Kawasan Malang merupakan kawasan perkebunan dan tempat wisata dimana Malang sudah memiliki brand sebagai kota pendidikan juga. banyak sekolah dan universitas yang ada di kota ini. Biarlah beban ini tidak ditambah lagi dengan menjadi sebuah ibukota. Jember hampir tidak mungkin karena posisi yang sudah terlalu jauh ke timur. Semarang sudah padat penduduknya dan juga biarlah tetap fokus sebagai kota industri dan perdagangan. Selain itu, Semarang bagian bawah itu sering terkena rob dan jika tidak ada tindakan berarti dari pemerintah diperkirakan kawasan Semarang bawah akan tenggelam terkena banjir rob. Jelas ini merupakan hal yang tidak mendukung.
Surakarta lebih tepat dibiarkan sebagai pusat budaya Jawa bukan menjadi sebuah ibukota. Entah mengapa, aku kuatir jika Surakarta dijadikan ibukota maka kawasan-kawasan yang tidak setuju sih. Jika mengingat Sejarah zaman dulu, Jawa bagian timur merupakan kawasan yang anti terhadap kekuasaan Mataram Surakarta. Tentu kita tidak lupa kawasan Arek yang berupaya menciptakan bahasa sendiri lepas dari pengaruh Mataram Jawa. Belum lagi kawasan tapal kuda alias Kerajaan Blambangan yang dulu sempat dihancurkan oleh VOC yang didukung oleh Mataram Jawa. Jadi lebih baik meminimalisasi hal ini dengan cara melepaskan diri dari pengaruh Surakarta.
Kemudian dilihat dari faktor bencana. Madiun secara umum bebas dari pengaruh bencana alam. Kalau di kawasan Pesisir seperti Surabaya dan Semarang, dikuatirkan terkena bencana banjir rob yang memang makin parah. Belum lagi faktor perubahan iklim global yang mengakibatkan permukaan air laut akan terus mengalami kenaikan. Tentu saja korban pertama yang terdampak adalah kawasan pesisir terlebih dulu seperti Semarang, Surabaya, Demak, Jepara, Gresik dan lain-lain.
Madiun yang jauh dari laut akan lepas dari bencana seperti itu. Faktor Kawasan industri juga mengakibatkan terjadi kerusakan lingkungan yang cukup parah di kota-kota pesisir seperti Semarang dan Surabaya. Penduduk yang padat ditambah banyak bangunan tinggi juga mengakibatkan peluang terjadinya instrusi air laut. Masuknya intrusi air laut mengakibatkan air tanah menjadi lebih asin dan tidak layak minum . kasus ini akan banyak ditemukan di kota pesisir yang sudah padat penduduknya dan banyak gedung-gedung tinggi.
Banyaknya pabrik dan juga penduduk yang sangat pada juga mengakibatkan tingkat polusi air menjadi tinggi. Balik lagi, air tanah pasti akan terdampak dari limbah air yang sudah tercemar ini. Ujung-ujugnya air sering tidak laiak dikonsumsi. Kasus di Surabaya, biasanya penduduk menggunakan air isi ulang/mineral untuk konsumsi, sementara air PDAM hanya digunakan untuk mandi mencuci baju dan sejenisnya. Kawasan Madiun juga bisa lepas dari peluang terjadinya tsunami karena posisinya yang jauh dari Selatan Jawa. Selain itu juga bisa selamat jika terjadi bencana badai siklon tropis karena posisinya masih berada antara 7-80 LS. Sementara itu kita tahu bahwa badai tropis tidak akan terjadi antara 0-100 LS/LU karena kawasan ekuator pasti panas. Â
Bencana longsor juga tidak akan terjadi di kawasan Madiun. Letusan gunung berapi juga juga tidak memengaruhi karena Madiun diapit oleh dua gunung yang secara teori masuk kategori gunung yang sudah lama tidak aktif, yaitu Gunung Lawu dan Gunung Wilis. Berbeda dengan Surakarta yang lebih dekat dengan Gunung Merapi atau Kediri yang lebih dekat dengan Gunung Kelud. Malang juga lebih dekat dengan Semeru yang juga sering aktif. Kebencanaan ini tentu juga menjadi pertimbangan utama. Apalagi Yogya yang jelas-jelas berada di dekat dengan Merapi. Salah satu alasan dulu Kerajaan Mataram hindu kuno berpindah ke Jawa Timur kan karena pusatnya yang di yogya dulu sering terkena bencana gunung api.
Betul memang biaya untuk membangun akan jauh lebih besar dibandingkan kota-kota besar lain yang lebih siap secara infrastruktur, namun untuk jangka panjang, Madiun itu jauh lebih prospektif untuk bertahan menjadi Ibukota Jawa yang baru. Itulah teori saya jika jawa berubah menjadi sebuah negara baru (hanya mencakup jawa Tengah, jawa Timur dan Yogya). Bagaimana pendapat kalian? Silahkan komen ya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H