Di bulan suci Ramadan yang penuh berkah ini, kita diminta untuk menahan hawa nafsu untuk tidak makan dan minum sampai saatnya berbuka puasa tiba. Lebih mulia dari itu, kita diminta menahan amarah dan seteru dengan sesama kita umat beragama yang hidup di negara Indonesia ini. Tindakan kita diharapkan tidak melukai sesama, baik jika bertemu langsung maupun tidak, contohnya di media sosial.
Di media sosial tersebut, kita diminta menahan jari untuk tidak mengetik maupun membuat status yang menyindir, menghina, rasis dan lain sebagainya. Kita diminta membuat kalimat atau status atau postingan yang menyejukkan, mengharukan dan mengedukasi di bulan Ramadan ini.
Setiap ucapan, perbuatan atau perilaku kita harus mencerminkan kemuliaan dari Sang Pencipta yaitu Tuhan Yang Maha Esa. Itu adalah tugas kita semua, karena kita telah diciptakannya sempurna, maka balas kebaikannya dengan kebaikan pula, bukan dengan uang, barang atau apapun itu. Kita harus berbuat baik, berbagi dan menciptakan perdamaian di bumi ini.
Kita adalah keluarga
Saya ingin membagikan sedikit perenungan dan pengamatan saya mengenai mencegah tindakan buruk yang sering kita semua lakukan. Apalagi, waktu lalu masih terbesit kerusuhan yang mengakibatkan luka-luka sampai korban nyawa adalah bentuk amarah yang memuncak dan tak bisa ditahan lagi di bulan suci ini. Â
Bulan suci Ramadan menjadi tercoreng akibat tindakan segelintir orang yang tak paham bahwa Ramadan harus menahan nafsu, menahan amarah dan jangan membuat seteru. Tetapi, semua telah terjadi dan berlalu, saatnya kita merenung untuk menjadi lebih baik kedepan.
Nah, bagi saya, kunci memenangkan Ramadan, menahan amarah dan seteru adalah anggap kita ini adalah keluarga. Sebagaimana kita punya keluarga di rumah, dimana terlihat saling menghormati orangtua, kakak, adik, sepupu maupun siapapun juga. Begitupun kita di lingkungan sekitar harus seperti itu juga saling menghargai dan menghormati seperti keluarga di rumah.
Okelah, mungkin kita berpendapat bahwa masih ada keluarga yang rusak, hancur dan bercerai, tetapi bukan itu yang kita tiru. Masih lebih banyak dan sangat banyak keluarga yang rukun di negeri kita ini dan di dunia ini daripada yang hancur dan bercerai. Jadi, saya mengajak agar kita melihat sesama adalah keluarga.
Sadarkan hati dan pikiran bahwa kita ini memang keluarga. Kita hidup di negeri yang sama, bahasa sama dan sama-sama bangsa Indonesia. Kita juga dibalut nilai luhur Pancasila yang menyatukan kita. Oleh karena itu, kita adalah keluarga saudara sekalian.
Tanpa ada Pancasila, mungkin kita akan bertengkar. Tanpa kita beranggapan bahwa kita adalah keluarga, maka kita bisa hancur. Karena itu, menangkan Ramadan kuncinya adalah anggap kita keluarga.
Hawa nafsu akan dapat ditahan, amarah dan seteru akan dapat diredam bila kita melihat bahwa sesama anak bangsa adalah keluarga. Indonesia ini adalah rumah dari keluarga kita. Kita hidup dalam satu atap bernama Indonesia.Â