Saya masih merasakan kesedihan yang mendalam terkait performa media cetak yang semakin menurun. Tulisan ini saya buat menyambung dari tulisan saya sebelumnya berjudul " Media Cetak Jangan Sampai "Punah".
Ya, saya sangat bersedih ketika salah satu media cetak kebanggaan Sumatera Utara yang bertempat di Medan kini performanya sudah menurun.
Kini halaman beritanya mulai berkurang dan ruang untuk menulis para kolumnisnya seperti saya ini sudah semakin dikurangi. Bahkan, honornya sudah tidak diberikan lagi.
Miris sangat miris mendengar dan menerima kenyataan ini. Sebagai media cetak besar dan terkemuka di Medan dan banyak memberikan ruang menulis bagi para kolumnis dan penulis pemula, saya sangat bersedih dengan kabar tersebut.
Biasanya saya sangat sering mengisi di media tersebut. Saya salah satu kolumnisnya yang sudah menghasilkan ratusan tulisan disana. Masih 3 tahun 6 bulan saya menulis disana, saya bisa tiap Minggu nangkring di media itu, sehingga ratusan tulisan tertancap dan dikenang. Boleh dicap saya sebagai penulis produktif di media itu.
Semangatku menulis semakin menurun karena tak tahu lagi kemana harus kusalurkan segala celotehan, opini dan kegelisahanku dalam bentuk tulisan dan bisa membantuku dari segi finansial dan membantu kolumnis lainnya yang sama sepertiku.
Kondisi yang menyedihkan ini tidak jauh dari kata disrupsi yang dialami media cetak nasional saat ini. Memang rata-rata media cetak banyak yang mengurangi halaman redaksi beritanya, bahkan ada yang sudah gulung tikar jauh-jauh hari sebelumnya.
Saya yakin semua itu karena persaingan ketat saat ini media cetak dan media daring atau online dan harga kertas juga cukup mahal. Saat ini masyarakat lebih suka membaca media daring karena lebih simpel atau praktis tentunya.Â
Sebab itu, para pengiklan, para penggemar informasi aktual dan terpercaya mengalihkan pandangannya ke media online.
Inilah salah satu kekurangan era digital sesuai apa yang saya ungkapkan sebelumnya.
Media cetak begitu berarti
Media cetak sangat membantu saya, saya ulangi lagi sangat membantu saya dari sisi ekonomi dan literasi bagi masyarakat. Ya, betapa tidak, media cetak kebanggaan Sumatera Utara dan media cetak lainnya di daerah sangat membantu dari sisi perekonomian.
Media cetak biasanya sangat banyak menyediakan ruang menulis bagi para kolumnis maupun penulis pemula. Honornya tidak besar-besar amat, tapi kalau dikumpulkan, apalagi produktif menulis, maka honor itu sangat membantu sekali.
Banyak juga mahasiswa yang menulis di media cetak, sehingga ketika tulisannya terbit, maka dia akan dapat honor yang lumayan membantunya membayar uang kuliah, membayar uang kos dan menambah uang jajan.
Tetapi, sepertinya para kolumnis harus mengalihkan perhatian menulis di media daring atau online, tetapi kekurangannya adalah banyak juga media online yang tidak menyediakan ruang untuk menulis dan ada pula yang tidak menyediakan honor.
Saya sendiri saja mencari-cari media online yang bisa saya jadikan tempat celotehan, beropini dan berkeluh kesah mengenai kehidupan kita saat ini.
Sampai saat ini saya masih memikirkan betapa galaunya para kolumnis cetak bila media cetak yang ada tidak lagi mengudara. Sulit sekali untuk menggantikan sosok media cetak dihari para kolumnis.
Semoga ada solusi untuk tetap mempertahankan media cetak di bumi pertiwi ini. Pemerintah pun harus cari cara agar media cetak yang kita cintai tetap eksis.
Dengan adanya media cetak sangat membantu sekali dari sisi ekonomi. Banyak bakat-bakat muda dalam dunia literasi terutama menulis yang kesulitan mencari tempat dimana dia harus menyalurkan bakat itu.
Semoga dan semoga pemerintah membantu dan sensitif terhadap berita ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H