Mencapai pertumbuhan ekonomi sebesar 8 persen mungkin tampak seperti misi mustahil bagi banyak negara di tengah ekonomi global yang lesu. Namun, Indonesia memilih untuk bermimpi besar. Pertanyaan yang kemudian muncul adalah, apakah target pertumbuhan ekonomi pemerintahan Prabowo-Gibran sebesar 8 persen dapat terwujud di tengah perlambatan ekonomi global dan menurunnya kelas menengah di Indonesia?
Pertanyaan ini menjadi salah satu isu diskusi pada kuliah umum yang diselenggarakan oleh Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara. Acara ini dihadiri oleh kalangan akademisi, praktisi, dan nasabah prioritas Bank Mandiri. Situasi ini menarik perhatian banyak pihak, mengingat kompleksitas yang dihadapi. Untuk menilai kelayakan target pertumbuhan ekonomi ini, perlu diperhatikan kesenjangan investasi, kebijakan pajak, dan transparansi tata kelola pemerintahan.
Analisis Kesenjangan Investasi dan Tabungan Domestik
Chatib Basri menyatakan bahwa pencapaian tingkat pertumbuhan tersebut membutuhkan tingkat investasi sebesar 41 hingga 48 persen dari PDB, sementara tabungan bruto domestik hanya mencapai sekitar 37 persen. Hal ini menunjukkan adanya kesenjangan investasi yang signifikan dan harus segera diatasi oleh pemerintah. Upaya untuk mengatasi kesenjangan tersebut meliputi peningkatan rasio pajak terhadap PDB, meningkatkan produktivitas melalui pengembangan modal manusia, inovasi, dan pembangunan infrastruktur, serta memperkuat tata kelola pemerintahan. Langkah-langkah ini penting untuk menutup kesenjangan investasi sekaligus memperkuat fondasi ekonomi Indonesia agar mampu mencapai target pertumbuhan yang diinginkan.
Selain itu, menarik investasi asing ke sektor-sektor berorientasi ekspor penting untuk meningkatkan daya saing Indonesia di pasar global dan menciptakan lebih banyak lapangan kerja domestik. Keberhasilan ini terbukti di Vietnam, yang mampu mendorong pertumbuhan ekonomi dengan menarik investasi asing di sektor elektronik dan semikonduktor. Indonesia bisa meniru langkah ini dengan fokus mengembangkan sektor manufaktur berorientasi ekspor.
Namun, Basri juga mengingatkan bahwa rencana pemerintah untuk meningkatkan rasio pajak terhadap PDB hingga 23 persen perlu dilakukan secara hati-hati agar tidak memberatkan ekonomi masyarakat. Langkah yang terlalu drastis dapat menurunkan daya beli masyarakat dan mengganggu stabilitas ekonomi. Oleh karena itu, ia menyarankan agar peningkatan pajak sebaiknya menitikberatkan pada reformasi administrasi pajak daripada menaikkan tarif pajak. Pendekatan ini bertujuan meningkatkan pelayanan dan pengawasan pajak yang lebih efisien.
Efektivitas Reformasi Administrasi Pajak
Pendekatan administrasi yang fokus pada efisiensi pelayanan dan pengawasan pajak terbukti efektif dalam meningkatkan pendapatan pajak tanpa membebani masyarakat. Penelitian Basri et al. (2021) menunjukkan bahwa pembentukan Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Madya berhasil meningkatkan rasio staf terhadap wajib pajak secara signifikan. Penambahan jumlah staf yang menangani wajib pajak membuat audit lebih mendalam, edukasi lebih menyeluruh, dan penegakan aturan pajak lebih efektif. Hasilnya, pendapatan dari perusahaan-perusahaan yang dipindahkan ke KPP Madya meningkat lebih dari dua kali lipat.
Bahkan, penerimaan pajak dari perusahaan-perusahaan tersebut meningkat sebesar 127 persen selama enam tahun setelah reformasi. Biaya tambahan administrasi yang dibutuhkan hanya sekitar 1,5 persen dari pendapatan pajak tambahan yang dikumpulkan, yang menunjukkan rasio manfaat-biaya sebesar 64:1. Hal ini membuktikan bahwa reformasi administrasi pajak efektif dalam meningkatkan penerimaan pajak tanpa menambah beban masyarakat.
Tantangan Ketidakpercayaan Publik
Meskipun reformasi administrasi pajak terbukti efektif untuk meningkatkan pendapatan negara, pendekatan ini harus disertai dengan perhatian terhadap aspek sosial dan persepsi publik. Misalnya, pengumuman susunan kabinet yang "gemuk" oleh Prabowo memicu persepsi negatif bahwa peningkatan rasio pajak terhadap PDB hanya digunakan untuk membiayai gaji dan tunjangan pejabat, bukan untuk kesejahteraan masyarakat secara luas.
Situasi ini menunjukkan adanya ketidakpercayaan publik terhadap penggunaan hasil penerimaan pajak yang dapat menghambat efektivitas kebijakan pemerintah. Oleh karena itu, pemerintah perlu melakukan upaya nyata untuk meningkatkan kepercayaan publik dan transparansi institusi agar mendapat dukungan masyarakat terhadap kebijakan yang diambil.
Pentingnya Transparansi dalam Tata Kelola
Kepercayaan publik ini sangat penting karena, seperti yang ditegaskan oleh James Alm (2018), transparansi dalam pengelolaan pajak dapat meningkatkan kepatuhan masyarakat dalam memenuhi kewajiban pajak mereka. Transparansi membuat masyarakat merasa yakin bahwa pajak yang mereka bayarkan benar-benar digunakan untuk kepentingan bersama, bukan untuk membiayai pengeluaran pejabat.
Lebih lanjut, Alm mengungkapkan bahwa tata kelola pengelolaan pajak yang efektif dan transparan mempengaruhi kesediaan wajib pajak untuk berpartisipasi dalam memenuhi kewajiban pajak mereka. Persepsi publik terhadap praktik pemerintahan yang adil dan transparan membangun kepercayaan, yang pada akhirnya menciptakan tax morale --- motivasi individu untuk membayar pajak karena rasa tanggung jawab moral, norma sosial, dan persepsi keadilan.
Penutup
Tantangan utama yang dihadapi pemerintahan Prabowo-Gibran dalam mencapai target pertumbuhan ekonomi sebesar 8 persen adalah adanya kesenjangan antara kebutuhan investasi dan tingkat tabungan domestik serta ketidakpercayaan publik terhadap tata kelola pemerintahan. Kedua faktor ini berpotensi menghambat upaya pemerintah dalam mencapai target pertumbuhan yang ambisius jika tidak segera diatasi.
Untuk mengatasi kesenjangan investasi dan tingkat tabungan domestik, Chatib Basri mengusulkan reformasi administrasi pajak, pengembangan modal manusia, dan peningkatan produktivitas. Pendekatan ini terbukti mampu meningkatkan penerimaan negara tanpa perlu menaikkan tarif pajak.
Namun, keberhasilan penerapan kebijakan-kebijakan ini sangat bergantung pada transparansi dan tata kelola yang efektif untuk memperkuat kepercayaan publik serta menciptakan tax morale di masyarakat. Transparansi yang baik memberikan keyakinan kepada masyarakat bahwa pajak yang mereka bayarkan digunakan dengan tepat untuk kepentingan bersama. Jika pemerintah serius memperbaiki tata kelola dan membangun kepercayaan publik sehingga tujuan pertumbuhan yang inklusif dan berkelanjutan bukanlah mimpi yang mustahil.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H