Kali ini saya akan membahas film Singapura lama, lama banget malahan karena rilis tahun 2002, tapi film ini bagus sih.Â
Sewaktu pertama membaca judulnya, saya mengira bahwa ini salah judul  karena susunan kalimatnya I Not Stupid, padahal dalam pengetahuan saya adalah I am Not Stupid. Tapi ternyata memang seperti itu, dan itu juga berkaitan dengan bahasa Inggris yang ada di Singapura sepertinya.Â
Film ini merupakan film keluarga tapi begitu banyak yang bisa kita kritisi berkaitan dengan kehidupan Masyarakat sosial di Singapura. Sudah lebih dari 5 kali saya menonton film ini tapi tidak bosan sih. Dan film ini sebenarnya ada part 2 nya saat tokoh-tokohnya sudah dewasa tapi saya sudah lupa deh.
Saya akan bahas mengenai sistem pendidikan, karena memang sesuai judulnya, film ini membahas tiga anak yang dianggap bodoh yaitu Boon Hock, Kok Pin, dan Terry. Mereka berada di kelas EM3.Â
Sekadar info, bahwa sistem jenjang di Singapura (pada masa itu, karena saya tidak tahu ya sekarang seperti apa) terbagi menjadi tiga level, yaitu EM1 untuk yang paling tinggi, EM2, EM3 untuk yang paling rendah.jadi bisa dibayangkan bahwa ketiga anak ini bukan anak yang pintar.
Standar pandai di Singapura saat itu adalah harus menguasai Matematika dan Bahasa Inggris. Sehebat apapun kamu di bidang lain, jika kamu tidak menguasai dua bidang ini maka kamu dianggap bodoh.
Tekanan sosial di Singapura begitu tinggi. Anak-anak saling bersaing untuk bisa mendapatkan nilai yang baik di kedua mata Pelajaran tadi. Jika nilai rendah, siap-siap akan diremehkan walau itu oleh sepupu sendiri.Â
Hal ini terjadi pada Boon Hock yang diremehkan oleh sepupunya yang merupakan siswa EM1. Seberapun yang dia dapat (nilainya 78 ) maka sepupunya akan datang untuk membuli dan merendahkannya bahwa nilai 78 merupakan nilai terendah di level EM1.Â
Orang tua akan berusaha mati-matian untuk bisa mendidik anak dengan baik. Hal yang tidak terkecuali dilakukan oleh ibu Kok Pin yang sampai harus keluar dari pekerjaan demi fokus mengajari anaknya belajar untuk mendapatkan nilai yang baik.
Cara mendidik anak di Singapura juga merupakan stereotip sekali untuk orang tua zaman dulu, mereka menggunakan kekerasan dengan pemikiran anak-anak akan menjadi termotivasi berusaha lebih keras supaya tidak mendapatkan kekerasan fisik dari orang tua mereka.Â