Mohon tunggu...
Jufrianto Siahaan
Jufrianto Siahaan Mohon Tunggu... Buruh - Selamat membaca Catatan Harian saya.

Pengendara motor yang tak pernah menginjak rem untuk kelajuan ide yang muncul sepanjang perjalanan.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Dari Modif Helm sampai Pasang Exhaust, Ini Alternatif Solusi untuk Perokok

2 Oktober 2019   15:51 Diperbarui: 2 Oktober 2019   18:38 359
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ini adalah Perjalanan tanpa Asap Rokok | dokpri

Saya seorang pengendara sepeda motor. Sehari-hari, saya menempuh perjalanan selama satu jam dari rumah ke kantor. Itu adalah waktu tempuh dalam kondisi normal. Tidak macet, tidak juga lengang. Tetapi jika kondisi arus lalu lintas sangat padat, waktu tempuhnya bisa mencapai 20-30 menit lebih lama. Itu hanya untuk sekali jalan saja. Dengan kata lain, seperdelapan usia saya dalam sehari itu saya habiskan di jalanan.

Sepanjang perjalanan itu, asupan udara yang terhirup tak selalu baik bagi kesehatan tubuh. Kendati pagi hari diklaim sebagai waktu terbaik memperoleh oksigen, kadarnya sering terkontaminasi. Tak hanya asap buangan mesin kendaraan, asap rokok para pengendara yang hobi merokok pun tak mau ketinggalan.

Kalau hanya asap rokok, barangkali efek langsung dirasakan paling besar oleh fungsi pernafasan. Pengendara sepeda motor yang menyadari risiko ini, seringkali memperlengkapi diri dengan masker pelindung. "Biar bisa mengurangi partikel jahat yang terhirup, Mas", katanya.

Persoalan asap rokok inilah yang sedang diatasi oleh pemerintah. Efek rokok sendiri bisa mengakibatkan potensi gangguan pada fungsi kerja jantung. Di tahun 2020, pemerintah serius untuk menekan angka perokok. Caranya, cukai rokok dinaikkan menjadi 23 persen.

Bagi pengendara sepeda motor macam saya, inisiatif pemerintah ini sesungguhnya kontradiktif. Bagaimana mungkin menekan angka perokok melalui peningkatan harga jual rokok? Bagaimana mungkin menekan suatu kebiasaan dengan menaikkan komponen harga objek utama kebiasaan itu?

Apakah kemudian si perokok akan berkata: "Sepertinya aku harus berhenti merokok hari ini. Karena gaji bulananku sudah tak cukup lagi." Atau jangan-jangan si perokok justru termotivasi, dan berkata: "Harga rokok semakin tinggi. Artinya, aku harus bekerja dengan giat lagi. Aku bisa promosi, dan mendapat gaji yang memadai."

Itu kan sama saja dengan menaikkan harga sepatu futsal untuk menekan angka pemain bola!

Yang tampak justru, pemerintah hendak mengambil keuntungan dari konsumen rokok yang setiap tahun jumlah terus meningkat. Artinya, seberapa pun nilai rokok itu, tetap dapat terbeli bagi mereka penghobinya. Dengan demikian, pemerintah memperoleh peningkatan pendapatan seiring dengan peningkatan perokoknya. Artinya apa? Rokok itu berkontribusi terhadap pendapatan pemerintah.

Selain asap, keluaran rokok lainnya yang sama berbahayanya ketika berkendara adalah butiran bara apinya. Butiran tersebut dengan mudahnya terembus angin. Biasanya hal itu terjadi ketika salah satu tangan pengendara tersebut kembali mengendalikan sepeda motor seusai menghisap rokok.

Si perokok mungkin tidak menyadari butiran bara api itu mengenai pengendara lain yang berada di dekatnya. Bisa melubangi jaket. Bisa menyengat kulit. Paling parah, bisa masuk ke mata pengendara sepeda motor yang mengenakan helm tanpa kaca pelindung.

Kalau pengendara mobil, lain lagi ceritanya. Sambil menjepit batang rokok, mereka terbiasa merentangkan tangannya keluar dari jendela mobil. Tujuannya, agar menghindarkan jok mobil dari "sengatan" butiran bara api.

Solusi Konkret: Sinergi dengan Seluruh Pemangku Kepentingan
Dalam pandangan saya pengendara sepeda motor, menekan angka perokok tidak bisa ditempuh dengan menaikkan cukai rokok. Menekan angka perokok itu seharusnya dengan menghilangkan rokok itu sendiri. Paling-paling, terjadi peralihan aktivitas saja.

Dari penghisap rokok, menjadi penghisap darah, mungkin. Seperti halnya jika ingin menekan angka pemain bola, ya cukup dengan menghilangkan bolanya. Paling tidak, aktivitasnya akan beralih menjadi: sepak-sepakan antarpemain.

Berbicara soal merokok sambil berkendara, sesungguhnya para perokok jalan raya ini tidak boleh mengendarai sepeda motor. Mereka seharusnya mengendarai mobil! 

Memang sih, belum ada kipas pembuang udara (exhaust fan) dan penutup jok tahan api. Tapi paling tidak, mobil sudah memiliki fasilitas pemantik api dan kompartemen yang bisa difungsikan sebagai asbak.

Sementara, sepeda motor itu dari awal memang tidak dirancang untuk perokok. Tidak ada fitur pemantik api. Tidak ada asbak. Tapi mau bagaimana lagi. Harga mobil itu masih relatif mahal. 

Sementara kebutuhan akan alat transportasi pribadi relatif tinggi. Ya jangan heran jika kemudian pengemudi sepeda motor tetap dapat merokok. Karena mereka membawa pemantik api sendiri. Asbaknya? Ya, sepanjang jalanan yang mereka lintasi itu.

Bagaimanapun, menghentikan suatu aktivitas yang telah menjadi kebiasaan itu memang tidak mudah. Merokok sambil berkendara pun tidak serta merta dapat dieliminir hanya dengan suatu peringatan: "Dilarang merokok sambil berkendara". Harus ada sinergi antara seluruh pemangku kepentingan.

Kalau rokok dilarang, maka pemerintah harus bertanggung jawab mencarikan substitusi komoditas yang ekuivalen dengan tembakau. Begitu pun juga, kalau aktivitas menghisap rokok dilarang, maka pemerintah harus bertanggung jawab mencarikan alternatif yang nikmat hisapannya setara dengan tembakau.

Kalaupun rokok itu sudah sedemikian tak terbendung, saya sih berharap di masa mendatang banyak inovasi bermunculan dari pabrikan sepeda motor, pabrikan mobil, perusahaan rokok, bahkan produsen helm.

Barangkali akan sangat bertanggung jawab apabila produsen sepeda motor menyiapkan fitur asbak tertutup di sekitar stang atau spedometer. Ini supaya butiran bara api dan abunya tak terhempas kemana-mana dan membahayakan pengguna jalan raya.

Selain itu, agar dibedakan juga harga jual sepeda motor bagi perokok dan nonperokok. Ya, semacam opsi transmisi manual dan matik pada jenis mobil. Tentunya, harga jual untuk sepeda motor perokok harus lebih mahal.

Mengapa demikian? Karena pembeli sepeda motor tersebut akan diberi bonus helm modifikasi: helm ber-belalai sepanjang satu meter, misalnya. Ini agar pembuangan asap rokok tidak mengenai langsung pengendara sepeda motor lainnya. Panjang belalai pun sudah disesuaikan dengan kemungkinan adanya portal-portal di pintu masuk gang atau jalan khusus.

Bagi produsen mobil, sebaiknya disediakan fitur kipas pembuang udara dan pelindung jok tahan api. Biar apa? Ya biar para pengemudi yang punya hobi merokok, tidak harus membuka jendela; merentangkan tangan dengan jemari lentik menjepit batang rokok; menghembuskan asap dengan arogan dari ruangan nyaman.

Ini adalah Perjalanan tanpa Asap Rokok | dokpri
Ini adalah Perjalanan tanpa Asap Rokok | dokpri
Kalau untuk perusahaan rokok, saya berharap muncul inovasi rokok tanpa asap, abu dan butiran bara api! Perusahaan itu semestinya memiliki anggaran penelitian untuk mengupayakan kemungkinan itu. Jadi semacam produk ikan tanpa duri, semangka tanpa biji, atau bahkan prestasi tanpa pengorbanan. Itu semua adalah produk-produk yang sudah terealisasi. Ya kan?

Bagi para produsen helm, bisa juga mengembangkan suatu fitur yang dibenamkan di dalam helm, yaitu fitur pengingat ala pramugari. Jadi semacam speaker di dalam helm gitulah. Sehingga, setiap kali pengendara sepeda motor mengenakan helm, maka akan selalu keluar suara macam pramugari di pesawat.

Kira-kira suara itu akan berbunyi sebagai berikut:

"Pengemudi yang terhormat. Selamat tunggang di Sepeda Motor Hoda Super 125cc dengan tujuan Plaza Kenari. Perjalanan ke Plaza Kenari akan ditempuh dalam waktu sekitar 45 menit dalam kondisi normal dan dengan kecepatan 45 kilometer per jam."

"Perlu kami sampaikan bahwa perjalanan Hoda Super ini adalah perjalanan tanpa asap rokok. Sebelum berangkat, kami persilahkan kepada anda untuk menaikkan jagang (standar), menyalakan lampu depan, memastikan tidak ada barang yang tertinggal seperti SIM dan STNK, mengencangkan ikat pengaman helm, dan membetulkan posisi kaca spion."

"Selamat menikmati perjalanan ini. Dan, terima kasih atas pilihan anda mengendarai Hoda Super."

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun