Tentu ini jadi masalah yang serius tentunya. Belum lagi masalah biaya beli kuota yang tentu banyak makan biaya. Soalnya, kalau kita pakai internet live streaming maupun pakai YouTube atau aplikasi pendidikan lainnya, sangat banyak makan kuota.
Padahal, kalau bersekolah biayanya ada yang hanya ratusan ribu sebulan dan ada juga sampai jutaan sampai puluhan juta yaitu sekolah-sekolah favorit berstandar internasional.
Itu artinya, orangtua menganggap kalau bersekolah bertatap muka, biaya uang sekolah tidak sebanyak uang beli kuota untuk belajar daring atau online.
Sebab itu, Mas Nadiem harus memperhatikan rakyat kecil tentunya dengan kebijakan belajar dari rumah secara daring beserta pemerintah kita juga harus beri perhatian.
Kalau siswa-siswi dari keluarga mampu tentu tak jadi masalah belajar daring karena mereka sanggup untuk beli kuota. Coba seandainya masyarakat miskin, kekurangan, susah, tentu belajar daring jadi momok menakutkan.
Saran penulis, tak masalah sebenarnya belajar daring digulirkan bagi mereka yang mampu. Bagi yang tidak mampu sebaiknya dibantu biaya beli kuota. Atau daerah zona hijau dibuka saja sekolah dengan tatap muka tapi siswa-siswi terbatas, misal satu kelas hanya diisi 10 sampai 20 orang saja, esok hari berbeda lagi siswa-siswinya, seperti di rumah ibadah juga umatnya terbatas untuk beribadah.
Diingat juga penyediaan sarana cuci tangan, dan pakai masker kepada siswa-siswi. Yakinlah pasti anak-anak akan tetap sehat walafiat, tidak terinfeksi virus Corona.
Semoga jadi perhatian pemerintah kita terutama Mas Nadiem tentunya. Masukan, kritikan dan komentar masyarakat dijadikan informasi berharga untuk menolong masyarakat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H