Mohon tunggu...
Asaf Yo
Asaf Yo Mohon Tunggu... Guru - mencoba menjadi cahaya

berbagi dan mencari pengetahuan. youtube: asaf yo dan instagram: asafgurusosial

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

Melihat Sejarah Munculnya Aksara Hangeul di Korea dalam Film "The King's Letter"

10 Desember 2020   07:00 Diperbarui: 11 Desember 2020   15:49 440
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hanya untuk membentuk aksara baru saja, penentangan besar terjadi di lingkungan kerajaan. Para pejabat istana kuatir bahwa Tiongkok akan menjadi marah karena Korea menciptakan aksara sendiri. Walaupun Raja Sejong mengetahui bahwa ada alasan lain, bahwa agama Konghuchu merupakan agama negara dengan aksara mandarin, dan hanya segelintir orang yang menguasai aksara mandarin. Para pejabat ingin menciptakan situasi eksklusif bahwa hanya segelintir orang yang boleh bisa membaca dan menulis. Dari sini pejabat yang omong sepertinya tidak sadar bahwa pola yang mereka pakai sama saja dengan pola di kerajaan yang berkuasa di Korea sebelumnya.

Yah, jika di era sebelumnya Buddha menjadi sangat ekslusif dan dimana para biksu memonopoli pengetahuan, kekayaan dan kekuasaan, maka hal yang sama juga terjadi di era Joseon. Menurut Raja Sejong, konfusius juga tidak akan jauh berbeda. Buktinya, semua tulisan agama konfusius menggunakan aksara Cina (Hanja)yang hanya dikuasai oleh segelintir orang dan mereka umumnya memiliki kedudukan tinggi.

Sifat begitu takutnya pejabat Joseon terhadap Tiongkok membuat mereka akhirnya menghamba pada apapun yang berasal dari Tiongkok. Salah satunya melalui agama dan aksara. Mereka berusaha meminggirkan agama Buddha dan berusaha menurunkan posisi Ratu Sohun yang memeluk agama Buddha.

(saya sarankan kalian melihat serial Korea berjudul Jang yong sil, ilmuwan cerdas pada masa sebelum Raja Sejong dimana pengetahuannya dihambat oleh para ilmuwan dan pejabat Korea hanya karena dia ingin meciptakan astronomis sendiri tidak berkiblat ke Tiongkok. Serial ini menguatkan pikiran saya bahwa di masa itu, semua kebudayaan dan teknologi Korea sepertinya harus berkiblat ke Tiongkok kalau tidak, maka akan ada ancaman bahwa Tiongkok menjadi marah dan menyerang Korea)

Dari sini saya berpikir, bahwa sang raja sebenarnya sangat ingin agar Korea memiliki identitasnya sendiri, bukan boneka Tiongkok. Identitas Korea ya dengan aksara Korea. Hanya saja penentangan yang terjadi begitu besar. Bahkan saat dia sudah membuat buku tentang cara menggunakan aksara baru itu, pejabat yang ditunjuk untuk mencetak buku itu menggantinya bahwa aksara baru itu berdasarkan huruf dan fonetik Cina (padahal ini awalnya dari Bahasa sansekerta yang termuat dalam buku tripitaka).

Begitu juga pada saat buku itu diberikan pada seluruh pejabat istana di Aula istana, semua pejabat istana meninggalkan buku itu tanpa dibuka sama sekali. Bagi mereka lebih baik menggunakan aksara Cina yang rumit agar tidak semua orang bisa membaca dan menulis dan tentu saja agar tidak membuat Tiongkok marah.

Sang raja juga sebenarnya menginginkan agar Konghuchu serta Buddha dibiarkan berkembang di Korea. Dia mengabaikan protes seluruh pejabat istana kala Sang ratu dimakamkan dengan cara agama Buddha. Bagi mereka, harusnya sang ratu dimakamkan dengan cara Konghuchu.

Disini saya melihat pemaksaan agama begitu terlihat, upaya agar agama Buddha yang masih dipeluk oleh rakyat jelata disingkirkan sedikit demi sedikit. Kalau bisa dicabut dari akarnya sehingga tidak akan menimbulkan kegaduhan.Para pejabat menyebut agama Buddha ini dengan sebutan bid'ah (aliran sesat?), ritual mengerikan sebagai contoh penentangan terhadap agama ini.

Konflik antar agama terlihat nyata di film ini. Buddha yang sudah ada sebelumnya di Korea dan menjadi agama negara di era sebelumnya, begitu kerajaan baru ( Joseon) berdiri dengan dasar agama lain (konghuchu), maka agama yang lama mulai dipinggirkan dari kerajaan. Sekadar pembangunan kuil kecil di dalam istana karena permintaan Ratu Sohun bisa menjadi masalah besar secara politik. Agama baru berusaha untuk menjadi mayoritas melalui tangan-tangan institusi negara.

Konflik antar negara (walau tidak terlihat secara langsung) juga terjadi. Raja Sejong sangat berani berbeda pendapat dengan seluruh pejabatnya yang pro aksara mandarin. Hanya dia sendiri (secara politik) yang menginginkan Korea memiliki kebanggaan dengan aksaranya sendiri, bukan cuma meniru negara tetangga yang jauh lebih besar.menurut saya, Raja Sejong menganggap penggunaan aksara mandarin dalam tradisi menulis di Korea merupakan suatu bentuk penjajahan Tiongkok atas Korea. Dan dia begitu marah karena semua pejabatnya tidak ada yang mendukungnya untuk menciptakan identitasnya sendiri.

Selain konflik berkaitan dengan agama dan kerajaan, saya juga melihat perbedaan kepentingan antara Raja Sejong dan Biksu Shinmi. Jika Raja hanya menginginkan aksara yang mudah dipelajari, maka Biksu Shin Mi memiliki impian untuk mengembalikan agama Buddha menjadi agama negara, dan menciptakan aksara ini merupakan salah satu upayanya agar agama Buddha kembali menjadi agama negara.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun