Itulah terkadang ayahku dapat sebutan "pendeta" dari mama dibandingkan dengan perannya yang sesungguhnya sebagai Abdi Negara di ABRI pada masa-masa tugasnya dulu. Namun, nilai ini yang membekas dan terbentuk dalam diriku sampai dewasaku bahkan sampai di dunia kerjaku. Ilmu nyata yang tidak pernah kutemukan di Sekolah manapun sampai hari ini. Bagiku, ini adalah contoh nyata yang menambah kekaguman dan kecintaanku kepada ayahku.
Namun, dengan segala kekurangannya, aku bersyukur karena ternyata aku menyadari bahwa yang aku butuhkan dalam pertumbuhanku menjadi dewasa bukanlah kemewahan, kekayaan ataupun kejayaan.
Aku bersyukur karena aku mendapatkan hakekat yang sesungguhnya dalam kehidupan yaitu karakter. Karena aku meyakini bahwa karakter bertumbuh bukanlah secara instan tetapi semua dimulai dari hal-hal kecil dalam keluarga sejak kita dapat membedakan mana yang baik dan mana yang jahat dalam hidup.
Sekarang aku menyadari, apa yang dibutuhkan seorang wanita dalam pertumbuhannya, itu yang aku dapatkan dari ayahku dalam pertumbuhanku menjadi seorang wanita yang lebih baik, baik kehangatan, kepedulian, pelukan, ciuman dan kepercayaan.
Ayah, aku merindukanmu. Aku merindukan semua kenangan indah kita. Setiap nilai yang kau tanamkan adalah kenangan yang paling indah yang saat ini bisa aku rengkuh dan aku bawa untuk menikmati kebersamaan denganmu.
Apa yang kau tanamkan dan lakukan dalam masa pertumbuhanku menjadi dewasa adalah pelajaran berharga buat kami anak-anakmu dalam mendidik cucu-cucumu menjadi wanita-wanita hebat kelak. Karena hanya dengan mengalami bahwa ayah adalah cinta pertama bagi anak wanitanya lah yang membuat seorang wanita bisa tetap dipagari sampai kelak seorang wanita menemukan pria yang menjadi teman hidupnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H