Mohon tunggu...
Juanda
Juanda Mohon Tunggu... Penulis - Kompasianer Taruna

$alam Hati Gembira ...

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Juara Nulis Dunia Akronim

15 Juni 2019   22:04 Diperbarui: 15 Juni 2019   22:17 147
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Carilah cara yang termudah untuk bisa menghafal sesuatu. Tidak perlu menyalahkan usia yang terus beranjak."

Judul untuk artikel ini adalah ide cemerlang dari Kompasianer Johanis Malingkas, seorang dosen yang menulis artikel 'Evaluasi Diri Menulis: Bulan Mei Mempublis 70 Artikel'. Luar biasa, dalam 1 bulan bisa menulis 70 artikel.

Dalam komentarnya di artikel saya '10 Alasan Daftar Kompasiana.com', mengetik, "Mantap Pak Juanda. Jangan lupa huruf J nya, maaf bercanda ya? JUANDA itu JUAra Nulis Dunia Akronim bukan? Hehehe. Salam kompak. Salam kompasiana. Terima kasih Pak untuk idenya ini.

Akronim yang bernas ini, tak pernah terpikirkan sebelumnya. Namun yang mengerikan ada kata 'juara'-nya. Namun memang saya senang menulis dengan menentukan lebih dulu arahnya, supaya tidak bertele-tele dalam penyajiannya. Dan salah satu caranya dengan pendekatan akronim. Meski kadang juga dengan model singkatan.

Awalnya saya menyukai penggunaan singkatan atau akronim, karena mudah lupa saat menghafal, ketika masih duduk di bangku SMA. Belajar malam hari, lalu besoknya sudah lupa. Akhirnya membuat diri ini menjadi frustrasi dan terus menghakimi diri sendiri.

Hingga suatu hari, saya membaca sebuah buku (lupa judulnya ... kan lupaan), yang intinya memberikan solusi cara mengingat, apa yang perlu untuk diingat. Mulai dari saat itu, setiap belajar untuk menghadapi ujian dan apalagi ada hafalan tertentu, maka mulai otak-atik huruf-huruf  mana saja yang bisa dikumpulkan, supaya menjadi satu kata, namun yang bisa mewakili keseluruhan makna, dari apa yang perlu untuk dihafal itu.

Lalu apa beda singkatan dan akronim?

Memang ada beberapa pengertian. Tapi gampangnya, singkatan itu adalah pengambilan 1 atau 2 buah huruf tertentu dari sebuah kata. Jika lebih dari satu kata, maka yang diambil huruf depannya saja. Lalu setelah jadi kumpulan huruf baru, maka cara bacanya dengan mengucapkannya seperti aslinya dari huruf-huruf itu. Contoh: a.n. (atas nama), Yth. (Yang Terhormat), S.H. (Sarjana Hukum) atau MPR (Majelis Permusyarawatan Rakyat).

Sedang akronim pengertiannya itu juga mirip dengan dengan singkatan, namun hasil singkatannya itu bisa dibaca (diucapkan) menyambung. Contoh: Ikapi (Ikatan Penerbit Indonesia), Ormas (Organisasi Masyarakat) atau ABRI (Angkatan Bersenjata Republik Indonesia). Bandingkan keduanya ini: RS (Rumah Sakit) ini singkatan dan Puskesmas (Pusat Kesehatan Masyarakat) itu akronim.

Jika kata akronim itu diakronimkan, akan menjadi seperti ini:

A-man. Dengan kesepakatan dari pembuat atau penggunanya, bisa memperlama waktu untuk mengingatnya. Ketika lupa dan ingin mengingatnya, tinggal memanggil memori dari kata jadian yang baru itu. Aman ... kan?

K-eren. Dengan hanya satu kata yang pendek itu saja, tetapi bermakna padat dan mewakili sebuah arti yang luas. Keberadaanya bahkan bisa memberikan makna baru kepada kata bentukan itu. Sehingga ketika disebut, maka akan sudah membuat orang paham apa yang dimaksud.

R-ingkas. Tidak boros waktu saat mengucapkannya, dibandingkan mengucapkan keseluruhannya. Juga ringkas ruang saat ditampilkan dalam tulisan. Sesuatu yang sifatnya ringkas begini, tentu akan lebih mudah untuk diingat sepanjang masa.

O-ke. Bisa lebih mudah dan enak untuk didengar dan dimengerti kalau diucapkan. Jika menyebutnya secara utuh akan terlalu panjang dan ini membutuhkan energi yang lebih lagi. Belum lagi, jika mengucapkannya kurang jelas akan sulit dipahami.

N-yata. Telah bisa mewakili maksud atau tujuan tertentu, dibanding dengan diucapkan atau ditulis lebih panjang. Dengan hanya huruf-huruf yang besar, akan mudah untuk diperhatikan. Demikian juga keberadaan huruf-huruf itu akan mudah disimpan dalam memori kita.

I-ndah. Enak dipandang, namun tetap memuat makna yang utuh. Coba bayangkan membuat sebuah spanduk, lalu semua ditampilkan secara utuh, maka akan memboroskan ruang, serta terkesan agak ruwet. Jikalau bisa dipersingkat dengan akronim yang telah dipahami sesama, akan lebih indah.

M-udah. Lebih mudah untuk diingat, daripada menghafal kalimat yang terlalu panjang. Ini begitu menarik, ketika sedang berjuang untuk menghafal sesuatu yang terlalu panjang untuk diingat, maka akan bisa lupa. Bisa untuk mengurangi kebiasaan nyontek, untuk yang masih bersekolah atau kuliah.

Selamat berakronim-ria untuk diri sendiri atau membantu anak tercinta.-

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun