Mohon tunggu...
Juanda
Juanda Mohon Tunggu... Penulis - Kompasianer Taruna

$alam Hati Gembira ...

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Terintimidasi, Tak Menulis Lagi

8 Juli 2019   00:18 Diperbarui: 9 Juli 2019   12:27 144
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ladythefearless.com

"Sebuah intimidasi bisa menyemangati dan mematikan."

Sebagai pendatang baru di Kompasiana.com, saya telah mendapat aneka kejutan. Selain menemui banyak teman yang setengah dewa dalam berolah-tulisan, juga mendapat aneka nilai dan komentar atas artikel saya.

Bahkan ada yang dengan kerendahanhatinya (bayangkan sudah centang biru, lho), mau nge-follow saya yang masih bau kencur ini. Siapa yach? Coba klik followers saya deh. Semua yang nge-follow saya, pasti saya follback. Cuma ada 1 yang tidak saya follback, karena akunnya keburu suspended.

Belum lagi ada sebuah artikel saya yang ke 24, dipilih dan dipajang di Instagram dari Kompasiana (@kompasianacom): https://www.instagram.com/p/Bx9CIGzJavJ.

Dan sebuah artikel Maaf Lahir Belum Batin, Terdapat 5 Jenis Maaf Lho, diberi logo seperti angka 8 miring berwarna hijau, yang artinya ‘artikel permanen (tidak bisa diedit atau dihapus)’.

Serta sebagai salah satu peraih K-Rewards Edisi Mei 2019, padahal baru bergabung 14 April. Saya bersyukur dan senang. Bukan masalah uangnya, tapi kok bisa?

Yang lebih mengejutkan lagi, ada 3 pemilik akun yang mau pula japri ke saya untuk bercurhat-ria tentang membuat tulisan. Yach ampun, apa tidak salah alamat menghubungi saya, yang anak baru kemarin sore bergabung di Kompasiana? Saya masih perlu banyak belajar.

Mungkin juga telah menghubungi para Kompasianer yang lain. Tapi lumayan tersanjung lho, sampai sebelum melanjutkan mengetik artikel ini, mata saya mau melihat ke langit, tapi terhalang atap kamar (lebay deh).

Ada sesuatu yang menarik saat bertukar pikiran melalui medsos itu, yang ternyata juga menghibur saya ini. Ceritanya, sebelumnya itu juga telah menjadi pertanyaan dalam diri saya sendiri dan belum menemukan jawabannya.

Lalu saat ada yang tanya seperti yang saya pikirkan, lha kok bisa begitu yakin untuk menjelaskannya. Memang salah satu sumbernya adalah memahami artikel dari para Kompasianer yang mengangkat isu-isu itu juga.

Kalau bisa diringkas, 
maka hasil curhatan itu akan memiliki 5 topik seperti di bawah ini: 

1. Cara menulis artikel yang baik.
2. Terintimidasi tulisan jelek atau dicela.
3. Kriteria tulisan yang dijadikan artikel utama atau pilihan.
4. Keuntungan yang segera didapat.
5. Cara ikut atau dapat bonus dari K-Rewards.

Saya memberi 5 saran sesuai topik di atas dan ringkasnya sebagai berikut:

1. Tulis saja, apa yang ingin ditulis. Menulis itu sebuah seni. Ini membutuhkan pembiasaan dan latihan. Tulis sebanyak mungkin, pasti dimuat, kecuali hal tertentu bisa mendapatkan peringatan, lalu suspended.

2. Tidak perlu berharap artikel dibaca apalagi disukai. Tulis saja. Kalau takut, maka foto dan nama bisa disamarkan. Tapi lebih baik yang aslinya. Siapa tahu bisa saling mengenal atau mendatangkan keuntungan tesendiri.

3. Kriteria artikel utama atau pilihan tidak tahu, terserah para editor. Tentu ini ada ukurannya, tapi juga bersifat subyektif kayaknya. Artinya tergantung selera seorang editor atau melalui tukar pendapat di antara mereka. Percaya saja deh. Ada yang dipilih editor, malah pembaca, penilai dan pengomentarnya tidak banyak. Sebaliknya tidak dipilih oleh editor, malah banyak.

4. Jangan berpikir uang dulu. Yang penting kirim artikel saja. Keuntungannya: tidak cepat pikun, memaksa diri untuk membaca, bisa berbagi ilmu atau pengetahuan, mendapat teman baru dan tidak memberikan kesempatan untuk berpikir yang tidak produktif.

5. Menjadi peserta K-Rewards dengan daftar resmi dan sudah divalidasi dulu (centang hijau). Lalu baca aturan main di Kompasiana.com saja. Kirim tulisan. Tidak perlu dipikir lagi. Kebijakan rewards ada di tangan editor. Percaya saja.

Saya berpikir, mengapa kok begitu ribet mau menulis artikel ini? Memang ada aneka tipe Kompasianer. Sering yang dipikir hanya haknya saja, yaitu apa yang bisa didapat. Normal sih.

Coba bayangkan kalau kita yang memiliki blog atau situs, lalu mengundang para penulis untuk berpartisipasi menulis artikel di dalamnya, tentu pemiliknya yang membuat kebijakannya.

Apakah penulis dirugikan? Ini tergantung sudut pandang. Tidak salah memiliki harapan tertentu, namun kalau memaksakannya akan membuat kita tidak pernah puas. Selamat menulis.-

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun