Pembagian sembako oleh pemerintah ternyata tidak sesuai dengan apa yang diharapkan. Banyak sembako itu yang tidak layak konsumsi ataupun busuk. Sungguh itu sebuah kenyataan yang memprihatinkan, karena di tengah keadaan mendesak, dimana rakyat butuh makan, disitu pula bahan sembako tak layak konsumsi.
Dilansir dari mediaindonesia.com, 24/4/2020, warga Desa Citapen, Kecamatan Cihampelas, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat membuang sebagian paket sembako bantuan pemerintah lantaran tidak layak konsumsi.
Bantuan yang diterima terdiri dari 10 kilogram beras, tomat 1 kilogram, telur 500 gram, mie instan 12 bungkus, minyak goreng 2 liter,ayam 1 kilogram dan buah pir 1 kilogram.
Salah satu warga bernama Ahmad mengatakan selain beras, daging ayam yang diterima warga juga busuk dan bau. Buah pir juga begitu, ada beberapa yang busuk, tomat busuk dan telur ada yang sudah pecah.
Jikalau sudah begini yang dirugikan bukan hanya masyarakat tapi juga pemerintah. Bayangkan saja, bermiliar-miliar uang digelontorkan untuk membeli sembako itu, padahal hasilnya tidak sesuai yang diharapkan.
Kondisi sembako busuk, maka pemerintah harus mengganti dengan yang lebih layak. Dengan demikian, sudah keluar uang dua kali lipat lagi bukan?.
Siapa yang rugi?. Tentu pemerintah itu sendiri. Kalau sembako itu tidak diganti dengan yang layak, maka pemerintah bisa dicap membiarkan rakyatnya tersiksa akibat kelaparan.
Pemerintah pun wajib tanggap dan mengerti bahwa sembako harus cepat dibagikan setelah dikemas. Pasalnya, kalau lama disimpan, maka yang terjadi sembako banyak yang busuk.
Hal itu akan semakin membuat gaduh dan masalah sosial semakin kuat sampai bisa saja terjadi  tindak pidana berupa pencurian dan perampokan yang sangat tidak kita harapkan untuk memenuhi kebutuhan hidup.
Teledor
Pemerintah daerah kabupaten Bandung Barat dapat dibilang teledor disini. Teledor itu sama artinya dengan lalai. Lalainya dimana?. Pemerintah setempat tidak memperhatikan barang sembako yang akan dibagikan atau disalurkan oleh mereka.
Produksi sembako tidak dicermati sedetail mungkin, apakah layak konsumsi atau tidak. Dan, kesalahan seperti ini adalah bagian dari kurang perhatian tadi. Andai pemerintah bersama pihak yang ditugaskan menyalurkan bahan sembako teliti, tentu tidak akan demikian kejadiannya.
Pemerintah jadinya dianggap abai dalam hal ini. Apalagi saat ini saudara-saudari kita umat Muslim di Indonesia sedang menjalankan ibadah puasa. Kalau sembako busuk atau tidak layak konsumsi, apa yang mau dimakan untuk menu sahur dan berbuka puasa?.
Dalam hal ini, masyarakat butuh sebuah kejelasan dan ketelitian dalam pemberian sembako. Pemerintah tidak boleh asal-asalan, meski sembako itu diganti dengan yang baru.
Kita sebagai masyarakat pun tidak menginginkan pemerintah dibebankan dengan dana yang besar karena harus mengganti lagi sembako dengan yang layak.
Perlu evaluasi besar-besaran di dalam tubuh Pemerintah yang membagikan sembako, terutama dalam hal pendataan masyarakat yang layak mendapat bantuan dan cara penyajian sembako, kelayakan konsumsi sembako bagi masyarakat agar tidak terjadi lagi kesalahan yang sama.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H