Aksi demonstrasi menolak RUU Haluan Ideologi Pancasila (HIP) oleh sejumlah ormas Islam antara lain FPI, PA 212, GNPF Ulama yang tergabung dalam Aliansi Nasional Anti Komunis (Anak NKRI) menimbulkan laporan polisi.
Pasalnya, dalam aksi tersebut diduga terjadi pembakaran bendera Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan atau PDIP, sehingga membawa kasus itu ke ranah hukum.
Ketua Komisi II DPR RI Herman Herry meminta Kapolri Jenderal Idham Azis mengusut kasus tersebut.
Atas pembakaran itu pula Sekretaris DPC PDIP Jakarta Timur, Eko Witjaksono mengatakan,"Karena itu tidak bisa dibiarkan. Itu bagi PDIP sangat menghina simbol kita dilansir dari CNN Indonesia/25/6/2020.
Wajar sekali
Penulis pribadi berpandangan bahwa wajar sekali PDIP melapor kejadian tersebut karena itu bendera partai sebagai simbol dari partai tersebut.
Lambang banteng dan moncong putih adalah simbol kebesaran PDIP. Kalau mereka marah sebenarnya sah-sah saja.
Yang dilakukan oknum aksi demonstrasi tersebut memang keterlaluan sampai kemarahan atas RUU HIP membakar simbol partai lain.
Bendera partai sebagai simbol itu layaknya harga diri partai. Kalau harga diri dilukai pasti kita akan marah. Siapapun yang disakiti pasti kecewa. Layaknya hubungan pacaran ataupun suami istri, kalau salah satu diantaranya berbuat perselingkuhan, tentu pasangannya akan marah.
Nah, demikian juga dengan kader PDIP tersebut. Itupun langkah yang diambil sudah sangat tepat.
Kader PDIP tidak membalas dengan membakar bendera para massa aksi tersebut tetapi dengan membuat laporan polisi sebagai bentuk Indonesia negara hukum.
Setiap ada pelanggaran dan kejahatan maka urusannya kepada hukum. Hukum jadi panglima di negeri sendiri.
Martabat dari hukum itu sendiri harus dijunjung tinggi dengan semua rakyat Indonesia taat kepada hukum.
Andai nanti pelakunya didapat atau ditemukan pihak kepolisian maka proses hukum dengan aturan yang ada. Polisi juga pasti melakukan proses hukum nantinya dengan transparansi dan independen.
Jadi, jika ada yang mengatakan tidak usah melaporkan maka itu sesuatu yang tidak perlu. Hak melapor ada di tangan PDIP. Jika nanti ada damai juga tidak masalah.
Kita dorong juga agar PDIP juga bisa memaafkan pelaku pembakaran tersebut. Andai pun tidak dimaafkan, semua terserah PDIP yang membuat laporan dan merasa dilukai.
Penulis pribadi pada dasarnya mengatakan bahwa wajar sekali jika PDIP marah atas kejadian itu. Berdemonstrasilah secara bijak dan dewasa. Jangan pernah melukai nilai-nilai demokrasi itu. Jangan karena emosi sesaat maka pihak lain kena imbasnya. Itu tidak boleh.
Semoga langkah dari PDIP ini diterima juga oleh setiap pihak agar keadilan itu tercipta terutama bagi kader PDIP yang marah atas kejadian tersebut.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H