Keterangan itu dapat kita lihat dalam kehidupan kita bahwa budaya 'terimakasih' menjadi sebuah budaya yang halal. Ketika seseorang memberikan 'hadiah' berupa uang atau barang atas hasil kerja keras atau bantuan kita, itu dianggap lumrah saja.
Begitu juga saat kita mengurus administrasi publik misalnya, seperti izin-izin usaha, izin tinggal maupun semua yang berkaitan dengan pejabat publik seperti aparatur negara, pasti pernah terlihat oleh kita, seseorang memberikan sedikit uang sebagai tanda 'terimakasih' atas bantuan dari oknum aparatur sipil atas pengurusan surat maupun dokumen yang telah selesai.
Itu dulu pernah terlihat oleh saya dan sekarang menjadi budaya juga. Tetapi, untuk saat ini saya tidak pernah menyaksikan pemberian ucapan 'terimakasih' itu. Tak tahu teman-teman sekalian apa pernah melihatnya lagi.
Bagi saya, itulah yang dimaksud Pak Adrianus. Budaya memberikan 'hadiah' dan uang 'terimakasih' masih dianggap lumrah saja. Tidak mungkin rezeki ditolak bukan?. Kira-kira seperti itulah anggapannya.
Disitulah peran pemerintah memutus budaya itu dan keinginan petugas sebagai aparatur sipil negara untuk memutus budaya itu. Tunjukkan integritas diri dengan jujur dalam bekerja.
HUKUM DITEGAKKAN
Kalau ketahuan maupun kedapatan praktik pungli, maka sebaiknya tegakkan hukum sesuai peraturan yang berlaku. Menkumham sebagai pejabat tertinggi dalam mengurus Lapas punya kewenangan penuh memecat anggotanya maupun membawa ke proses hukum.
Hal itu demi terciptanya tertib hukum, keteraturan dan kepatuhan terhadap hukum. Dan, untuk mencegah kejahatan, pelanggaran maupun penyimpangan terus terjadi.
'Sentilan' dari ombudsman ini anggap saja sebagai batu loncatan untuk membenahi Lapas lebih baik dari sistem dan integritas petugasnya. Ketegasan itu penting sebagai wujud kasih sayang membentuk aparatur yang jujur dan amanah dalam bekerja.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H