Mohon tunggu...
Juanda Azhari
Juanda Azhari Mohon Tunggu... Penulis - Penulis
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Menulis, menulis, dan menulis.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Ibuku dan Buku

22 Desember 2022   11:40 Diperbarui: 22 Desember 2022   11:50 141
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Jalih dan Emak Ipeh (Koleksi Pribadi)

"Jalih...Jangan main main tanah terus. Nanti tanahnya telan kamu." Ucap Emak Ipeh kepada anaknya yang hampir sekujur tubuhnya telah dilumuri tanah. Bukannya berhenti, Jalih melanjutkan kotor-kotornya hingga tanah itu tak sengaja terkena matanya yang sontak membuatnya merengek ketakutan dan kesakitan. 

"Ibuu.... Perihhh." Teriaknya.

"Aduh, kenapa lagi anakku." Resah Ipeh. 

Ia menuruni tangga rumah dan segera menggapai anaknya. Melihat kondisi anaknya? Mak Ipeh ngomel tak karuan karena anaknya sudah tak nampak lagi seperti manusia namun lebih mirip patung. Jalih terus mengucek ucek matanya yang perih. Sementara Mak Ipeh bergegas meraih tangan anaknya itu agar Jalih berhenti mengucek matanya. 

"Jangan dikucek Jalih. Nanti Infeksi matanya. Sini ikut emak ke kamar mandi." 

"Nggak mau, Jalih masih mau main."

"Mau main gimana kalau matanya kemasukan tanah, bersihin dulu matanya baru main lagi." Kesal Ipeh.

Setelah dipaksa terus oleh emaknya, Jalih  akhirnya mau ikut. 

**

Tak terasa usia Jalih sudah menginjak 17 tahun. Sebelum berangkat ke sekolah, Jalih meminta do'a Ibunya agar dilancarkan dalam mengikuti ujian terakhirnya. 

"Emak, Jalih mohon do'anya. Karena hari ini adalah hari terakhir Jalih mengikuti ujian, Jalih pengen cium kening Ibu. Udah lama banget Jalih nggak cium keningnya."

"Boleh nak. Sini cium emak."

Jalih menahan kecupannya itu di dahi Emaknya. Belum sempat Ia menjauhkan kepalanya itu, air mata keduanya menyucur, mereka tak bisa menahan pedihnya bertahan hidup hanya berdua. Jalih menangisi emaknya karena terharu dengan emaknya yang semangat menjalani hidup dan bekerja keras hanya untuk menyekolahkan anaknya. Sementara Emaknya sangat terharu dengan anaknya yang masih menjaga buku pemberiannya sedari Ia menginjakkan kaki pertama kalinya di bangku sekolah dasar. Buku itu terlihat usang namun masih layak untuk dibaca. Emak Ipeh selama ini tidak pernah menanyakan pelajaran apa saja yang dapat anaknya itu petik dari buku pemberiannya. Merasa timingnya pas, Ia pun menanyakan hal tersebut.

"Jalihh, kan Jalih udah pegang buku itu dari sd, sekarang Ibu mau nanya apa apa aja yang udah jalih peroleh dari buku itu."

Mendengar pertanyaan Ibunya, Jalih malah semakin menitikan air mata. Hal tersebut membuat Emak Ipeh bingung.

"Lah kok malah tambah nangis. Jangan gitu dong, emak juga sedih kalau liat Jalih sedih."

"Sebelum Jalih jawab pertanyaan emak, Jalih pengen nanya ke emak, boleh?"

"Mau nanya apa?"

"Ibu jawab jujur, Ibu nggak bisa baca ya?"

Emak Ipeh seketika terdiam. 

"Jawab Mak, kok diem."

"Napa Jalih nanyanya gitu?" 

"Soalnya Buku ini kitabnya kristen emak. Kita kan islam."

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun