Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim saat ini sedang dalam sorotan besar masyarakat. Hal itu dikarenakan proses belajar jarak jauh yang diluncurkannya dan biaya uang kuliah.
Pertama, Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta Zita Anjani menyampaikan,"Pandemi ini memang bukan keinginan pemerintah, tapi solusinya ada di tangan pemerintah, di tangan mas Menteri lebih tepatnya. Dibandingkan terus berdalih, kalau Mas Menteri berdalih terus, lebih baik mas Menteri mengundurkan diri. Saya rasa itu lebih gentleman dan terhormat," katanya dilansir dari detik.com,1/8/2020.
Kedua, Nadiem Makarim dilaporkan ke Komnas HAM oleh mahasiswa pelapor atau pengadu Franscolly Mabdalika:
"Berkaitan dengan kewajiban pembayaran biaya kuliah secara penuh di masa Pandemi Covid-19, termasuk ketentuan pungutan uang pangkal tanpa batasan persentase maksimal, serta berikutnya yaitu berkaitan dengan pembungkaman ruang demokrasi serta tindak represi yang terjadi di beberapa perguruan tinggi berkaitan dengan gerakan demonstrasi menuntut keringanan biaya kuliah di mas Pandemi Covid-19, katanya dilansir dari detik.com, 4/8.
Dari dua hal tersebut dapat kita mengerti bagaimana pedihnya dan sakitnya rakyat selama masa Pandemi Covid-19 tapi tidak begitu juga menyuruh mas Nadiem untuk mundur.
Penulis mencermati untuk hal yang pertama diatas bahwa tak pantas juga karena pembelajaran jarak jauh yang tak terjangkau siswa-siswi di seluruh daerah, biaya beli kuota mahal dan lainnya membuat wakil Ketua DPRD DKI tersebut menyuruh mas Nadiem mundur.
Penulis kurang sepakat. Lebih baik seperti yang pernah penulis jelaskan bahwa untuk daerah di zona hijau, sebenarnya boleh belajar tatap muka sekitar 10 sampai 20 orang dalam jelas dengan tetap memperhatikan protokol kesehatan.
Esok harinya berbeda lagi siswa-siswinya agar semua siswa-siswi juga bisa belajar tatap muka. Itu lebih baik dan lebih terukur dan tertata ketimbang harus belajar seperti biasa dengan 40 siswa-siswi seperti biasanya dan lebih baik pula daripada harus belajar online dimana sinyal juga sulit, kuota mahal dan sebagainya.
Itu saja disampaikan kepada mas Nadiem Makarim agar beliau juga mengerti keadaan siswa-siswi di daerah terpencil dan terdalam.
Mas Nadiem itu orang yang baik, cerdas dan aset bangsa Indonesia. Jujur saja, penulis senang dengan gagasan-gagasan mas Nadiem dan ingin agar beliau dipertahankan oleh Presiden Jokowi.
Sebagai menteri tamatan luar negeri, owner gojek yang sudah jadi unicorn merupakan ciri-ciri orang yang cerdas, sukses dan jadi panutan. Cuma, dalam hal pendidikan harus ada penasihat atau pengarah seorang Nadiem agar kinerjanya, gagasannya atau ide-idenya dapat direalisasikan di dalam masyarakat.
Penulis sendiri sebenarnya senang dengan gagasan guru penggerak, organisasi penggerak maupun konsep belajar jarak jauh. Cuma kelemahan dari organisasi dan guru penggerak harus didiskusikan dulu, bagaimana konsep nya, anggarannya dan sistemnya dengan organisasi besar seperti NU, Muhammadiyah dan PGRI.
Penulis yakin, gagasan mas Nadiem akan diterima dan diapresiasi. Begitu juga dengan belajar jarak jauh tadi. Kebijakan itu lebih disenangi dan diapresiasi mereka yang mampu dan bisa beli gadget dan kuota. Bagi yang tidak mampu maka terapkan yang penulis paparkan diatas.
Untuk yang kedua mengenai biaya kuliah mahal sehingga Nadiem dilaporkan ke Komnas HAM, bisa sebenarnya dibicarakan baik-baik dan dengan musyawarah mufakat.
Dijelaskan oleh pihak Kemendikbud bahwa mereka tidak pernah represif dan membungkam aspirasi mahasiswa. Pemerintah juga mengeluarkan anggaran sebesar Rp. 4,1 triliun guna membantu mahasiswa. Bantuan itu berupa KIP dan bantuan uang kuliah.
Penulis rasa ada miss komunikasi saja diantara pihak Kemendikbud dan mahasiswa atau universitas. Bisa dibicarakan lebih dalam dan lebih tenang lagi agar masalah ini bisa diselesaikan.
Mas Nadiem selalu Mendikbud harus mau turun mendengarkan aspirasi mahasiswa itu. Mau mereka apa, agar masalah ini tidak terus menyerang beliau dan membuat pusing beliau.
Semoga paparan saya diatas bermanfaat dan ada titik terangnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H