"Kemenangan bukan soal keunggulan perjuangan saja, tapi ada di tangan Tuhan dan tergantung pada penasihat yang banyak."
Pada abad 19, John Stuart Mill pertama kali menyajikan istilah homo economicus. Sebagai makhluk ekonomi, setiap manusia sejak dini telah diindoktrinasi dalam segala hal harus menjadi nomer 1, yaitu harus: juara, berhasil, sukses, untung dan menang.
Ini akan tersimpan di alam bawah sadarnya. Waktu ada kesempatan, maka simpanannya ini akan muncul untuk pembuktiannya. Jika orang itu tidak memiliki kontrol diri yang baik, maka bisa menghalalkan segala cara dalam mencapai sesuatu.
Entah apa yang ada di benak Prabowo Subianto, meski ucapan selamat kepada Jokowi sebagai presiden telah datang bertubi-tubu baik dari dalam dan luar negeri, beliau tetap tidak bergeming untuk mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi. Padahal penasihat ajaibnya, Prof. Amien Rais, pesimistis gugatan BPN ke MK bisa ubah hasil pemilu (kompas.com/read/2019/05/24/22014931/).
Presiden Jokowi dalam pidatonya yang berkali-kali ditayangkan aneka saluran TV, mengatakan, "Saya membuka diri kepada siapapun untuk bersama-sama untuk bekerjasama membangun negara ini, memajukan negara ini."
Keterbukaan ini menunjukkan kemenangan adalah milik bersama. Semoga Sandiaga Uno pun bisa dilantik menjadi salah seorang menterinya. Andai mau, saya yakin Prabowo Subianto pun, akan bisa diajak bekerjasama dalam tim pemerintahan yang baru ini.
Untuk bisa menikmati kebersamaan dalam kemenangan untuk semua, maka perlu dimulai dari dalam diri sendiri. Ada nasihat berkata, "Jagalah hatimu dengan segala kewaspadaan, karena dari situlah terpancar kehidupan." Keaslian seseorang akan mencuat dari dalam hatinya. Bagaimana caranya? Ada 5 M di bawah ini:
Menyukuri Rahmat-Nya. Ada saat sehat, ada saat sakit. Itulah kehidupan. Hidup bukan sekadar bicara benar atau salah, menang atau kalah. Hidup adalah sebuah perjuangan, untuk menanti jadwal kematian. Jikalau diberi kesempatan untuk menikmati kemenangan, ingatlah pula itu merupakan rahmat ilahi. Tidak mungkin ada 2 orang presiden. Apakah Tuhan tidak pernah tahu siapa pemenangnya sejak awal? Dia Mahatahu, bukan?
 Mengendalikan Hawa Nafsu. Musuh terberat manusia adalah menaklukkan hawa nafsu sendiri. Segala sesuatu yang kita lakukan diawali dengan keputusan. Saya melihat di TV, aparat kita saat menjaga kedamaian Jakarta seperti dipermainkan oleh para pendemo, namun tetap tidak membalas. Itu bukan hal yang mudah, apalagi jikalau aparat yang bertugas itu masih seorang pemuda yang berjiwa muda. Demi komando, maka mereka rela dilempari dan tetap bertahan.