Mohon tunggu...
Juan Alviaro
Juan Alviaro Mohon Tunggu... -

Be who you are and say what you feel. With some more research... :)

Selanjutnya

Tutup

Politik

Analisis Post-Factum Tentang Pemilihan Ketua KPK

3 Desember 2011   01:56 Diperbarui: 25 Juni 2015   22:54 402
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Golkar ada di depan memimpin partai-partai yang berkeras tidak puas dengan sikap KPK yang kukuh menilai tidak terdapat bukti bahwa Boediono dan Sri Mulyani melakukan tindak pidana korupsi. Tidak pernah ada bukti bahwa Boediono atau Sri Mulyani menerima uang pelicin untuk membuat kebijakan bail-out. Koboi-koboi Senayan terus mencari, tapi tidak pernah menemukan.

Boediono dan Sri Mulyani adalah tokoh yang bersih.

Tanpa kesimpulan hukum dari KPK bahwa kebijakan bail-out bank Century memenuhi delik Korupsi, tak terdapat celah bagi Golkar untuk menggandakan kasus ini bagi akumulasi kekuasaan politik. Partai yang diketuai Aburizal Bakrie ini rupanya tidak puas hanya dengan menekan Menteri Keuangan Sri Mulyani pergi dari Indonesia.

Golkar rupanya hanya menggunakan Bambang Widjajanto sebagai trik pengalih perhatian. Yang benar, sangat mungkin sedari awal, Golkar berencana mengatrol Abraham Samad menjadi Ketua KPK.

Abraham Samad mulus menjadi Ketua KPK karena dialah satu-satunya yang diyakini oleh Golkar dan partai-partai politik sehaluan, bakal tidak menyolok melayani kepentingan mereka. Yakni, membuat KPK berkompromi menjadikan Century sebagai instrumen politik untuk menawar, kalau mungkin menjatuhkan, kepemimpinan Presiden SBY-Boediono.

Untuk itu, Golkar dan partai-partai sekutu dengan sepenuhnya sadar mengabaikan fakta bahwa Abraham Samad memiliki rekam jejak yg dekat dengan kalangan fundamentalis kanan radikal, semacam Abubakar Baasyir dan Agus Dwikarna.

Walhasil, adalah Yunus Husein, tokoh yg didukung Demokrat, yang pertamakali terjungkal. Tapi di licinnya permainan politik Senayan, Bambang dan Busyro juga tergelincir tak lama kemudian.

Golkar memang jago. Tapi kemenangan Golkar dan Partai Politik sehaluan tersebut adalah bukti, bukan saja bahwa Setgab sebenarnya tidak banyak berguna. Namun juga bukti, bahwa Fraksi Partai Demokrat telah gagal melakukan antisipasi politik yang diperlukan untuk mengawal kebijakan dan kestabilan pemerintahan SBY. Buktinya, Demokrat berulang menjadi partai pecundang.

Agaknya, diperlukan reformasi yang segera di tubuh Fraksi Partai Demokrat di DPR, antara lain dengan mengganti tokoh-tokoh kuncinya, termasuk tapi tidak terbatas pada Ketua Fraksinya sendiri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun