Mohon tunggu...
Juanda
Juanda Mohon Tunggu... Penulis - Kompasianer Taruna

$alam Hati Gembira ...

Selanjutnya

Tutup

Sosok Pilihan

Caleg Tunggu Panggilan Kerja

4 Mei 2019   11:18 Diperbarui: 21 Mei 2019   22:31 199
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“Ada yang memiliki jabatan, tapi malas bekerja. Ada yang rajin bekerja, tapi tidak memiliki jabatan.”

Telah ramai beredar komposisi menteri baik dari capres no. 1 dan no. 2, padahal hasil real count belum muncul. Ada pendapat pula yang pro-kontra atas nama-nama tertentu yang dipasang itu. Padahal tim menteri yang resmi untuk mendampingi presiden terpilih 2019 belum diumumkan, namun pembahasan telah semarak di media sosial. Harapan dan doa telah dipanjatkan untuk bersaing mengisi lowongan kerja menjadi pembantu presiden itu.

Tahun ini ada 16 partai politik secara nasional yang menjadi 'calo' kerja, para pencari kerja untuk menjadi anggota dewan dengan jabatan wakil rakyat. Ditambah dengan 4 partai politik lokal di Aceh. Ada 7.968 (4.774 laki -laki & 3.194 perempuan) orang calon legislatif yang sedang ikutan bertarung pemilihan untuk mendapatkan kesempatan dari antara kursi yang ditawarkan DPR-RI - 575, DPD - 136, DPRD Provinsi - 2,207, DPRD Kota/Kabupaten - 17,610.

Sekjend KPPI Kaka Suminta seperti dilansir di idntimes.com, bahwa harga kursi caleg bisa antara 2 hingga 5 miliar rupiah. Coba bayangkan, untuk kursi DPR-RI, yang 575 kursi itu akan diperebutkan oleh 8370 orang calon legislatif. Dalam hitungan matematis, maka 1 kursi DPR-RI diperebutkan oleh 14 orang.

Dalam dunia perdagangan, ketika mengeluarkan modal untuk investasi tertentu, maka diharapkan minimal akan bisa kembali modal. Dan yang lebih diharapkan bisa untung berlipat-lipat. Lalu kalau untuk duduk di Senayan dengan modal 5 M, lalu kembali modalnya kapan yach? Apalagi untung? Jadi bukanlah tidak mungkin, saat menjabat akan tetap berjuang untuk mendapatkan keuntungan itu, bukan? Namun, jika nasib lagi sial, bisa pindah kantor dari Senayan ke Lapas Sukamiskin, Bandung.

Meskipun untuk  mendapat kerja sebagai anggota legislatif itu begitu sulit dan membutuhkan biaya tinggi, namun tiap ada pemilihan tetap banyak yang menginginkan kursi tersebut. Kalau mau dikatakan bahwa mereka itu tidak memiliki mental wirausaha, tidak juga sih, karena banyak pengusaha sukses juga mencalonkan diri pula.

Segala daya upaya telah dilakukan oleh para pelamar, supaya dirinya bisa diterima dan dicoblos oleh masyarakat melalui partai yang mengusungnya. Mulai dari doa pribadi, hingga titip doa kepada rekannya. Mulai dari dana pribadi, hingga minta sumbangan. Mulai dari jual harta, hingga meminjam. Mulai dari gagap bicara, hingga pandai bicara. Mulai dari malu fotonya dilihat banyak orang, hingga menampilkan foto-foto editan yang memukau.

Alasan yang paling keren terucap adalah untuk mengabdi kepada masyarakat. Namun kalau mengabdi kepada masyarakat, mengapa KPK sering menangkap, bahkan ada yang OTT anggota dewan terhormat ini? Menurut KPK telah lebih dari 220 orang anggota DPRD dan DPR sudah diproses terkait kasus korupsi. Mengabdi itu mulia adanya. Mengapa perilaku yang mulia ini dinodai dengan kejahatan?

Masyarakat sekarang telah cerdas politik, hingga beberapa pemain film atau penyanyi pun disinyalir gagal memperoleh kursi panas ini. Dan ketika artikel ini disusun, para caleg ini sedang berdebar-debar hatinya, sambil memiliki hobi baru yaitu memanjat doa, hingga pengumuman resmi dari KPU pada 22 Mei 2019.

Mencari kerja akan melelahkan fisik. Menunggu panggilan kerja akan melelahkan psikis. Dan pada saat kerja keduanya akan bisa jadi lelah. Maka kalau tidak mendapatkan keuntungan dari jabatan ini, maka tidak akan banyak yang melamar. Minimal akan mendapatkan keuntungan dari harga diri yang naik, karena memiliki jabatan sebagai wakil rakyat.

Bekerja sebagai wakil rakyat, berarti bos-nya adalah rakyat. Mestinya harus mengabdi kepada rakyat yang mendukungnya. Sebelum jadi anggota legislatif tampilannya begitu rendah hati, bahkan merendahkan diri di hadapan para pemilihnya. Namun ada perubahan perilaku, setelah menjadi anggota legislatif. Lalu pada waktu ada pemilihan lagi akan berubah lagi. Seperti bunglon kayaknya.

Untuk menjadi anggota dewan ini, memanglah tidak mudah bagi kalangan tertentu. Namun semestinya, lebih tidak mudah lagi, saat sedang duduk di kursi panas yang penuh dengan intrik. Awalnya adalah seorang yang bermoral baik, namun ketika menjabat susah untuk (sungkan) menolak tawaran demi tawaran, baik dari rekan sesama anggota dewan, maupun dari oknum institusi lain yang akan membuatnya tidak bisa lagi berjalan sesuai dengan sumpah jabatannya itu.

Namun, apakah orang yang baik tidak bisa menjadi anggota dewan? Ataukah masih ada anggota dewan yang hatinya baik? Pasti masih ada. Anggota yang seperti inilah, yang perlu mendapat dukungan luas. Karena akan menghadapi tekanan yang begitu berat. Dan mungkin dimusuhi juga oleh sesama rekan kerjanya. Akhirnya bisa disingkirkan dengan jebakan tertentu.-

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosok Selengkapnya
Lihat Sosok Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun