Mohon tunggu...
Juan Manullang
Juan Manullang Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Lepas

Alumnus FH Unika ST Thomas Sumut IG: Juandi1193 Youtube: Juandi Manullang

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih

Tiga Calon Kepala Daerah Meninggal karena Covid-19, Pilkada Untuk Siapa?

5 Oktober 2020   21:26 Diperbarui: 5 Oktober 2020   21:32 100
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Komisi Pemilihan Umum (KPU) menyatakan tiga orang calon kepala daerah pilkada serentak 2020 meninggal dunia karena terpapar Covid-19. Komisioner KPU Evi Novida Ginting Manik mengatakan satu orang meninggal dunia selama masa pendaftaran. Sementara dua orang lainnya meninggal dunia setelah ditetapkan sebagai calon. "Innalilahi wa innailaihi rajiun bakal calon yang meninggal dunia," kata Evi dilansir dari CNN Indonesia.com, 4/10.

Diketahui calon kepala daerah yang meninggal dunia akibat Covid-19 adalah  calon bupati petahana Kabupaten Berau Muharram. Ada Adi Darma, calon walikota Bontang dan calon Bupati Bangka Tengah Ibnu Soleh.

Dari ketiga calon kepala daerah tersebut, apakah tidak jadi pelajaran berharga buat kita untuk mewaspadai Pandemi Covid-19 ini?. Sangat disayangkan sekali kalau kita masih bersikeras untuk mempertahankan kengeyelan-kengeyelan melanggar protokol kesehatan dan tetap pilkada digelar bulan Desember nanti.

Pilkada untuk siapa?

Menjadi pertanyaan penting buat kita dan pemerintah, pilkada untuk siapa?. Kenapa pilkada masih tetap digelar pada bulan Desember?. Setelah melihat kenyataan tiga calon kepala daerah yang meninggal dunia akibat Covid-19, apakah pemerintah tidak belajar dari kejadian itu?.

Pilkada itu untuk masyarakat Indonesia, bukan untuk pemerintah. Rakyatlah yang memilih pemimpinnya. Demokrasi itu dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Jadi, alangkah baiknya menggelar pilkada mendengar suara rakyat. Suara rakyat itulah sebagai landasan seorang pemimpin dalam bekerja.

Jika nyawa rakyat terancam akibat menggelar pilkada maka pemerintah harus mengambil kebijakan menunda pilkada serentak tersebut.

Pengajar Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta, Zainal Arifin Mochtar menyatakan dirinya tidak menemukan satu pun alasan rasional untuk tetap menyelenggarakan pilkada di tengah krisis Covid-19. Oleh karena itu, pilkada serentak semestinya ditunda dilansir dari Kompas, 5/10.

Sudah banyak sebenarnya saran dan kritikan masuk kepada pemerintah soal penundaan pilkada tapi memang belum ada keputusan yang tepat dari pemerintah untuk menunda pilkada sejenak.

Banyak waktu yang tepat bisa digunakan. Bukan berarti menunggu satu tahun dulu atau sampai Pandemi Covid-19 benar-benar hilang. Akan tetapi, menunggu situasi kondusif dimana tingkat penyebaran menurun. Alangkah baiknya pemerintah bisa menerima itu untuk menunda pilkada serentak di bulan Desember.

Kematian demi kematian sudah kita lihat masih terjadi akibat Pandemi Covid-19 bahkan peserta pilkada itu sendiri yaitu calon kepala daerah. Tidak ada kata lain lagi sebenarnya menunda pilkada sejenak. Bukan berarti me menunda pilkada menurunkan kualitas demokrasi kita. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun