Mohon tunggu...
Juan Alviaro
Juan Alviaro Mohon Tunggu... -

Be who you are and say what you feel. With some more research... :)

Selanjutnya

Tutup

Politik

Analisis Post-Factum Tentang Pemilihan Ketua KPK

3 Desember 2011   01:56 Diperbarui: 25 Juni 2015   22:54 402
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Golkar memenangkan pertarungan politik dalam pemilihan Ketua KPK dengan menipu Bambang Widjajanto. Bagi Golkar, yang tetap melihatnya sebagai ancaman, Bambang hanya trik untuk menyembunyikan dukungan sesungguhnya dari Partai berlambang Beringin ini kepada Abraham Samad.

Tentang Abraham Samad, harian berbahasa Inggris The Jakarta Post mengingatkan (http://bit.ly/tieiGe) :

"Abraham has pursued his career as an attorney since 1995. His early career saw him dedicating his time as an NGO advocate at the South Sulawesi’s Anti-Corruption Committee (ACC), where he acted as both founder and coordinator.

With the ACC, Abraham focused his services on fighting corruption for a better government and public service system.

Later on in his career, Abraham became affiliated with several Islamic groups and prolific figures.

He was known to be close with the hard-line Makassar group, the Jundullah Troops, and was a lawyer for its parent organization Committee to Uphold Islamic Sharia (KPSI).

In 2002 he was the lawyer for terrorism defendant Agus Dwikarna, an Indonesian citizen who was sentenced to 17 years in prison by a Philippine court for being apprehended at the Manila airport in possession of explosives. Dwikarna was also charged with having links with terrorist networks operating in Southeast Asia.

Convicted terrorist Abu Bakar Ba’asyir was another Islamic figure Abraham was reportedly familiar with. When Ba’asyir visited Makassar in July 2009, Abraham acted as his companion".

Lebih lanjut, pada 2009, dalam suatu orasi Abraham Samad mengatakan korupsi harus segera dituntaskan di Indonesia dan karena itu kasus Century harus diusut sampai tuntas

(http://www.palopopos.co.id/?vi=detail&nid=30557):

''Kami meminta kepada Presiden SBY untuk mengundurkan diri apabila dalam pengusutan skandal Bank Century ternyata terdapat indikasi keterlibatannya,'' tegas Samad.

Berikut ini Jakarta Post membahas mengenai Abraham Samad yang pernah terkait dengan Laskar Jundullah, afiliasi Al-Qaeda di Indonesia tahun 2000-2002 (http://www.thejakartapost.com/news/2011/12/03/new-kpk-chairman-once-had-ties-al-qaeda-affiliated-unit.html)

Anticorruption activists have welcomed the appointment of lawyer and Makassar-based activist Abraham Samad as the new leader of the Corruption Eradication Commission (KPK) despite his previous associations with an Islamic hardliner group.

The House of Representatives’ Commission III on legal affairs and law, human rights and security, declared Abraham the winner of the KPK leader election after the vote count showed he had received the most support on Friday.

Earning solid support from the Golkar Party, Abraham finished ahead of rival candidates Bambang Widjojanto, Adnan Pandu Praja and Zulkarnaen, by securing 43 of the total of 56 votes. Abraham will lead the commission until 2015.

Although he was praised for being a clean candidate with no links to corruption, his record is hardly flawless.

In 2002, Abraham represented suspects in the bombing of a McDonald’s restaurant and a Toyota dealer showroom owned by then businessman Jusuf Kalla, former vice president, in Makassar, South Sulawesi, that claimed three lives and injured 11.

The suspects were members of the Preparatory Committee for Islamic Sharia Enforcement (KPPSI), an organization for which Abraham offered legal support in his capacity as investigation team head. The organization had links to Laskar Jundullah, a paramilitary organization linked to al-Qaeda.

Agus Dwikarna, a KPPSI front man, was arrested at Ninoy Aquino Airport in Manila for possessing explosives. He was arrested along with two other Indonesians: Tamsil Linrung, now a lawmaker with the Prosperous Justice Party (PKS), and Abdul Jamal Balfas, a businessman from Samarinda, East Kalimantan.

Abraham was then hired by Agus and Tamsil to represent them in the terrorism case.

***

Sebenarnya, Demokrat seiring dengan Golkar bahwa Bambang Widjajanto sangat layak masuk KPK. Tapi Demokrat berseberangan dengan Golkar dalam hal mendukung Bambang menjadi Ketua KPK.

Demokrat lebih menjagokan Yunus Husein karena menganggap pengetahuan dan pengalamannya sebagai Ketua PPATK bakal jadi modal ampuh untuk membongkar pat gulipat koruptor, bila ia terpilih jadi Ketua KPK.

Apalagi, Bambang sempat main mata dengan Golkar, dengan menulis kata pengantar di buku politisi Golkar Bambang Susatyo tentang kasus Century. Tapi Bambang tidak sendirian. Ketua KPK sebelumnya, Busyro Muqoddas, juga menulis pengantar di buku yang sama.

Kejadian itu yang memuncaki keputusan Demokrat untuk menarik dukungan dari Busyro dan enggan mendukung Bambang.

Pada sisi lain, Golkar dan partai-partai sekutunya menolak keras jagoan Demokrat, yakni Yunus Husein. Dengan dalih bahwa anggota Satgas Pemberantasan Mafia Hukum ini adalah "titipan Presiden SBY".

Adapun terhadap Busyro Muqoddas: kendati tokoh yg lantang mengecam politisi korup ini telah mengirim signal bersahabat, toh partai pimpinan taipan Aburizal Bakrie dan sekutunya tetap berniat menggusurnya dari kursi Ketua KPK.

Golkar untuk beberapa waktu menyatakan mendukung Bambang menjadi Ketua KPK. Sebuah dukungan yg sebentar kemudian terbukti palsu.

Dalam ketegangan dan tarik menarik politik itulah, nama Abraham Samad yang sama-sama didukung Demokrat dan Golkar untuk masuk KPK, melesat naik mengganti Busyro menduduki kursi Ketua KPK.

Ia adalah sebuah kompromi: kemudian, pengacara asal Sulawesi Selatan ini, kelihatannya jadi paling "netral" di banding kandidat lain yang

tersisa: Adnan Pandu Praja yg dianggap "dekat" dgn Polisi, atau Zulkarnain yg adalah eks Jaksa.

***

Kebijakan bail-out bank Century rupanya tetap menjadi faktor kronis yg terus menghidupkan penyakit kanker dalam hubungan politik Golkar dan Demokrat. Kali ini, pertarungan itu pecah dalam arena pemilihan anggota dan ketua KPK.

Golkar ada di depan memimpin partai-partai yang berkeras tidak puas dengan sikap KPK yang kukuh menilai tidak terdapat bukti bahwa Boediono dan Sri Mulyani melakukan tindak pidana korupsi. Tidak pernah ada bukti bahwa Boediono atau Sri Mulyani menerima uang pelicin untuk membuat kebijakan bail-out. Koboi-koboi Senayan terus mencari, tapi tidak pernah menemukan.

Boediono dan Sri Mulyani adalah tokoh yang bersih.

Tanpa kesimpulan hukum dari KPK bahwa kebijakan bail-out bank Century memenuhi delik Korupsi, tak terdapat celah bagi Golkar untuk menggandakan kasus ini bagi akumulasi kekuasaan politik. Partai yang diketuai Aburizal Bakrie ini rupanya tidak puas hanya dengan menekan Menteri Keuangan Sri Mulyani pergi dari Indonesia.

Golkar rupanya hanya menggunakan Bambang Widjajanto sebagai trik pengalih perhatian. Yang benar, sangat mungkin sedari awal, Golkar berencana mengatrol Abraham Samad menjadi Ketua KPK.

Abraham Samad mulus menjadi Ketua KPK karena dialah satu-satunya yang diyakini oleh Golkar dan partai-partai politik sehaluan, bakal tidak menyolok melayani kepentingan mereka. Yakni, membuat KPK berkompromi menjadikan Century sebagai instrumen politik untuk menawar, kalau mungkin menjatuhkan, kepemimpinan Presiden SBY-Boediono.

Untuk itu, Golkar dan partai-partai sekutu dengan sepenuhnya sadar mengabaikan fakta bahwa Abraham Samad memiliki rekam jejak yg dekat dengan kalangan fundamentalis kanan radikal, semacam Abubakar Baasyir dan Agus Dwikarna.

Walhasil, adalah Yunus Husein, tokoh yg didukung Demokrat, yang pertamakali terjungkal. Tapi di licinnya permainan politik Senayan, Bambang dan Busyro juga tergelincir tak lama kemudian.

Golkar memang jago. Tapi kemenangan Golkar dan Partai Politik sehaluan tersebut adalah bukti, bukan saja bahwa Setgab sebenarnya tidak banyak berguna. Namun juga bukti, bahwa Fraksi Partai Demokrat telah gagal melakukan antisipasi politik yang diperlukan untuk mengawal kebijakan dan kestabilan pemerintahan SBY. Buktinya, Demokrat berulang menjadi partai pecundang.

Agaknya, diperlukan reformasi yang segera di tubuh Fraksi Partai Demokrat di DPR, antara lain dengan mengganti tokoh-tokoh kuncinya, termasuk tapi tidak terbatas pada Ketua Fraksinya sendiri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun