Indonesia sebagai negara hukum sesuai amanat UUD 1945 pasal 1 ayat 3 memang mewajibkan agar negara tidak tebang pilih dalam proses penegakan hukum.
Siapa saja yang berbuat kejahatan dan melanggar hukum wajib untuk diberi sanksi atau hukuman.
Jika ada yang diduga melakukan pelanggaran atau kejahatan wajib dilaporkan agar diselesaikan secara hukum nasional bukan hukum rimba.
Begitulah yang dialami jurnalis senior Farid Gaban yang dilaporkan oleh politisi PSI Muannas Alaidid.
Laporan Terhadap Farid Gaban karena postingan di Twitter yang menuliskan, "Rakyat bantu rakyat; penguasa bantu pengusaha. Gimana nih Kang Teten Masduki? How long can you go?".
Atas cuitan itu, Farid Gaban juga telah menerima somasi dari Muannas Alaidid pada tanggal 25/5/2020 berisi desakan untuk meminta maaf dan menghapus tulisan di akun media sosialnya (Kompas.com, 29/5/2020).
Setelah itu, tanggal 27 Mei 2020 berdasarkan tanda bukti lapor Nomor: TBL/3.001/V/YAN 2.5/2020/SPKT PMJ, Farid dilaporkan atas dugaan menyebarkan berita bohong dan menyesatkan dan penghinaan terhadap penguasa melalui media sosial.
Akankah meruntuhkan demokrasi?
Dengan laporan polisi tersebut, akankah meruntuhkan demokrasi?. Demokrasi dalam artian kebebasan berpendapat bagi semua rakyat sesuai amanat UUD 1945.Â
Kalau laporan itu tidak beralasan dan tidak mengandung unsur pidana, maka akan meruntuhkan demokrasi, tetapi jika mengandung unsur pidana, maka layaklah laporan itu.
Jadi, kita serahkan semua pada proses hukum di kepolisian, semoga ada rasa keadilan yang tercipta.
Terkait cuitan itu, ada pula tanggapan bahwa cuitan Farid Gaban bukanlah hoaks, pencemaran nama baik maupun penghinaan, tetapi hanya berupa kritik biasa terhadap pemerintah.
Karena itu, ketika cuitan itu dilaporkan dapat mengekang kebebasan berpendapat dan berekspresi masyarakat sesuai amanat UUD 1945.
Penulis juga berpandangan bahwa masalah cuitan itu masih bisa diselesaikan secara damai, sehingga tidak mengekang kebebasan berpendapat.
Jangan juga kita, sedikit-sedikit kritik langsung lapor polisi, maka yang terjadi adalah masyarakat takut untuk berpendapat.Â
Dengan demikian, tidak ada masukan, kritik dan pengawasan bagi pemerintah dari rakyat. Tentu itu akan berakibat buruk. Pemerintah bisa berbuat sewenang-wenang atau otoriter.
 Jadi, perlu dalam kasus ini, penegak hukum menyelidiki kasus laporan Muannas terhadap Farid Gaban sebaik dan seteliti mungkin agar tidak mengikis dan mengekang kebebasan berpendapat.
Kepolisian harus bisa mengkaji, apakah ada unsur pidana dari cuitan itu. Jika tidak ada, maka perlu dibebaskan. Kita yakin bahwa independensi kepolisian sudah teruji, jadi kita serahkan kasus itu di tangan pihak kepolisian.
Selanjutnya, alangkah baik juga buat kita masyarakat melihat dengan baik, mana cuitan maupun tulisan hoaks, penghinaan dan pencemaran nama baik. Hal itu agar tidak sedikit kritik arahnya laporan polisi.
Kita harus paham untuk menjaga kebebasan berpendapat dan berekspresi yang sudah diamanatkan oleh UUD 1945.
Harapannya, setiap ada kritik mampu dicermati dengan baik agar tidak meruntuhkan demokrasi kita.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI