggal dunia akibat Covid-19, apakah pemerintah tidak belajar dari kejadian itu?.
Pilkada itu untuk masyarakat Indonesia, bukan untuk pemerintah. Rakyatlah yang memilih pemimpinnya. Demokrasi itu dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Jadi, alangkah baiknya menggelar pilkada mendengar suara rakyat. Suara rakyat itulah sebagai landasan seorang pemimpin dalam bekerja.
Jika nyawa rakyat terancam akibat menggelar pilkada maka pemerintah harus mengambil kebijakan menunda pilkada serentak tersebut.
Pengajar Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta, Zainal Arifin Mochtar menyatakan dirinya tidak menemukan satu pun alasan rasional untuk tetap menyelenggarakan pilkada di tengah krisis Covid-19. Oleh karena itu, pilkada serentak semestinya ditunda dilansir dari Kompas, 5/10.
Sudah banyak sebenarnya saran dan kritikan masuk kepada pemerintah soal penundaan pilkada tapi memang belum ada keputusan yang tepat dari pemerintah untuk menunda pilkada sejenak.
Banyak waktu yang tepat bisa digunakan. Bukan berarti menunggu satu tahun dulu atau sampai Pandemi Covid-19 benar-benar hilang. Akan tetapi, menunggu situasi kondusif dimana tingkat penyebaran menurun. Alangkah baiknya pemerintah bisa menerima itu untuk menunda pilkada serentak di bulan Desember.
Kematian demi kematian sudah kita lihat masih terjadi akibat Pandemi Covid-19 bahkan peserta pilkada itu sendiri yaitu calon kepala daerah. Tidak ada kata lain lagi sebenarnya menunda pilkada sejenak. Bukan berarti me menunda pilkada menurunkan kualitas demokrasi kita.Â
Semoga saja pemerintah bisa melihat bahwa pilkada itu untuk rakyat. Menggelar pilkada serentak di bulan Desember berarti akan mengancam keselamatan dan kesehatan rakyat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H